Kode Etik Melarang Jaksa Beri Keterangan kepada Publik

Batasan larangan itu harus diperjelas.

Jaksa dilarang memberikan keterangan kepada publik kecuali terbatas pada hal-hal teknis perkara yang ditangani. Keterangan itu pun sebatas perkara yang ditangani pada tahap persidangan. Ketentuan ini tertuang dalam kode etik jaksa sebagai bagian dari paket pembaruan kejaksaan yang diluncurkan Jaksa Agung Hendarman Supandji kemarin.

Paket pembaruan itu terdiri atas enam Peraturan Jaksa Agung, yakni peraturan tentang sistem rekrutmen calon jaksa, pembinaan karier, pendidikan dan latihan, kode etik perilaku jaksa, standar minimum profesi jaksa, serta penyelenggaraan pengawasan. Peraturan ini dibuat untuk memperbaiki kultur, disiplin kinerja, dan etika profesi jaksa, kata Hendarman.

Keenam peraturan jaksa ini akan disosialisasi pada Agustus nanti dan diuji coba mulai Oktober sampai Desember 2007. Kemudian dievaluasi pada Januari 2008, kata Wakil Ketua Jaksa Agung Muchtar Arifin.

Beberapa perubahan yang terdapat dalam pembaruan itu di antaranya terlihat dalam sistem rekrutmen. Kejaksaan akan proaktif mendatangi bibit-bibit unggul calon jaksa di perguruan tinggi. Kejaksaan juga membatasi ujian penyaringan calon jaksa maksimal dua kali. Padahal sebelumnya tidak ada ketentuan pembatasan ujian penyaringan calon jaksa.

Mengenai larangan kepada jaksa untuk memberi keterangan, mantan Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh mengatakan, sepanjang berkaitan dengan data, jaksa boleh menginformasikan kepada publik. Pendapat yang tidak boleh, kata dia.

Abdul Rahman mencontohkan jaksa harus selalu menggunakan asas praduga tak bersalah. Karena itu, tidak boleh menyebutkan bahwa seorang tersangka pasti bersalah. Jaksa juga dilarang memberi respons jika ada advokat yang menyatakan jaksa ngawur. Itu kan opini, nanti kalau dibalas jadi rumit lagi, katanya.

Ketua Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia Hasril Hertanto mengingatkan perlu ketentuan yang jelas tentang pembatasan pemberian informasi jaksa kepada publik. Harus diperjelas batasan pelarangan pemberian informasi kepada publik, kata Hasril. Masak menyebutkan siapa tersangka saja tidak boleh?

Menurut Hasril, jika jaksa tidak diperkenankan memberikan informasi kepada publik, dikhawatirkan jaksa tidak independen. Nanti semua tergantung pimpinan, kata dia. Namun, Hasril sepakat jika jaksa harus menutupi barang bukti dan saksi dalam gugatan. Khawatir barang buktinya nanti dimanipulasi dan saksinya diteror. Rini Kustiani

Sumber: Koran Tempo, 24 Juli 2007

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan