Kejari Dilaporkan ke Kejagung; Terkait Ketidakjelasan Penanganan Dugaan Korupsi
Tidak jelasnya penanganan berbagai kasus dugaan korupsi di Kediri benar-benar menarik perhatian Komisi III DPR RI. Kemarin, Mahfud MD, salah satu anggota komisi tersebut, mengancam akan melaporkan Kejaksaan Negeri (Kejari) Kediri ke Kejaksaan Agung (Kejagung).
Dia minta agar Kejagung turun langsung ke Kediri. Informasi adanya kasus-kasus korupsi yang cenderung macet seperti di Kejaksaan Kediri akan kita bawa ke Kejaksaan Agung. Kita minta mereka agar menurunkan timnya ke Kediri, ujar Mahfud dalam jumpa pers di salah satu rumah makan di Bandar Kidul, Mojoroto, kemarin siang.
Seperti diketahui, penanganan berbagai kasus dugaan korupsi di Kediri oleh kejaksaan cenderung mengambang. Baik yang diduga terjadi di lembaga eksekutif maupun legislatif. Padahal, nilainya mencapai miliaran rupiah.
Kedatangan anggota Komisi III DPR RI ke Kediri itu sendiri bukan untuk yang pertama kalinya. Beberapa minggu lalu, Achmad Fauzi, anggota komisi III dari Partai Demokrat, juga datang. Dia bahkan sempat bermaksud untuk meminta keterangan dari sejumlah pejabat tentang dugaan-dugaan korupsi yang dialamatkan kepada mereka.
Adapun Mahfud, kemarin, sengaja datang ke Kediri dalam masa resesnya. Dia ingin menyerap berbagai informasi dari masyarakat. Salah satunya, tentang perkembangan kasus dugaan korupsi di Kediri. Baik di lembaga eksekutif maupun legislatif.
Menurut Mahfud, sebelumnya, hal sama sudah dilakukannya untuk kasus di Madura. Dia meminta agar Kejagung juga langsung menerjunkan timnya ke daerah. Sebab, penanganan kasus-kasus dugaan korupsi di sana oleh kejaksaan juga tak jelas. Kemarin, di Madura, saya sudah menyampaikan hal serupa untuk kejaksaan, terang salah satu ketua DPP PKB ini.
Mantan Menteri Pertahanan era Gus Dur ini menjelaskan, ada dua penyebab orang korupsi. Pertama, karena memang ingin mencuri uang negara. Kedua, biasanya, karena terjebak sistem. Misalnya, dewan yang menaikkan gajinya sendiri dengan acuan aturan yang berbeda.
Sekarang aturannya belum mapan sementara aturan lama sudah ditinggalkan. Ini kondisi anomali, transisi. Korupsi seperti ini biasanya terbuka dan bersama-sama. Seperti DPRD menaikkan gajinya sampai 500 persen. Mereka tetap perlu dihukum karena memang salah, terangnya.
Mahfud mengakui, ada sejumlah kader PKB yang terjerat kasus dugaan korupsi. Antara lain di Sidoarjo, Tulungagung, Jogjakarta, Banten, dan kota-kota lain. Mereka juga harus tetap diproses sesuai prosedur hukum yang berlaku. Tak boleh dilindungi. Sekalipun oleh kiai.
Bahkan, mantan Menteri Pertahanan era Gus Dur ini meminta agar kader PKB yang lain justru membantu kejaksaan atau polisi untuk memeriksa. Kalau perlu, kader PKB sendiri yang menyerahkan mereka.
Rusaknya satu bangsa, karena melindungi orang dekatnya yang bersalah. Penegakan hukum, pemberantasan korupsi, harus diawali dari orang dekat kita sendiri. Kalau memang bersalah, ya harus dihukum, tegas Mahfud yang juga Rektor Universitas Islam Kadiri (Uniska) ini.
Sementara itu, Kepala Kejaksaan Negeri Kediri Moh. Sattar SH mengaku tidak takut terhadap rencana Mahfud MD untuk melapor ke Kejagung. Sebab, hal serupa sudah dilakukan oleh kalangan LSM. Bahkan, sampai dilaporkan kepada Presiden.
Saya tidak takut. Mengapa harus takut? Saya sudah dilaporkan ke Presiden ini. Tidak hanya ke Kejaksaan Agung. Itu terlambat kalau saya mau dilaporkan ke Kejaksaan Agung. Hanya malaikat yang belum dilapori, ujar Sattar saat dihubungi melalui ponselnya, kemarin petang.
Sattar juga tidak mempermasalahkan jika ada tim Kejagung yang turun langsung ke Kediri untuk menyelidiki kasus-kasus dugaan korupsi itu. Saya sudah memiliki data-data, mana yang saya kerjakan dan mana kasus-kasus yang sudah dihentikan sebelum saya. Tanggal 5 Januari nanti, saya juga akan ketemu dengan Komisi III di Surabaya. Jadi, untuk apa takut?, tandasnya.
Sattar menambahkan, ada laporan lagi dari LSM tentang kasus dugaan korupsi pada megaproyek Simpang Lima Gumul (SLG). Bukan pada kasus pengadaan tanah yang sudah dihentikan pada 2000 lalu. Melainkan, pada proyek pembangunannya.
Tetapi, data-data itu masih dianggap belum cukup untuk dijadikan bukti. Bukti-bukti yang diberikan ke kejaksaan hanya APBD dan keputusan DPRD tentang persetujuan proyek. Itu apa bisa digunakan sebagai bukti pendukung?, tanyanya.
Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur Huzaini tidak bisa dimintai komentar tentang hal ini. Saat dihubungi, kemarin petang, ponselnya tidak diangkat. (im)
Sumber: Radar Kediri, 29 Desember 2004