Ketua DPRD Payakumbuh Tetap Ditahan [07/06/04]
Polda Sumatra Barat (Sumbar) belum mengabulkan penangguhan penahanan Ketua DPRD Kota Payakumbuh Chin Star karena masih dibutuhkan untuk pemeriksaan dalam kasus dugaan korupsi APBD Kota Payakumbuh Tahun Anggaran 2003, senilai Rp215 juta.
Hal itu dikatakan Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Sumbar, Ajun Komisaris Besar Langgo Simalango kepada Media di Padang, kemarin. Pemeriksaan Chin Star, kata Langgo, belum final. Untuk itu penyidik masih membutuhkan Chin Star. ''Apakah diterima atau ditolak lihat saja nanti setelah pemeriksaan,'' ujar Langgo.
Penangguhan penahanan yang diajukan istri Chin Star dan Dewan, menurut Langgo, boleh-boleh saja, tetapi tidak harus dikabulkan. Kasus Chin Star masih perlu pengembangan lebih lanjut.
Apalagi, kata Langgo, ketika menjawab 86 pertanyaan yang diajukan, diduga kuat nilai korupsi membengkak. Guna pengembangan, dalam waktu empat hari ini, beberapa anggota DPRD diperiksa dalam kasus sama.
Ketua DPRD itu ditahan di kantor polda sejak Rabu (2/6). Chin Star tersangka korupsi APBD Kota Payakumbuh 2003 senilai Rp215 juta.
Kasus Banten
Sementara itu, pengusutan kasus dugaan penyelewengan dana proyek sistem informasi kependudukan (simduk) Kabupaten Pandeglang oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten dipertanyakan berbagai kalangan. Sebab, hingga kini penyelewengan dana Rp2 miliar yang berasal dari APBN 2002 itu belum juga dilimpahkan ke pengadilan, padahal Februari 2004 kejati sudah menetapkan dua calon tersangka.
''Berapa lama sih kejati merampungkan kasus tersebut. Kok belum ada tanda-tanda dilanjutkan ke pengadilan,'' ujar Razid Chaniago, praktisi hukum di Banten dan juga staf pengajar Fakultas Hukum Universitas Tirtayasa, Serang, kemarin.
Menurut Razid, berlarut-larutnya penyelesaian kasus tersebut berdampak negatif terhadap citra Kejati Banten dalam upaya penegakan supremasi hukum. Karena itu, dia mendesak Kejati Banten segera menindaklanjuti dan melimpahkannya ke pengadilan.
''Demi citra Kejati Banten, tidak ada cara lain kecuali menindaklanjuti kasus ini hingga ke pengadilan. Jika tidak, masyarakat tentu berprasangka buruk terhadap aparat kejaksaan,'' kata Razid.
Sedangkan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, saat ini dirasakan kekurangan jaksa untuk menangani dan mengusut berbagai kasus tindak pidana korupsi yang terjadi di wilayah itu. Akibatnya, berbagai kasus tindak pidana korupsi, belum sepenuhnya diusut.
Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi (Wakajati) Aceh Teuku Zakaria mengungkapkan itu kepada Media Sabtu (5/6) lalu. (BH/BV/HP/X-6)
Sumber: Media Indonesia, 7 Juni 2004