Ketua BPK Minta Bantuan BI Sponsori Undang-undang
Saya tidak pernah menerima uang dari BI.
Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Anwar Nasution ternyata pernah meminta bantuan Gubernur Bank Indonesia Burhanuddin Abdullah untuk menerbitkan suatu undang-undang. Permintaan ini dilakukan beberapa saat setelah kasus aliran dana bank sentral senilai Rp 100 miliar mencuat ke permukaan.
Hal itu terungkap dalam surat pribadi Anwar ke Burhanuddin pada 15 Juli 2007, yang salinannya diperoleh Tempo. Dalam surat itu Anwar menulis, Sebagai Ketua BPK, saya ingin mensponsori penerbitan Undang-Undang tentang Laporan Keuangan dalam rangka corporate governance reforms di Indonesia.
Anwar menjelaskan, buruknya kualitas informasi dalam laporan keuangan dan corporate governance merupakan salah satu penyebab krisis ekonomi 1997-1998. Perbaikan itu penting sebagai prasyarat bagi Indonesia untuk dapat memanfaatkan globalisasi.
Pembuatan undang-undang itu, menurut Anwar, akan dilakukan dengan bekerja sama dengan Departemen Keuangan, Kementerian Negara Badan Usaha Milik Negara, BI, Ikatan Akuntan Indonesia, dan instansi terkait. Untuk itu, sebagaimana Anwar menutup suratnya kepada Burhanuddin, Saya mengharapkan bantuan Anda.
Hingga berita ini diturunkan, Burhanuddin belum bisa dimintai tanggapan. Namun, Deputi Gubernur BI Budi Rochadi membenarkan adanya surat dari Anwar tersebut. Ia juga mengatakan bahwa maksud surat tersebut diduga menyangkut permintaan sejumlah dana. Masih ada kok suratnya, katanya kepada Tempo, Rabu lalu. Menurut Budi, surat itu tak ditanggapi BI.
Saat ditanya soal ini, Anwar mengaku tak ingat. Ia lalu membenarkannya setelah disodori fotokopi surat. Tapi saya tidak pernah menerima uang dari BI, ia menyergah saat diwawancarai Tempo, Senin lalu.
Dia menegaskan surat itu bukan permintaan dana, melainkan sekadar mengajak pihak-pihak terkait untuk bekerja sama memperbaiki standar laporan keuangan. Kerja sama kan bukan hanya duit, kata Anwar.
Kalau menyangkut urusan dinas, lantas kenapa Anwar menggunakan kop surat pribadi?
Anwar menjelaskan, ajakan itu memang dilakukannya dulu secara pribadi. Di kantor ini (BPK) biasa melakukan itu, ujar Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia itu.
Patut dicatat, Anwar mengirim surat ini delapan bulan setelah ia melaporkan skandal BI ke Komisi Pemberantasan Korupsi. Pada 14 November 2006, Anwar mengirimkan laporan rahasia ke KPK mengungkapkan adanya dugaan penyimpangan dana Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) senilai Rp 100 miliar. Dari dana itu, Rp 31,5 miliar di antaranya diduga mengalir ke sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat periode 1999-2004, dan selebihnya ke aparat penegak hukum.
Dalam kasus ini Burhanuddin bersama Direktur Hukum BI Oey Hoey Tiong dan Kepala BI Surabaya Rusli Simanjuntak telah ditetapkan sebagai tersangka. Termasuk mereka, 18 pejabat dan mantan pejabat BI bersama mantan anggota DPR yang kini menjabat Wakil Gubernur Jambi, Antony Zeidra Abidin, dan anggota Komisi Keuangan DPR, Hamka Yamdu, telah masuk daftar cegah tangkal.
Saat ditanyakan apakah permintaan dana ini terkait dengan kasus BI, Anwar membantah dengan tegas. Semula saya tidak tahu kasus ini. Setelah di sini (BPK), saya baru tahu, katanya. SETRI YASRA | EKO NOPIANSYAH | AGUS SUPRIYANTO | KARANIYA DHARMASPUTRA
Sumber: Koran Tempo, 3 Maret 2008
-------------
Di Mana Peran Sang Guru Besar
Mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia Anwar Nasution berulang kali menyangkal tudingan dia mengetahui penggunaan dana Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) untuk sejumlah kepentingan Bank Indonesia. Namun, setumpuk dokumen yang diterima Tempo menunjukkan Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia itu ikut serta dalam proses pengambilan keputusan untuk penggunaan dana tersebut.
2003
13-17 Maret
Tiga mantan Direktur BI, Hendro Budiyanto, Paul Sutopo, dan Heru Soepraptomo, mengajukan pinjaman masing-masing Rp 5 miliar kepada pemimpin Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia.
20 Maret
Rapat dewan gubernur (RDG) setuju memberikan bantuan kepada tiga mantan anggota direksi itu. Peserta rapat: Syahril Sabirin, Anwar Nasution, Miranda Goeltom, Aulia Pohan, Bunbunan Hutapea, Maman Somantri, Oey Hoey Tiong (notulis).
22 & 24 April
RDG setuju memberikan bantuan masing-masing Rp 5 miliar untuk mantan Gubernur BI Sudradjad Djiwandono dan mantan Direktur Iwan Prawiranata.
17 Mei
Burhanuddin Abdullah menggantikan Syahril sebagai Gubernur BI.
3 Juni
RDG meminta YPPI menyediakan Rp 100 miliar untuk kebutuhan insidental dan mendesak: bantuan hukum, mengamankan pembahasan revisi Undang-Undang BI, dan memulihkan citra. Peserta: Burhanuddin Abdullah, Aulia Pohan, Bunbunan Hutapea, dan Aslim Tadjudin.
22 Juli
RDG memutuskan suntikan modal kepada YPPI Rp 100 miliar. Peserta: Burhanuddin Abdullah, Anwar Nasution, Aulia Pohan, Maulana Ibrahim, Maman Somantri, Bunbunan Hutapea, dan Rusli Simanjuntak. Panitia Sosial Kemasyarakatan dibentuk dengan koordinator Aulia dan ketua Rusli.
2004
15 Januari
DPR mengesahkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia, yang merupakan amendemen dari UU Nomor 23 Tahun 1999, setelah empat tahun dibahas
2005
9 Mei
BPK melansir hasil audit atas Laporan Keuangan Tahunan Bank Indonesia 2004 yang memberikan catatan: laporan keuangan BI wajar. Namun, dalam audit itu mencuat sejumlah pemeriksaan BPK atas BI yang berkaitan dengan Komisi IX DPR, antara lain tentang penyelesaian tambahan BLBI sebesar Rp 14,4 triliun dan masalah penggunaan uang YPPI.
2006
1 Juni
Ketua BPK Anwar Nasution dan Burhanuddin bertemu di ruang kerja Anwar di kantor BPK selama 30 menit membahas penyelesaian masalah penggunaan dana YPPI. BI menyatakan penyelesaian dilakukan dengan pemberian kompensasi berupa tanah BI kepada YPPI dalam bentuk hak pinjam pakai.
14 November
BPK melaporkan temuan aliran dana YPPI yang berindikasi korupsi dan penyuapan kepada KPK dan Kejaksaan Agung.
5 Desember
Burhanuddin berkirim surat kepada Anwar menindaklanjuti pertemuan 1 Juni dan menyatakan telah melaksanakan penyelesaian dana YPPI.
8 Desember
Anwar membalas surat Burhanuddin dan menyatakan tidak tahu-menahu soal itu, apalagi menyetujui soal penyelesaian dana YPPI.
2007
15 Juli
Anwar mengirimkan surat pribadi kepada Burhanuddin untuk meminta bantuan guna penerbitan UU Laporan Keuangan yang disponsori Anwar. (Menurut Anwar, permintaan ini tidak mendapat tanggapan)
Anne L Handayani
Sumber: Koran Tempo, 3 Maret 2008
---------
Anwar Nasution, Ketua Badan Pemeriksa Keuangan
Cara Kau Ambil Uang Kurang Elok
Mantan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia ini menjadi tokoh penting dalam karut-marut skandal penggunaan dana Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) oleh Bank Indonesia.
Mantan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia ini menjadi tokoh penting dalam karut-marut skandal penggunaan dana Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) oleh Bank Indonesia. Dari lembaga yang dipimpinnya kini, Badan Pemeriksa Keuangan, terungkap dana itu disebar ke sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan aparat hukum. Saat duit itu dimainkan, sejatinya Anwar masih bertugas di bank sentral. Bahkan dia beberapa kali ikut dalam rapat dewan gubernur yang membahas pemakaian dana yayasan itu. Bagaimana sebenarnya peran Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia ini dalam kasus tersebut? Senin pekan lalu, Karaniya Dharmasaputra, Mohamad Teguh, Anne L. Handayani, Setri Yasra, dan Agus Supriyanto mewawancarai Anwar secara khusus di ruang kerjanya. Dia didampingi dua auditor, Soekoyo dan Nyoman. Berikut ini petikannya.
Bagaimana kelanjutan kasus dana YPPI?
Buat kami, kasus ini sudah selesai. Sebagai teman, saya sudah kasih mereka (BI) satu setengah tahun untuk membereskan. Selama itu pula saya minta auditor BPK mengecek terus karena ini kasus gila.
Memang boleh BPK kasih waktu sampai satu tahun lebih?
Maka itu saya katakan satu tahun adalah waktu untuk menangani persoalan karena ini masalah besar. Karena itu, jangan bikin seenaknya. Ini kasus serius.
Ini berlaku juga untuk institusi lain, PLN misalnya?
O iya sama. Kasus rekening liar juga begitu.
Berapa lama dikasih waktu menyelesaikan?
Tergantung mereka (auditor BPK) mendalami persoalan itu.
Apa tidak ada aturan batasan waktu?
Ada. Dalam Undang-Undang BPK disebutkan, sebulan setelah ditemukan kasus, wajib melaporkannya kepada pihak yang berwajib. Tapi kan kami harus yakin betul apakah ini ada pelanggaran atau tidak.
Anda membahas ini dengan Gubernur BI Burhanuddin Abdullah?
Saya panggil Burhanuddin ke sini. Dia datang dan duduk di situ (jari Anwar menunjuk sofa tempat Burhanuddin duduk). Saya bilang, Kau Oey (Hoey Tiong, Direktur Direktorat Hukum BI) ahli hukum, kau Rusli (Simanjuntak, Kepala Biro Gubernur) akuntan. Kau harus tahu bagaimana bereskan itu. Cara kau ambil uang itu kurang elok. Manipulasi pembukuan. Hanya itu yang saya katakan.
Akhirnya dibereskan dengan cara uang itu dianggap sebagai pembayaran ongkos sewa tanah dan bangunan YPPI ke Bank Indonesia?
Itu yang saya katakan. Dasarnya apa? Jangan selesai main bola, baru bikin aturannya.
Penyelesaian ini bukan dibikin Anda?
Bagaimana saya bisa bikin.
Maksudnya, atas persetujuan Anda dari beberapa pertemuan dengan orang BI?
Baca surat saya itu (surat kepada Gubernur BI, 8 Desember 2006). Surat resmi itu. Kasar bahasanya. Saya katakan, Itu hanya imajinasi Anda.
Anda tidak mengusulkan bentuk penyelesaian?
Ada, saya cuma bilang bereskan secara hukum dan akuntansi. Bentuk riilnya, mereka yang harus mencari.
Yang beres secara hukum dan akuntansi itu yang bagaimana?
Maka itu, mana kontraknya? Bayarlah itu. Itu jelas sesuatu yang salah. Kalau sudah dibayar, saya punya kuasa sebagai Ketua BPK mengatakan bahwa ini sudah dibayar, tidak ada kerugian negara.
Anda minta uang Rp 100 miliar itu dikembalikan?
Saya katakan bereskan dengan cara yang sesuai dengan aturan hukum dan akuntansi BI.
BI bilang tidak ada pos untuk urusan itu?
Saya tidak tahu. Kenapa datang uang dari YPPI juga saya tidak tahu. Baru dari mereka (menunjuk Nyoman dan Soekoyo) saya tahu kalau ada pemakaian uang yayasan. Selama ini (sebagai Deputi Gubernur Senior BI) saya cuma dibohongi.
Tapi dari rapat 20 Maret 2003 (zaman Gubernur BI Syahril Sabirin) diketahui ada pemakaian dana YPPI Rp 15 miliar. Anda ikut tanda tangan rapat itu?
Iya, gini. Coba lihat di rapat Dewan Gubernur itu..., saya sudah lupa waktu itu. Tapi, seingat saya, selama zamannya Pak Syahril, dalam rapat yang saya ikuti, sumbernya itu selalu dari anggaran BI.
Pada dokumen disebutkan dananya dari YPPI?
Justru itu, saya tidak tahu lagi dokumen itu. Seingat saya, untuk keperluan bantuan hukum dan diseminasi, BI punya anggaran tidak terbatas. Jadi ngapain harus cari sumber lain.
Dalam kasus ini fungsi BPK menjadi mirip BPKP, memberi saran bagaimana menyelesaikan masalah. BPK bukan auditor murni?
Kami tetap auditor. Menyelesaikan masalah adalah bagian dari rekomendasi BPK dan tugas auditor.
Duit YPPI kabarnya dipakai juga untuk membiayai Anda menjadi Ketua BPK?
Nggak tahu, nggak tahu saya. Waktu mau menjadi Deputi Gubernur Senior BI, satu sen pun saya tidak keluar uang. Untuk pemilihan Ketua BPK, baru setelah diumumkan menang, mereka ajak saya minum-minum di Hotel Hilton (sekarang Hotel Sultan). Lalu saya bilang, Kalau cuma begini, dosen pun sanggup bayar. Ya, saya yang bayar. Ha-ha-ha....
Pada 15 Juli 2007 Anda mengirimkan surat pribadi ke Burhanuddin. Ini surat apa? (Tempo menunjukkan sebuah surat kepada Anwar)
(Anwar menyimak dokumen yang disodorkan Tempo) Ah, saya sudah lupa surat itu.
Ini bukankah permohonan dana?
Saya tidak pernah terima uang dari BI. Bahwa governance mereka perlu kita perbaiki, yes. Tapi saya tidak pernah terima uang dari BI.
Jadi surat ini konteksnya apa?
Maka itu saya lupa. Jelas bahwa di sini untuk mendesain.... Ooo..., untuk mendesain Undang-Undang Laporan Keuangan bersama BI, BUMN, Departemen Keuangan, dan Ikatan Akuntasi Indonesia.
Tujuan meminta bantuan apa?
Kerja sama antara mereka. BI kan mengawasi perbankan, Depkeu mengawasi akuntan. Kami menemukan, laporan akuntan publik itu banyak sekali yang buruk. Inilah yang perlu diperbaiki.
Yang diminta hanya bantuan kerja sama?
Iyalah, kerja sama kan bukan hanya duit. Jangan cuma pikirin duit-duit. Satu sen pun tidak ada.
Anda tidak terima uang?
Tidak ada.
Bagaimana kelanjutan surat Anda itu?
Tidak ada reaksi. Dari dia (Burhanuddin) tidak ada reaksi, dari yang lain sama saja.
Kenapa surat Anda bersifat pribadi, tanpa kop BPK, padahal ini urusan dinas?
Ya... (dengan suara teramat pelan) untuk melakukan perbaikan ini, ajaklah dulu secara pribadi. Di kantor ini biasa melakukan itu.
Sejauh mana BPK meyakini ada penyuapan dari BI ke DPR, jaksa, dan hakim?
Kawan-kawan (auditor) ini bukan penyidik. Itu menurut pengakuan si Rusli dan yang lain. Pengakuan mereka kami catat. Lalu kami sampaikan ke penegak hukum untuk ditindaklanjuti. Barangkali betul, barangkali tidak betul. Bisa saja uang itu dikantongi oleh Rusli. Bisa saja dia ngomong bayar ini bayar itu tapi ternyata tidak. Bukan kami menuduh, tapi ini sekadar memberikan temuan. Ndak ada unsur tuduhan. Kita tidak boleh menuduh-nuduh.
Kabarnya, uang itu juga untuk mensponsori Anda menerima gelar datuk dari Sumatera Barat?
Ah, bohong itu. Kau tanya Ishadi (Ishadi S.K., Direktur Utama Trans TV) dan Chairul Tanjung, bos Grup Para (pemilik Trans TV). Saya bilang ke mereka, ini ada permintaan masyarakat Sumatera Barat, aku nggak punya duit. Bagaimana kalian pikirkan itu. Lantas Ishadi bilang: Oh, kalau Sumatera Barat kita buat very colourful. Saya kira ndak ada urusan dengan itu.
Sumber: Koran Tempo, 3 Maret 2008
-------------------------
Berita terkait:
KPK-lah Yang Paling Tepat untuk Memproses
Lemhanas Dukung ICW
Diduga terkait dengan Pemilihan Gubernur BI
BI Bantah Langgar Tentang Anggaran
Aliran Dana BI ke DPR Sesuai Aturan
KPK Didesak Geledah Bank Indonesia
Dana Bank Indonesia ke DPR Dianggap Korupsi
KPK Periksa Bukti Aliran Dana ke DPR
KPK Harus Selidiki Aliran Dana BI ke DPR
BI Kucurkan Rp3,8 Miliar untuk Anggota DPR
Dugaan Suap: BI Dinilai Kaburkan Kasus Dana ke DPR
BPK Siap Gelar Audit Investigasi
Agung Persilakan BPK Lakukan Audit Investigasi
Menyingkap Tradisi Suap Parlemen
Anwar Nasution: Jumlahnya Fantastis
BI Tebar Rp 31,5 Miliar ke DPR
Gubernur BI Bungkam Soal Dugaan Suap ke Dewan
DPR Larang Pemerintah Kucurkan Dana Legislasi
Pimpinan DPR Dukung BK Usut Aliran Dana dari BI
KPK Selidiki Kucuran Dana BI ke DPR
Wakil Gubernur Jambi Diduga Terima Dana BI
Eks Anggota Dewan Sangkal Terima Suap BI
Pejabat BI Tolak Jelaskan Dana ke DPR
Mempersoalkan RUU 'Pesanan'
Mantan Anggota DPR Diduga Terima Aliran Dana BI
Dugaan Suap BI ke Parlemen; KPK Mulai Periksa Pejabat Bank Indonesia
Giliran Miranda Diperiksa KPK
Aliran Dana BI ke DPR; BK DPR Akan Panggil ICW
Giliran Miranda Diperiksa KPK
Aliran Dana ke Penegak Hukum; Anwar Nasution Akui Kirimkan Laporan BPK soal BI ke KPK
Aliran Dana BI; Usut Juga Para Pengacara dan Mafia Peradilan
Jaksa BLBI Bantah Terima Uang Suap dari BI
Badan Kehormatan Panggil Bekas Pejabat BI
Partai-partai Minta Suap BI Diungkap
Ketua BK Ingin Tutup Kasus Aliran Dana BI
Dana BI untuk Kejaksaan Diduga lewat Perantara
KPK Panggil Anggota DPR Terkait Kasus BI
Advokat Tak Tahu Aliran Dana; Soal BI Jangan Diselesaikan Adat
Aliran Dana BI; KPK Sebaiknya Fokus ke DPR
Wawancara: Koalisi tidak Didanai Khusus
Aliran Dana BI; Antony ZA Bantah Laporan BPK
Hasil audit laporan keuangan BI 2004 tidak dilaporkan BPK karena berisiko
SP3 BLBI Terancam Dibatalkan; Hendarman: Bila Terkait Dana Bantuan Hukum, Kasus Soedrajad Dibuka Lagi
Golkar Semestinya Percaya kepada BK DPR
KPK Diminta Sita Dokumen BI; BK DPR Tak Terganggu Langkah Partai Golkar
KPK Panggil Gubernur Bank Indonesia
Kalla Minta Kader Golkar Penerima Dana BI Diusut
KPK dan DPR Usut Aliran Dana BI
Aliran Dana Diyakini Ada; KPK Akan Teruskan Pengusutan Kasus Dana BI
BI Harus Bentuk Tim Pengusut Suap ke DPR
Aliran Dana BI; KPK dan DPR Bertukar Amunisi
Walaupun Sulit, BK Mampu Tuntaskan
Skenario Tutup Kasus BI; Tiga Mantan Direktur BI Terima Rp 15 Miliar
KPK Periksa Mantan Direktur Pengawasan BI
Kepala Biro Arsip DPR Dimintai Keterangan
Periksa Pula Lembaga BI; Jangan Hanya DPR yang Dikejar
Anwar Sebut Nama Pejabat BI; Minta KPK Usut Aktor Utama Kasus Aliran Dana Rp 100 M
Anwar Tahu Dana BI ke DPR di BPK; Uang YPPI Tak Dimasukkan ke Kas
Anwar Harus Dilindungi; Ketua BPK Pernah Minta BI untuk Selesaikan Dana YPPI
KPK Fokus Periksa Dana BI ke DPR; Hari Ini Pemeriksaan Anwar Nasution
Kasus Aliran Dana Ilegal Rp 100 M; Gubernur BI Tersangka Korupsi