Ketua DPRD Akui Jadi Tersangka
Ketua DPRD Kabupaten Sidoarjo Arly Fauzi, mengaku masuk daftar sebagai salah satu tersangka dugaan kasus korupsi di DPRD Sidoarjo periode 1999-2004 senilai Rp 20,1 miliar.
Arly mengetahui kalau dirinya masuk daftar tersangka, setelah diberi tahu rekan anggota legislatif yang menerima surat panggilan sebagai saksi.
Dalam lampiran surat panggilan saksi, ada dua kelompok masing-masing ada keterangan dkk (dan kawan-kawan). Saya masuk salah satu kelompok sebagai tersangka, diurutan sembilan. Tapi saya sendiri belum pernah melihat surat itu, ungkap Arly di hadapan beberapa wartawan, Senin (27/12).
Namun Arly mengakui, kalau ia sama sekali belum menerima surat pemeriksaan dari Kejari baik sebagai saksi maupun tersangka. Sebaliknya dirinya menyerahkan kelanjutan pengusutan korupsi ini kepada penegak hukum.
Kepala Kejaksaan Negeri Sidoarjo, Suhardi menegaskan pihaknya akan memanggil lagi enam orang untuk dimintai keterangan sebagai saksi, terkait kasus dugaan korupsi tersebut.
Kita sudah memeriksa 20 orang saksi. Proses ini terus berlanjut dengan pemanggilan enam saksi baru, yang merupakan pengembangan dari kasus Utsman Ihsan. Namun sampai saat ini, kami belum melakukan pemeriksaan terhadap tersangka, kata Suhardi di kantornya, Senin (27/12).
Kasie Intel Kejari Sidoarjo, Arif menambahkan keenam saksi yang dipanggil tahap kedua ini akan diperiksa Kamis (30/12). Namun Arif tidak bersedia menyebutkan nama enam orang saksi yang bakal dipanggil lusa.
Alasannya agar pemeriksaan berjalan lancar. Dari pemeriksaan saksi tahap pertama, tim penyidik yang berjumlah delapan orang, Senin (27/12) menggelar evaluasi di Kejaksaan Tinggi Negeri Surabaya.
Ditanya kapan berkas Imron Syukur dilimpahkan ke pengadilan, Arief menyebut menunggu kondisi Imron sehat. Memang selama ini kita terkendala dengan kondisinya yang sakit, karena diajak komunikasi saja sulit. Namun Kamis (23/12) lalu dia sudah menandatangani berkas pelimpahan dari penyidikan ke penuntutan. Nah, sekarang tinggal menunggu kesembuhan Imron untuk kemudian kita limpahkan ke pengadilan, urai Arief.
Menurut Arief, dengan menjadi tahanan rumah, justru bakal merugikan Imron. Pasalnya, penghitungan tahanan rumah, dengan tahanan rutan berbeda. Tiga hari di rumah sama dengan satu hari di lapas. Jadi seandainya nanti vonis antara Imron dengan Agus sama, tentunya Agus akan keluar lebih dulu, tutur Arif.
Tersangka Imron Syukur, sejak Jumat (24/12) pukul 13.00 WIB statusnya dialihkan dari tahanan rutan menjadi tahanan rumah. Dia dipindah dari Paviliuan Anggrek 20 RSUD Sidoarjo ke rumahnya di kawasan Tanggulangin.
Proses pengusutan korupsi sebesar Rp 20,1 miliar di DPRD Sidoarjo ini, telah memvonis mantan Ketua DPRD periode 1999-2004, H Drs Utsman Ihsan SH dengan vonis 8 tahun penjara. Sedangkan dua mantan pimpinan dewan, Imron Syukur dan Agus Sutego, saat ini dalam status tahanan Kejari.
Sementara itu, kelanjutan proses pengusutan korupsi tersebut, telah menetapkan beberapa tersangka baru. Salah satunya adalah Tri Endroyono yang ditetapkan sebagai tersangka, setelah Kejaksaan Negeri Sidoarjo, menerbitkan pemanggilan saksi Print-2852/0.530/Fd.1/12/2004 tertanggal 16 Desember.
Presidium Parliament Watch Sidoarjo (Parwasid), Hariyadi mengatakan, mekanisme yang diambil Kejari Sidoarjo dengan mengalihkan status Imron Syukur dari tahanan rutan menjadi tahanan rumah sesuai ketentuan hukum yang ada.
Meski begitu, Hariyadi meminta agar kejari memberikan penjelasan yang sejujurnya kepada masyarakat, terkait pengalihan status tersebut.
Biasanya tahanan rumah itu ada batas waktunya, hal seperti inilah kejari harus memberikan penjelasan termasuk jaminan apa yang diberikan agar Imron tak lari, kata Hariyadi, Minggu (26/12).
Hariyadi juga mengingatkan, meski saat ini Imron menjadi tahanan rumah, bukan berarti menggugurkan tuntutan. Ini sebetulnya kan penghormatan atas hak-hak tersangka yang sakit, dan dalam proses penyembuhan, imbuhnya. (es/ery)
Sumber: Surya, 28 Desember 2004