Kinerja DPR Kini Makin Buruk Saja
Kinerja Dewan Perwakilan Rakyat periode 2009-2014 tak lebih baik dibandingkan dengan periode sebelumnya. Bahkan, bagi pengamat hukum tata negara, Refly Harun, kinerja DPR saat ini jauh lebih buruk dibandingkan dengan kinerja DPR periode sebelumnya pada tahun pertama periodenya.
Hal ini terlihat dari kerja legislasi yang mandul dan tak mencapai target, pengawasan yang overacting tetapi tak substansial, serta fungsi penganggaran (budgeting) termasuk wilayah abu-abu yang sering diwarnai transaksi gelap. Dari target merampungkan 70 rancangan undang-undang (UU), DPR periode ini hanya mampu menyelesaikan 16 UU.
”Di sisi lain di tengah kinerja yang sedemikian buruk, DPR meminta reward berupa gedung baru. DPR sedang mempertontonkan paradoks,” kata Refly, Sabtu (9/4) di Jakarta.
Padahal, ujar Refly, DPR periode ini seharusnya mampu bekerja lebih dibandingkan dengan periode sebelumnya. Pasalnya, fasilitas untuk anggota DPR sekarang lebih baik dari sebelumnya. Setiap anggota DPR memiliki satu atau dua staf ahli dan ajudan. Pada tahun pertama DPR periode sebelumnya, staf ahli baru ada di tingkat fraksi. Tahun pertama, DPR periode 2004- 2009 dapat menghasilkan UU dalam jumlah yang lebih kurang sama dengan yang dihasilkan DPR saat ini.
Di bidang pengawasan, Refly menilai DPR terlalu overacting. Ia menduga ada kepentingan yang bermain di balik pelaksanaan fungsi pengawasan itu.
Tanpa pengawasan
Zaenal Arifin Mochtar, Direktur Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, juga menilai DPR sekarang tidak layak lagi menjadi wakil rakyat. DPR membuat garis demarkasi yang jelas antara suara rakyat dan suara DPR. Aspirasi rakyat tidak pernah sampai dan didengarkan.
Zaenal mengakui buruknya mekanisme di DPR. DPR saat ini seperti melaju sendirian, tak memiliki lembaga pengawas. Tidak ada sistem check and balances untuk kebijakan yang diambil secara kelembagaan. Karena itu, dia mengusulkan pembentukan sistem check and balances secara internal, yaitu dengan memfungsikan kamar kedua atau Dewan Perwakilan Daerah dalam fungsi legislasi, pengawasan, dan penganggaran. Pengawasan yang bisa dilakukan hanya pengawasan yuridis oleh Komisi Pemberantasan Korupsi serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan. Namun, keduanya hanya terkait dengan tindak pidana, bukan kebijakan.
Psikolog sosial dari Universitas Indonesia, Bagus Takwin, juga mengakui, perilaku wakil rakyat yang buruk kian memperburuk wajah dan kinerja DPR. Sementara tiga tugas DPR, yaitu legislasi, pengawasan, dan penganggaran, justru terbengkalai.
”Wibawa DPR kian merosot, bahkan dilecehkan. Rakyat selalu melihat DPR secara negatif,” ucap Bagus. (ana/iam)
Sumber: Kompas, 11 April 2011