Kekayaan Cagub Dipertanyakan; Wewenang Maksimal KPK Hanya Klarifikasi
Kekayaan calon gubernur dan calon wakil gubernur DKI Jakarta yang besar menimbulkan pertanyaan publik mengenai asal-usul harta mereka. Terlebih lagi jika dilihat dari latar belakang pekerjaan mereka selama ini.
Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch Danang Widoyoko, Minggu (22/7), menilai, secara sekilas agak janggal jika hanya dalam waktu sekitar satu tahun kekayaan Fauzi Bowo dapat bertambah hingga Rp 5,7 miliar. Di sisi lain, jika hanya mengandalkan gajinya sebagai Wakil Kepala Polri, Adang Daradjatun diperkirakan juga akan sulit memiliki kekayaan lebih dari Rp 17 miliar.
Pernyataan itu disampaikan untuk menanggapi kekayaan Fauzi yang pada 31 Mei 2007 dilaporkan Rp 38,347 miliar, sementara pada 31 Juli 2006 kekayaannya Rp 32,6 miliar. Adapun kekayaan Adang pada 31 Januari 2007 tercatat Rp 17,34 miliar.
Namun, saya tidak tahu pasti apa Fauzi punya bisnis lain dan warisan yang besar dari keluarganya. Sebab, siapa tahu pertambahan kekayaan itu berasal dari sana, kata Danang sambil menambahkan bahwa bisnis serta warisan keluarga ini pula yang mungkin menjadi penyumbang terbesar kekayaan Adang.
Dosen Pascasarjana Kajian Ilmu Kepolisian Universitas Indonesia Bambang Widodo Umar secara terpisah mengatakan, kekayaan Adang tidak akan mencapai Rp 17,34 miliar jika hanya mengandalkan gaji resmi dari Wakil Kepala Polri yang di bawah Rp 20 juta setiap bulan.
Fauzi yang dihubungi seusai Rapat Paripurna Istimewa DPRD DKI Jakarta dalam rangka Penyampaian Visi, Misi, dan Program Pasangan Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Provinsi DKI Jakarta periode 2007-2012 di Jakarta, Minggu, menyatakan, ia sudah rutin melaporkan kekayaannya kepada pemerintah sejak 1995, dan ia telah menyerahkan semua laporan harta kekayaannya ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Saya laporkan (harta kekayaan) ke KPK bukan baru kemarin, bukan karena mau jadi gubernur, tapi sejak 1995, kata Fauzi.
Sedangkan tim kampanye Adang Daradjatun-Dani Anwar sampai berita ini diturunkan belum memberikan respons meskipun Kompas telah menghubungi berkali-kali.
Hanya terima laporan
Humas Komisi Pemberantasan Korupsi Johan Budi menuturkan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, komisi itu hanya dapat menerima laporan kekayaan yang disampaikan pejabat negara.
Wewenang maksimal kami hanya mengklarifikasi jika dalam laporan ada yang diduga tidak benar. Misalnya, KPK mendapat informasi luas tanah seorang pejabat negara 1.000 meter persegi, tetapi yang dilaporkan hanya 100 meter persegi. Jika ternyata laporan itu salah, KPK tidak dapat memberi sanksi, katanya.
KPK, kata Johan, juga tidak berwenang untuk menanyakan asal kekayaan seorang pejabat negara dan memberikan sanksi hukum jika pejabat tersebut tidak dapat menjelaskan asal kekayaannya. (MZW/NWO/KSP)
Sumber: Kompas, 23 Juli 2007