Kejaksaan Siap Buktikan Kerugian Negara
Uang negara itu digunakan oleh Yayasan Supersemar untuk membiayai perusahaan keluarga Soeharto.
Pemerintah akan mengajukan ganti rugi Rp 15 triliun dalam gugatan perdata terhadap Yayasan Supersemar milik mantan presiden Soeharto. Perinciannya, kerugian negara Rp 1,5 triliun ditambah bunga dan ganti rugi imateriil. Totalnya Rp 15 triliun, kata Direktur Perdata Kejaksaan Agung Yoseph Suardi Sabda saat dihubungi Tempo dua hari lalu.
Gugatan perdata ini memang baru difokuskan pada Yayasan Supersemar. Yang lainnya masih diproses, kata Yoseph. Surat kuasa khusus untuk kejaksaan sebagai jaksa pengacara negara sudah diberikan kepada Presiden sejak Februari lalu. Kejaksaan sendiri mengagendakan paling lambat gugatan sudah didaftarkan ke pengadilan negeri Jakarta Selatan pada 22 Juli 2007.
Menurut Yoseph, nilai kerugian negara tersebut dihitung dari dana negara yang disalahgunakan oleh yayasan. Pengeluaran dana itu tidak bisa dipertanggungjawabkan, katanya. Yayasan memang bisa berdalih menggunakan dana yayasan untuk kegiatan sosial, seperti pemberian beasiswa. Namun, kenyataannya, uang negara itu justru digunakan untuk membiayai perusahaan keluarga, seperti Sempati Air, Kiani Kertas, PT Timor Putra Nasional, dan Goro.
Ganti rugi ini harus diserahkan kepada pemerintah dalam waktu delapan hari setelah putusan pengadilan yang final dan mengikat (inkracht). Jika tidak dipenuhi, kejaksaan akan mengajukan permohonan penyitaan atau eksekusi kepada pengadilan, ujar Yoseph.
Sebelumnya, Direktur Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Departemen Keuangan Hekinus Manao mengatakan saat ini departemen aktif berkomunikasi dengan pihak pengelola yayasan Soeharto untuk pengalihan aset-aset yayasan. Karena kami tahu dananya berasal dari penyisihan sebagian keuntungan perusahaan negara, kata Hekinus.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, aset di sejumlah yayasan itu merupakan hak negara karena dana yayasan bersumber dari pemerintah, yakni dari penyisihan laba badan usaha milik negara.
Berkaitan dengan rencana pengambilalihan aset ini, Yoseph mengatakan, tidak tertutup kemungkinan ada upaya damai dalam proses gugatan perdata ini. Biasanya majelis hakim selalu memberikan waktu untuk mediasi atau berdamai dalam waktu dua minggu kepada pihak-pihak yang beperkara.
Pengacara Soeharto, Otto Cornelis Kaligis, menyatakan siap menghadapi langkah-langkah hukum yang akan dilakukan kejaksaan, Kalau mau mengajukan gugatan perdata, kami siap, ia menegaskan.
Namun, terhadap rencana pengambilalihan aset yayasan yang akan dilakukan Departemen Keuangan, Kaligis menentang. Menurut dia, pengurus yayasan tidak memiliki kapasitas menerima atau menolak pengambilalihan aset tersebut tanpa izin pemiliknya. Pak Harto itu pendiri, pemilik, dan ketua yayasan-yayasan itu. Jadi harus ada izin (dari Soeharto), ujarnya.
Departemen Keuangan sebagai wakil pemerintah tidak bisa seenaknya mengambil kebijakan itu. Tidak ada dasar hukumnya, kata dia. Pemerintah mesti bisa membuktikan bahwa dana yayasan itu memang benar-benar milik negara. Bentuk pembuktiannya sendiri harus melalui jalur hukum, yakni kejaksaan sebagai lembaga negara yang memiliki kewenangan dalam bidang hukum dan penuntutan. RINI KUSTIANI | AGUS SUPRIYANTO
Sumber: Koran Tempo, 11 Juni 2007