Kejaksaan Siap Ambil Alih Kasus KBRI Singapura

KPK segera memanggil tersangka.

KPK segera memanggil tersangka.

Kejaksaan Agung siap mengambil alih kasus dugaan korupsi di Kedutaan Besar Republik Indonesia di Singapura yang sedang disidik Komisi Pemberantasan Korupsi. Kami kan juga sudah melakukan penyidikan, malah lebih dulu, kata Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Marwan Effendi di Gedung Bundar kemarin.

Marwan menjelaskan, sumber daya manusia di KPK terbatas sedangkan perkara yang ditanganinya banyak sekali. KPK kan banyak kerjaan sekarang, katanya. Mengenai penanganan kasus tersebut, Marwan mengatakan, Ini tinggal finishing saja.

Menurut dia, jaksa pidana khusus telah meneruskan hasil penyidikan dari Tim Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang dibubarkan pada Juni 2007. Marwan mengaku penyidikan sempat tertunda karena masalah teknis. Tapi penyidikan masih berjalan, katanya. Pada Januari 2008, jaksa pidana khusus juga telah menetapkan tersangka.

Kasus dugaan korupsi renovasi kompleks kantor KBRI di Singapura terjadi pada 2003. Kasus ini diusut Tim Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pada Agustus 2006. Pada Maret 2007, penyelidikan kasus ini dinyatakan selesai oleh Ketua Tim Hendarman Supandji.

Tim menyatakan kasus ini layak ditingkatkan ke penyidikan dan ditetapkan lima tersangka, yakni mantan Duta Besar RI di Singapura MSH, bendahara kedutaan ER, mantan Wakil Kepala Perwakilan KBRI di Singapura yang juga mantan Sekretaris Jenderal Departemen Luar Negeri ER, mantan Sekjen Departemen Luar Negeri SP, dan pejabat Deplu TQ.

Sementara itu, KPK telah menetapkan dua tersangka dalam kasus ini. Mereka adalah bekas Duta Besar RI di Singapura MSH dan seorang bendahara proyek.

Kasus ini bermula saat kedutaan mengajukan dana renovasi sebesar US$ 1,9 juta atau sekitar Rp 17 miliar. Departemen Keuangan mengucurkan Rp 16,4 miliar. Renovasi dilaksanakan oleh Ben Soon Heng Engineering Enterprise, perusahaan milik John Lee Ah Kuang, warga Singapura. John menagih pembayaran setelah renovasi berakhir pada November 2003. Pembayaran dilakukan pada 31 Desember 2003.

Dalam lembar tagihan, John menulis jumlah Sin$ 3,38 juta dan dibayarkan Kedutaan sebesar Sin$ 3,284 juta. Sisanya, Sin$ 96.164 atau sekitar Rp 570 juta, dinyatakan sebagai utang Kedutaan. Menurut penyelidikan Tim Koordinasi, uang yang diterima John cuma Sin$ 1,68 juta. Sisanya, Sin$ 1,697 juta atau sekitar Rp 10,1 miliar, diduga dikantongi pejabat di sana lalu dibagikan kepada beberapa orang.

Marwan menambahkan, kejaksaan segera melakukan gelar perkara kasus ini dengan KPK. Kami juga akan berkoordinasi terus dengan KPK,

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan