Kemas Terancam Pecat; Terkait Suap Jaksa BLBI, Kasus Nursalim Bakal Dibuka Lagi
Nasib Jaksa Agung Muda (JAM) Pidana Khusus Kemas Yahya Rahman dan Direktur Penyidikan Kejagung M. Salim di ujung tanduk. Jaksa Agung Hendarman Supandji berjanji akan memecat dua petinggi Gedung Bundar tersebut apabila kasus suap jaksa BLBI Urip Tri Gunawan ada yang berkaitan dengan mereka.
Tidak hanya dinonaktifkan. Kami juga punya opsi, kalau perlu, dipecat, tegas Hendarman dalam rapat kerja (raker) Komisi III DPR dan jajaran Kejagung di gedung DPR/MPR kemarin (5/3). Dua opsi tersebut telah dibicarakan dalam rapat pimpinan (rapim) Kejagung.
Ancaman Hendarman itu didengar langsung Kemas Yahya dan M. Salim yang hadir di acara itu. Bahkan, Kemas duduk pas di kanan Hendarman. Dia hanya menunduk saat atasannya itu mengungkapkan ancaman pemecatan.
Salim yang duduk menyendiri di deretan kiri belakang jaksa agung terlihat tenang. Meskipun, beberapa koleganya enggan duduk di sampingnya. Hearing dengan DPR itu benar-benar menjadi pengadilan bagi jajaran Kejaksaan Agung, khususnya tertuju kepada Kemas dan Salim.
Hampir semua pejabat teras Kejagung hadir. Tampak juga Wakil Jaksa Agung Muchtar Arifin, JAM Intelijen Wisnu Subroto, JAM Pembinaan Parnomo, JAM Datun Untung Udji Santoso, JAM Pengawasan M.S. Rahardjo, dan JAM Pidum Abdul Hakim Ritonga.
Menurut Hendarman, keputusan untuk melaksanakan opsi pecat terhadap Kemas menunggu hasil pemeriksaan internal tim pemeriksa yang dikoordinasi JAM Pengawasan (JAM Was) M.S. Rahardjo. Mereka kan perlu diperiksa dulu. Kalau diputus sebelum diperiksa dan ternyata mereka tidak salah, saya justru yang keliru. Ini untuk menghormati HAM, jelasnya.
Praktis, selama menjalani pemeriksaan internal, Kemas dan Salim masih berstatus pejabat aktif alias belum dinonaktifkan.
Hendarman yang menjabat JAM Pidsus sebelum Kemas membeberkan bahwa dirinya telah memerintah tim internal mengusut kasus tersebut. Untuk tahap pertama, tim yang dipimpin Rahardjo itu memeriksa Urip di gedung KPK. Selanjutnya, besoknya, akan diperiksa dua atasan Urip, katanya.
Di hadapan para wakil rakyat itu, jaksa agung juga mengungkapkan akan menginterogasi Artalyta Suryadi alias Ayin. Perempuan yang merupakan kerabat Sjamsul Nursalim itu bakal diperiksa terkait motif pemberian uang USD 660 ribu (sekitar Rp 6 miliar) kepada Urip, koordinator tim penyelidik BLBI Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI).
Di tempat sama, Rahardjo menegaskan, pemeriksaan Kemas dan Salim dilaksanakan Senin depan (10/3). Seharusnya diperiksa Jumat besok (7/3). Tetapi, hari itu kan tanggal merah, jelas Rahardjo.
Pemeriksaan Kemas dan Salim dilakukan apabila pengakuan Urip menunjukkan bahwa dia berbuat atas perintah dua pejabat tersebut. Ditanya bagaimana apabila Urip tidak menyebut keterlibatan Kemas atau Salim, Rahardjo enggan menjawab. Tunggu saja besok. Saya kan harus periksa jaksa U (Urip) dulu, jawab Rahardjo.
Ditemui di sela-sela raker, Kemas menolak berkomentar berkaiatan dengan penonaktifan dirinya. Dia menyerahkan putusan kepada pimpinannya. Sedangkan Salim menolak dinonaktifkan sebelum ada kesimpulan bersalah atas pemeriksaan internal. Kalau tiba-tiba saya dinonaktifkan, apa salah saya. Belum ada kaitan apa-apa kok saya dinonaktifkan. Saya kan belum diperiksa, kata Salim.
Salim menegaskan tidak terlibat dalam kasus suap tersebut. Dia mengaku tidak pernah memerintah Urip untuk meminta uang terkait penghentian penyelidikan kasus BLBI Sjamsul Nursalim. Saya tidak pernah menyuruh, tidak pernah terima laporan, dan tidak terlibat apa pun, tegas mantan wakil kepala Kejati Jawa Tengah itu.
Menurut Salim, sosok Urip merupakan jaksa yang baik. Dia mengenal sejak Urip ditugasi sebagai jaksa penuntut umum (JPU) kasus peledakan bom Bali dengan terdakwa Amrozi. Dia itu orang baik. Tetapi, jiwa manusia itu kan labil terhadap godaan-godaan. Siapa pun dapat tergelincir. Siapa dapat menjamin, baik sekarang belum tentu besok tetap baik, ujar Salim.
Mantan atasan Urip (semasa di Kejari Jakarta Utara) itu juga tidak merasa kecolongan atas penangkapan Urip oleh KPK. Sebab, aksi Urip diperbuat di luar jam kerja dan tak satu pun bisa mengawasi gerak-gerik jaksa selama 24 jam.
Dalam raker kemarin, sejumlah anggota Komisi III DPR (membidangi hukum) banyak mencecar jaksa agung terkait kasus Urip. Sejak raker dibuka pukul 09.00 (berakhir 21.00), mayoritas anggota dewan meminta pertanggungjawaban kejaksaan berkaitan dengan penangkapan Urip.
Ketua Komisi III DPR Trimedya Panjaitan mengatakan, Hendarman juga perlu menyiapkan sanksi tegas terhadap jaksa yang terindikasi terlibat dalam kasus tersebut.
Anggota Komisi III Patrialis Akbar dan Lukman Hakim meminta jaksa agung menunggu hasil penyidikan KPK untuk menyimpulkan kasus Urip merupakan kasus suap atau gratifikasi. Benny K. Harman, anggota komisi III yang lain, menegaskan, apabila kasus itu suap, kejaksaan harus membatalkan penghentian penyelidikan kasus BLBI Sjamsul.
Menyikapi desakan pembatalan penghentian penyelidikan, Hendarman akhirnya mengikuti permintaan anggota DPR. Kalau ada suap dari penyidikan KPK, saya dapat buka lagi (kasus BLBI Sjamsul). Saya nunggu hasil (penyidikan) KPK). Siapa tahu dalam pemberian penghentian kasus BLBI ada suap. Saya sendiri enam puluh persen setuju kasus BLBI diselesaikan secara perdata, jelas Hendarman. Padahal sebelumnya dia menegaskan bahwa putusan menghentikan penyelidikan BLBI sudah tepat, sert tak akan dibuka lagi. (agm)
Sumber: Jawa Pos, 6 Maret 2008