Kejaksaan Terima Berkas Bibit Samad
Kejaksaan Agung menyatakan telah menerima pelimpahan tahap pertama berkas Bibit Samad Riyanto dalam kasus dugaan penyalahgunaan wewenang dan dugaan suap. Penerimaan berkas itu tidak lama berselang dari pengembalian berkas perkara dalam kasus yang sama dengan tersangka Chandra M. Hamzah.
''Berkas kami terima dari penyidik Senin (12/10),'' kata Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus) Marwan Effendy di Kejagung kemarin (13/10). Berkas itu saat ini sedang diteliti jaksa peneliti.
Sebagaimana diwartakan, Chandra dan Bibit ditetapkan sebagai tersangka oleh Mabes Polri. Mereka dijerat dua pasal. Yakni, pasal 12 huruf (e) jo pasal 15 UU Pemberantasan Tipikor dan pasal 23 UU Pemberantasan Tipikor jo pasal 421 KUHP.
Berkas Chandra lebih dulu dilimpahkan ke kejaksaan. Namun, Jumat (9/10), Marwan menyatakan berkas Chandra dikembalikan ke penyidik karena masih belum lengkap. Kekurangan terletak pada pasal 12 huruf (e) yang disangkakan. ''Ada unsur-unsur yang harus dipertajam,'' katanya.
Terkait dengan berkas Bibit, mantan Kapusdiklat Kejagung itu menyatakan pihaknya memiliki waktu tujuh hari untuk memeriksa. Jika dinilai belum lengkap, tentu berkas perkara wakil ketua (nonaktif) KPK tersebut akan menyusul berkas Chandra yang dikembalikan. ''Kalau kurang, nanti ada petunjuknya,'' ujar Marwan.
Datangi MK
Upaya hukum untuk membatasi kriminalisasi dua pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif, Chandra M. Hamzah dan Bibit Samad Riyanto, yang menjadi tersangka dugaan penyalahgunaan wewenang, terus dilakukan. Melalui kuasa hukumnya, Chandra dan Bibit mengajukan uji materi Undang-Undang KPK Nomor 30 Tahun 2002. Yang diminta dibatalkan adalah pasal 32 ayat 1 poin 3.
''Upaya ini dilakukan karena klien kami terus dipaksakan untuk menjadi terdakwa,'' ujar Bambang Widjojanto, koordinator tim kuasa hukum Chandra dan Bibit, ketika mendaftarkan berkas uji materi di gedung Mahkamah Konstitusi (MK) Jakarta kemarin (13/10).
Bersama Bambang, tampak anggota lain tim kuasa hukum Chandra dan Bibit, yakni Taufik Basari dan Ahmad Rivai.
Pasal 32 ayat 1 poin 3 berbunyi bahwa pimpinan KPK bisa diberhentikan jika menjadi terdakwa atau melakukan tindak pidana kejahatan.
Menurut Bambang, kasus Bibit dan Chandra terus dipaksakan untuk masuk kejaksaan. Itu dilakukan supaya keduanya bisa ditetapkan sebagai terdakwa. Sesuai bunyi pasal tersebut, mereka diberhentikan saat berkasnya diterima kejaksaan. ''Kenyataannya, kan masih ada agenda pemeriksaan untuk klien kami,'' kata Bambang.
Dia juga membeber alasan pengajuan uji materi pasal tersebut. Menurut Bambang, pemberhentian pimpinan KPK ketika menjadi terdakwa melanggar prinsip praduga tidak bersalah. Sebab, saat keduanya menjadi terdakwa, status mereka sebagai pimpinan KPK hilang. Padahal, bisa jadi mereka dinyatakan tak bersalah di meja hijau nanti. ''Terdakwa kan masih bisa bebas. Lain halnya jika putusannya inkracht (berkekuatan hukum tetap),'' tutur Bambang.
Pihaknya juga berencana untuk mengajukan uji materi peraturan pemerintah pengganti undang undang (perppu) tentang KPK. Yang bakal digugat adalah pasal 21 ayat 5. Pasal tersebut mengatur kewenangan kolegial pimpinan KPK. Yang patut diuji bahwa meski berstatus nonaktif, Chandra dan Bibit tetap merupakan bagian kolegial dari pimpinan KPK. ''Saat ini orangnya masih ada, namun dianggap kosong (berdasar perppu),'' kata Bambang. (fal/bay/oki/dwi)
Sumber: Jawa Pos, 14 Oktober 2009