Koalisi Pendidikan Waspadai RAPBN 2009
Bertempat di gedung Indonesia Corruption Wacth (ICW), Jum’at (15/08) sekitar jam 10 pagi, koalisi pendidikan yang terdiri dari ICW, FITRA dan perwakilan orang tua siswa menyelenggarakan konferensi pers guna menyikapi RAPBN 2009 terkait pemilu 2009. Konferensi yang dimoderatori oleh Ade Irawan (ICW) ini lebih menyikapi prioritas anggaran dari sejumlah kementrian/ lembaga. Sejak 2005 Depdiknas menempati urutan pertama yang memperoleh alokasi anggaran disusul Departemen pertahanan.
Pada 2009, anggaran dephan berada di urutan ketiga setelah pekerjaan umum (PU). Namun demikian, sebetulnya dalam lima tahun terakhir termasuk pada RAPBN 2009, anggaran pertahanan dan keamanan yang direpresentasikan alokasi untuk Dephan dan Polri memperoleh alokasi anggaran terbesar ketimbang kementrian/ lembaga lain, bahkan bila dibandingkan alokasi dana pendidikan dan kesehatan.
Berdasarkan data yang dihimpun FITRA, pada 2009 anggaran bidang pertahanan dan keamanan (Dephan, Polri, BIN) mencapai 19,9 persen dari anggaran kementrian/ lembaga atau sebesar 61,8 triliyun yang atinya lebih tinggi tiga kali lipat dari anggaran kesehatan yang mendapat porsi anggaran 6,2 persen setara dengan 19,4 trilyun. Tentunya kenaikan anggaran yang signifikan dari bidang pertahanan dan keamanan terkait penyelenggaraan pemilu 2009 mendatang. Anggaran yang dialokasikan dalam rangka pengamanan pemilu 2009 untuk TNI sebesar Rp.400 miliyar, BIN 400 miliyar dan Polri 1,8 Trilyun atau tiga kali lebih besar dari anggaran untuk kesehatan ibu dan anak yang hanya Rp.500 milyar.
Sebuah sinyalemen kuat bahwa pada 2009, negara lebih memprioritaskan kekuatan pertahanan dan keamanan negara ketimbang memenuhi hak-hak dasar warga terutama di bidang pendidikan dan kesehatan. Terlebih saat ini pemerintah tengah merealisasikan 20 persen anggaran pendidikan seiring banyaknya desakan dari berbagai pihak atas realisasi anggaran tersebuit. Namun menurut Roy (FITRA), desakan tersebut tidak akan bermakna kepada dunia pendidikan itu sendiri. Menurutnya, yang terpenting adalah bagaimana pelayanan pendidikan itu lebih baik dan putusan-putusan yang dikeluarkan menjawab masalah-masalah pendidikan. Karena selama ini, lanjutnya, kurang lebih 4-5 tahun terakhir masalah akses perolehan pendidikan oleh masyarakat masih saja sulit. ”Persentase 20% ini jangan-jangan hanya kebohongan belaka, yang mana 20 persen ini bukan semuanya untuk pelayanan pendidikan. Namun terindikasi akan ada pengurangan-pengurangan untuk gaji guru, belanja operasional yang lainnya, akhirnya akan mempengaruhi belanja untuk pendidikan yang semestinya,” jelasnya.
Dalam kesempatan itu koalisi menuntut DPR untuk membuka proses pembahasan anggaran RAPBN 2009. Karena proses pembahasan anggaran yang tertutup membuka peluang terjadinya korupsi anggaran yang belakangan banyka melibatkan anggota DPR. Kedua, merubah prioritas anggaran dari orientasi kepada pertahanan dan keamanan ke arah pemenuhan hak-hak dasar warga terutama bidang pendidikan dan kesehatan yang berkualitas. Ketiga, pagu indikatif yang diberikan kementrian lembaga, tidak lagi bersifat incremental (kenaikan anggaran setiap tahun). Maka perlu dilakukan punishment kepada kementrian/ lembaga yang memiliki kinerja buruk termasuk yang memperoleh disclaimer laporan keuangan berdasar hasil audit BPK. (NORMAN SENJAYA-RATNA)