Ketua MA Usul Seleksi Hakim Agung Dievaluasi
Masak sampai menelan biaya Rp 4 miliar.
Ketua Mahkamah Agung Bagir Manan mengatakan proses seleksi hakim agung pada tahun mendatang perlu dievaluasi agar bisa menjadi lebih baik. Sebab, proses seleksi yang sudah berjalan beberapa waktu lalu terlalu panjang dan menguras energi.
Selain itu, biayanya juga sangat mahal. Masak sampai menelan biaya Rp 4 miliar. Lebih baik uang tersebut diberikan kepada masyarakat, kata Bagir di Semarang kemarin. Dia berharap proses seleksi yang akan datang tidak memakan waktu sampai setahun.
Rencananya, Komisi Hukum hari ini akan menggelar sidang paripurna untuk menetapkan 6 dari 18 calon hakim agung yang menjalani uji kelayakan dan kepatutan. Keenam nama yang lulus uji untuk menjadi hakim agung pada Jumat lalu itu adalah Hatta Ali, Komariah E. Sapardjaja, Mukhtar Zamzami, Zaharuddin Utama, Mohammad Saleh, dan Abdul Gani Abdullah.
Meski proses seleksi yang menghasilkan 6 nama hakim agung baru terlalu lama dan memakan biaya tinggi, menurut Bagir, secara prosedural telah sesuai. Kalau Komisi Yudisial tidak puas dengan hasil seleksi, ini agak ganjil, katanya.
Berkaitan dengan pembenahan di tubuh Mahkamah Agung, Bagir mengungkapkan, pada 2006 pihaknya telah menindak dan memberi sanksi kepada 16 hakim agung yang dinilai melakukan tindak penyimpangan. Bahkan, hingga pertengahan 2007, lembaga peradilan tertinggi ini telah memberhentikan tiga pegawai karena melakukan penyimpangan. Penyimpangan itu seperti menerima suap, melakukan perbuatan yang tidak baik, dan lain-lain. Pokoknya banyak penyebabnya, kata Bagir.
Saat ini Mahkamah Agung juga tengah mengadili beberapa hakim yang bermasalah. Tapi Bagir enggan menyebutkan nama hakim yang dimaksud itu. Langkah ini dilakukan agar pembaruan birokrasi, rekrutmen, dan administrasi bisa berjalan lancar, ujarnya. Menurut Bagir, pembaruan birokrasi tidak hanya soal perbaikan surat-menyurat, tapi juga lebih ke kualitas sumber daya manusianya.
Dalam kesempatan yang sama, Bagir mengemukakan tentang kebutuhan hakim di lembaga peradilan tinggi. Kebutuhan ini berkaitan dengan banyaknya jumlah hakim tinggi yang memasuki masa pensiun. Jumlahnya lebih dari 100 hakim, katanya. Hakim-hakim tinggi ini, kata dia, sebenarnya sudah pensiun pada 2004. Tapi, karena ada aturan baru yang mengatakan bahwa hakim tinggi pensiun pada umur 65 tahun, pensiunnya baru dilakukan tahun ini. Rofiuddin
Sumber: Koran Tempo, 10 Juli 2007