Kekayaan Prabowo Menjadi Rp 1,57 Triliun
Setelah diklarifikasi Tim Verifikasi Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara Komisi Pemberantasan Korupsi, jumlah harta kekayaan calon wakil presiden Prabowo Subianto turun menjadi Rp 1,57 triliun. ”Penurunan ini karena pada saat pencatatan ada deposito yang belum cair dan, setelah pelaporan, deposito tersebut sudah dicairkan,” ujar Direktur Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara KPK Muhammad Sigit seusai mengklarifikasi di kediaman Prabowo di Desa Bojong Koneng, Kecamatan Babakan Madang, Citeureup, Jawa Barat, Rabu lalu.
Sebelumnya, harta kekayaan Prabowo dilaporkan bernilai Rp 1,7 triliun. Menurut Sekretaris Jenderal Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Ahmad Mujani, saat mewakili Prabowo melaporkan harta kekayaan di KPK pada 18 Mei lalu, sebagian besar harta itu berupa aset perusahaan yang tersebar di 27 perusahaan di dalam dan luar negeri. Ketua Dewan Pembina Partai Gerinda itu juga memiliki perusahaan perkebunan dan pertambangan batu bara. Juga memiliki saham perusahaan di Argentina dan Prancis.
Sigit mengatakan, selain memeriksa catatan deposito, Tim memeriksa sertifikat yang dimiliki Prabowo. Hasil verifikasi, tim menyebutkan ada dua lahan dengan ukuran yang cukup luas. Salah satunya tanah di wilayah Citeureup. ”Luasnya mencapai 4,8 hektare,” ujarnya.
Prabowo juga memiliki 94 ekor kuda yang cukup mahal harganya. Menurut Sigit, harga satu ekor kuda itu diperkirakan Rp 50 juta. Dari 94 kuda itu, yang berada di wilayah Bojong Koneng sebanyak 10 ekor, sedangkan 84 ekor di wilayah dekat tol Kranggan, Jawa Barat.
Adapun Prabowo mengatakan jumlah kekayaan itu diperoleh dari hasil usahanya. "Namanya bergerak di bidang usaha. Kadang hari ini bisa bagus, besoknya bisa saja tidak bagus," ujar Prabowo. Menurut dia, pelaporan jumlah kekayaannya berkurang karena ada salah pencatatan.
Prabowo terakhir melaporkan kekayaannya pada 2004 saat mencalonkan diri sebagai presiden melalui konvensi Partai Golkar. Jumlah kekayaan mantan Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat saat itu Rp 10 miliar. Cheta Nilawaty
Sumber: Koran Tempo, 22 Mei 2009