Kejati Bidik Agum Gumelar Cs
Penyidikan dugaan kasus korupsi tukar guling (ruilslag) kampus Akademi Ilmu Pelayaran (AIP) terus bergulir. Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta kini mendalami keterlibatan empat mantan menteri era Orde Baru dalam korupsi ruilslag kampus yang telah berganti nama menjadi Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) itu.
Empat mantan menteri tersebut adalah mantan Menteri Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Abdul Latief serta tiga mantan menteri perhubungan, yakni Azwar Anas, Haryanto Dhanutirto, dan Agum Gumelar. Saat ini mereka berstatus sebagai saksi.
"Kami masih pelajari. Apakah mereka yang bertanggung jawab sebagai menteri atau para pejabat di bawahnya," tutur Kepala Seksi Penerangan dan Hukum Kejati DKI Jakarta Budi Panjaitan kemarin (6/7).
Hingga kini penyidik kejati belum menetapkan tersangka kasus itu. Menurut Budi, penetapan tersangka menunggu ekspose (gelar perkara) terlebih dahulu. "Tapi, belum kami tentukan waktunya," terang dia.
Kasus itu berawal pada 1992, ketika lahan AIP yang berlokasi di Gunung Sahari diganti dengan tanah di kawasan Marunda, Jakarta Utara. Waktu itu Haryanto menyetujui dengan memberikan rekomendasi kepada PT Mandiri Dita Cipta (MDC), pihak yang mendapatkan proyek dengan nilai aset Rp 126 miliar tersebut. (fal/iro)
Sumber: Jawa Pos, 7 Juli 2009
{mospagebreak title=Keterlibatan Bekas Menteri Terus Diusut}
Kasus Tukar Guling Tanah
Keterlibatan Bekas Menteri Terus Diusut
Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta masih mengusut dugaan keterlibatan dua bekas menteri Orde Baru dalam kasus tukar guling atau ruilslag kampus Akademi Ilmu Pelayaran. Kedua pejabat itu adalah Abdul Latief (bekas Menteri Tenaga Kerja) dan Haryanto Danutirto (bekas Menteri Perhubungan).
“Saat ini masih didalami siapa sebenarnya yang paling bertanggung jawab,” kata Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Jakarta Budi Panjaitan ketika dihubungi kemarin.
Abdul Latief dan Haryanto sudah diperiksa sebagai saksi pada Juni lalu. Kejaksaan juga telah memeriksa saksi, Agum Gumelar, Menteri Perhubungan pada era Presiden Abdurrahman Wahid. Azwar Anas, mantan Menteri Perhubungan yang juga dipanggil, belum memberi kesaksian.
Kejaksaan sudah menetapkan kasus tukar guling ini ke tahap penyidikan. Namun, Kejaksaan belum menetapkan tersangka.
Kasus ini bermula ketika PT Pasaraya Toserjaya, milik Abdul Latief, pada 1992 mengajukan proposal tukar guling lahan Akademi Pelayaran milik Departemen Perhubungan. Lokasi lahan Akademi di Jalan Gunung Sahari, Jakarta Utara, itu ditukar dengan sepetak lahan di Marunda, Jakarta Utara. Abdul Latief kala itu belum menjadi menteri.
Proses tukar guling sempat terkatung-katung bertahun-tahun. Menurut Kejaksaan, proses tukar guling tuntas pada 2002 dengan pelaksana PT Mandiri Dipta Cipta, yang didirikan Abdul Latief setelah mengajukan proposal.
Masih menurut jaksa, Menteri Perhubungan pada 1992, Haryanto sempat menyetujui proyek tukar guling dilaksanakan oleh PT Mandiri.
Budi menjelaskan, selain tanpa tender, terdapat selisih mencolok antara harga tanah di Jalan Gunung Sahari dan Marunda. Pada 1995, harga tanah di Jalan Gunung Sahari ditaksir Rp 5 juta per meter persegi. Tapi tanah dilego ke PT Mandiri seharga Rp 1,25 juta per meter persegi.
Nilai jual obyek pajak saat itu, harga tanah di Marunda Rp 40 ribu per meter persegi. Kejaksaan, kata Budi, menaksir kasus ini merugikan keuangan negara Rp 7 miliar.
Saat dihubungi, Abdul Latief buru-buru menutup telepon. ANTON SEPTIAN
Sumber: Koran Tempo, 7 Juli 2009