KKN di TNI Masih Ada, tetapi Sporadis
Walau jumlahnya sedikit dan terjadi secara sporadis, Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono mengakui, praktik-praktik korupsi, kolusi dan nepotisme masih ada dan bisa terjadi di tubuh institusi TNI.
Pernyataan tersebut disampaikan Juwono seusai menutup seminar internasional ”Indonesia 2025: Tantangan Geopolitik dan Keamanan” di Departemen Pertahanan.
Juwono dimintai tanggapan mengenai isi buku mantan Panglima Kodam IX/Udayana Letjen (Purn) Sintong Panjaitan, Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando, yang dalam salah satu babnya menyebutkan kehancuran Indonesia, termasuk ABRI (TNI), akibat praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), terutama nepotisme dan feodalisme.
”Barangkali ada di satu dua tempat, seperti terkait perekrutan atau pengadaan. Saya akui di Dephan pun masih ada permainan begitu, tetapi intensitasnya sudah kurang,” ujar Juwono.
Dengan begitu, Juwono Sudarsono mengaku yakin sekitar 90 persen kondisi yang ada sekarang di TNI sudah jauh lebih baik dari empat tahun sebelumnya. Menurut dia, praktik KKN dan feodalisme pada masa pemerintahan lalu terjadi karena struktur dan sistemnya masih sangat sentralistik.
Secara terpisah, staf pengajar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, Edy Prasetyono, mengaku sepakat dengan tulisan Sintong dalam bukunya, terutama terkait penegasan TNI dirusak oleh praktik KKN pada masa Orba.
”Padahal, semua tindakan TNI, secara moral dan nilai, harus berdasarkan Sapta Marga dan Sumpah Prajurit. Selain itu, secara operasional dan kelembagaan, TNI harus selalu didasari rantai komando,” tambah Edy.
Saat ditanya apakah praktik KKN masih ada di tubuh atau lingkungan TNI, Edy mengaku yakin hal seperti itu sudah tidak ada lagi. (DWA)
Sumber: Kompas, 13 Maret 2009