Keterbukaan Dana BOS
Kasus dana bantuan di lima sekolah menengah di Ibu Kota merupakan pelajaran berharga bagi para kepala sekolah dan guru. Mereka tak bisa lagi menyembunyikan data penggunaan dana bantuan pemerintah. Orang tua murid, bahkan masyarakat luas, berhak mengetahuinya karena duit itu berasal dari anggaran negara.
Sikap memalukan sempat dilakukan oleh lima sekolah dan pejabat Kementerian Pendidikan di Jakarta. Mereka adalah Sekolah Menengah Pertama Negeri 190, SMPN 95, SMPN 84, SMPN 67, dan SMPN 28. Semula, sekolah-sekolah ini sempat menolak membuka laporan penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Bantuan Operasional Pendidikan (DOP). Tapi mereka kemudian diperintahkan oleh Komisi Informasi Pusat untuk membeberkannya.
Itulah konsekuensi dari keputusan sidang Komisi Informasi atas sengketa antara Indonesia Corruption Watch (pemohon) dan lima kepala sekolah menengah tersebut (termohon). Kepala Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta juga menjadi pihak termohon. Komisi Informasi mewajibkan termohon memenuhi permintaan ICW karena laporan dana bantuan itu masuk kategori informasi publik.
Sengketa itu berawal dari dugaan adanya korupsi dana BOS di lima SMP yang menginduki Tempat Kegiatan Belajar Mandiri (TKBM) di Jakarta selama anggaran 2007-2009. ICW menduga, tidak seluruh dana BOS dan BOP dialokasikan bagi kegiatan TKBM, sebagian diselewengkan untuk kepentingan lain. Untuk menelusurinya, ICW mengajukan permintaan memperoleh dokumen laporan pemeriksaan inspektorat serta surat pertanggungjawaban dana BOS dan BOP. Tapi lima sekolah itu menolaknya.
Kelima sekolah itu semula juga masih mengabaikan keputusan Komisi Informasi hingga akhirnya Ombudsman Republik Indonesia turun tangan. Ombudsman mengirim surat saran kepada Kepala Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta agar melaksanakan keputusan Komisi. Jika nekat membandel, para pendidik itu bisa dianggap melawan hukum, yakni Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Kesediaan lima sekolah menyerahkan laporan penggunaan dana bantuan itu merupakan preseden yang baik. Ini pelajaran penting bagi sekolah-sekolah lain penerima dana BOS dan BOP. Mereka harus terbuka kepada masyarakat--dan para orang tua murid khususnya--jika ingin mengakses laporan penggunaan dana tersebut. Apalagi, total dana yang sumbernya dari anggaran negara ini tidaklah kecil. Pada tahun anggaran 2010-2011 dialokasikan Rp 20 triliun untuk BOS. Pada tahun-tahun sebelumnya, dana ini digunakan untuk mendukung pendidikan gratis, sedangkan kini targetnya untuk meringankan biaya pendidikan.
Hasil penelitian Bank Dunia menggambarkan bahwa transparansi penggunaan Bantuan Operasional Sekolah sangat rendah. Sebanyak 71,16 persen orang tua siswa tidak mengetahui laporan BOS. Hasil penelitian ini juga menyebutkan 89 persen orang tua siswa tidak berpartisipasi dalam perencanaan BOS. Ini berarti perencanaan dan penggunaan dana bantuan bersifat tertutup.
Ketertutupan seperti itu harus diakhiri. Kini, orang tua murid tak perlu segan-segan pula mempertanyakan penggunaan dana bantuan tersebut. Langkah ini akan mencegah penyelewengan dan korupsi dana pendidikan.
----------
ICW Tolak Berkas 5 SMP
Indonesia Corruption Watch menolak berkas pertanggungjawaban pengelolaan dana Bantuan Operasional Sekolah dan Bantuan Operasional Pendidikan dari lima sekolah. ICW menganggap lima bundel yang diberikan kemarin di kantor Komisi Informasi Pusat (KIP) bukan berkas yang ditunggu-tunggu untuk dibuka kepada publik.
"Mereka hanya menyerahkan kompilasi pembelian barang-barang BOP dan BOS untuk SMP terbuka," kata Febri Hendri, Koordinator Divisi Monitoring Layanan Publik ICW, kemarin. "Berkas yang diberikan hanya lima bundel, dan itu pun tidak dilengkapi dengan berita acara.
ICW berharap berkas berupa dokumen Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah 2007-2009 serta surat pertanggungjawaban pengelolaan dana BOS dan BOP periode yang sama segera dilengkapi. Seluruhnya dilengkapi dengan kuitansi.
"Kami tolak berkas mereka, karena informasi publik yang diberikan tidak sesuai dengan yang kami minta," kata Febri sambil berharap berkas dilengkapi dalam sepekan mendatang.
Henny S. Widyaningsih, Komisioner KIP Bidang Edukasi, Sosialisasi, dan Advokasi, membenarkan adanya penolakan itu. Sempat ada ketegangan karena penolakan tersebut. "Kalau dari mereka (kepala sekolah) kan inginnya diterima dulu, tapi ICW tidak menerimanya," ujarnya.
Kepala Sekolah Menengah Pertama Negeri 28 Jakarta Asadullah, satu dari lima kepala sekolah yang datang, menolak menanggapi penolakan itu. "Jangan tanya saya, tanya saja sama ICW," ujarnya.
Selain di SMPN 28, ICW mencurigai pengelolaan dana BOS dan BOP di SMPN 190, SMPN 95, SMPN 84, dan SMPN 67. Menurut ICW, ada selisih realisasi anggaran BOS pada sekolah miskin yang berinduk ke lima sekolah itu dengan penyaluran yang diterima. Dari dana sekitar Rp 5 miliar, sekitar Rp 500 juta belum disalurkan dan dicurigai sebagai indikasi terjadinya korupsi. l JAYADI SUPRIADIN
Sumber: Koran Tempo, 11 Agustus 2011