Kepala Dinas Perhubungan Ditahan
Achmad Kusnadi, Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Karawang, Jawa Barat, ditahan di Kepolisian Resor Karawang sejak akhir pekan lalu. Ia disangka melakukan korupsi, kata Kepala Reserse Kriminalitas Polres Karawang Budi Irawan di Karawang kemarin.
Kusnadi ditetapkan menjadi tersangka karena menjual buku uji kendaraan (KIR) tanpa melalui prosedur resmi, yang menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 60 juta.
Polisi, kata Budi, menyelidiki setelah mendapatkan laporan dari masyarakat yang mengatakan bahwa Dinas Perhubungan Karawang menjual buku KIR tidak sesuai dengan prosedur.
Penyelidikan dan penyidikan dugaan kasus korupsi itu dimulai pada 21 November hingga 8 Desember. Penahanan atas tersangka Achmad, Budi melanjutkan, untuk memperlancar proses penyidikan selanjutnya. Prosedur penahanannya pun telah memenuhi unsur dan sesuai dengan prosedur hukum.
Praktek haram yang dilakukan tersangka berawal dari dikeluarkannya surat nomor 028/288/TU tertanggal 2 Mei 2005. Surat tersebut dikeluarkan tersangka untuk memesan sebanyak 3.000 buah buku KIR kepada PT Sinabung Semesta Raya (SSR). Setelah ditelusuri, ternyata surat yang diteken Achmad tidak tercatat dalam buku registrasi surat keluar dan barang quasi berupa buku ujian kendaraan yang dipesannya.
Pengiriman barang dari PT SSR sebagai rekanan tak pernah tercatat dalam registrasi surat masuk, registrasi penerimaan, dan pengeluaran barang yang biasa dicatat pada bagian umum dinas perhubungan. Buku uji kendaraan dengan kode C dan nomor seri 297601-300600 yang diperoleh secara ilegal tersebut kemudian dijual kepada masyarakat pemilik kendaraan roda empat seharga Rp 20 ribu per buku.
Hasil penjualan buku KIR ilegal itu mencapai Rp 60 juta. Setelah dikurangi modal dan biaya administrasi, uang tersisa sebesar Rp 30 juta. Uang itu semuanya masuk kantong pribadi tersangka. Tersangka Achmad menyangkal semua tuduhan yang disampaikan penyidik. Pembuatan dan pendanaan buku uji kendaraan tersebut, kata Achmad, sepeser pun tidak menggunakan uang negara, melainkan memakai uang pribadi.
Jadi keuntungannya pun bisa buat pribadi. Dan itu bukan tindakan korupsi, kata Achmad bersungut-sungut. Achmad dijerat Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31/1999 tentang Tindak Pidana Korupsi. Tersangka diancam hukuman maksimal 20 tahun penjara dan/atau denda Rp 50 juta dan paling banyak Rp 1 miliar. NANANG SUTISNA
Sumber: Koran Tempo, 13 Desember 2005