Komisioner KY Benarkan Kesaksian Muzayyin; Busyro Muqoddas Akui Pernah Diberi Tahu soal Uang Rp 10 M
Komisioner Komisi Yudisial membenarkan bahwa dalam rapat pleno 25 Juli 2007 Irawady Joenoes pernah menyebutkan dia didatangi Freddy Santoso. Masih menurut Irawady, dalam rapat pleno itu, Freddy sempat menawarkan uang Rp 10 miliar kepadanya.
Ketua Komisi Yudisial (KY) Busyro Muqoddas dan anggota KY Soekotjo Soeparto kepada Kompas, Sabtu (5/1), di Jakarta, membenarkan kesaksian Sekretaris Jenderal KY Muzayyin Mahbub dalam sidang di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi sehari sebelumnya.
Muzayyin dalam sidang itu menyebutkan, dalam rapat pleno 25 Juli 2007, Irawady pernah mengatakan didatangi Freddy dan ditawari uang Rp 10 miliar. Namun, kata Muzayyin, komisioner yang lain saat itu tak menanggapi (Kompas, 5/1).
Busyro menjelaskan, Memang benar Pak Irawady menceritakan hal seperti itu dalam rapat pleno 25 Juli itu. Kami diam saja karena pada rapat pleno 4 Juli 2007 sudah diputuskan, pengadaan tanah KY tidak boleh diurusi komisioner KY, tetapi hanya diurus panitia pengadaan. Dalam rapat 4 Juli itu, kami sudah berkomitmen seluruh jajaran KY, termasuk komisioner, tidak boleh melakukan mark up (penggelembungan) dan menerima komisi.
Soekotjo menambahkan, Kami diam saja karena Pak Irawady biasa bluffing (menggertak). Jadi, ya kami diam saja. Belum tentu juga benar apa yang dikatakan.
Soekotjo melanjutkan penjelasannya, Lagi pula kami tidak menanggapi karena pada pertemuan sebelumnya sudah ditegaskan, dalam pengadaan tanah KY tidak ada yang namanya mark up atau upeti seperti itu. Saya tidak percaya jika Freddy berencana memberikan uang itu karena kalau dilihat harganya kan sesuai dengan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP). Kalau Freddy memberikan Rp 10 miliar, dia bisa rugi. Kecuali, kalau harganya sudah di-mark up, kata Soekotjo.
Soekotjo pun menampik, dalam pertemuan itu komisioner KY menyetujui tanah di Jalan Kramat Raya No 57 milik Freddy Santoso. Ia juga menjelaskan kronologi pencarian tanah KY.
Coba dilihat teliti kronologinya. Rapat itu tanggal 25 Juli 2007. Dalam rapat pleno itu, kami tidak jadi memutuskan tanah di Jalan Kramat Raya. Kami lalu mencari alternatif tanah lain. Karena tanah lain ternyata bermasalah dan tak sesuai NJOP, akhirnya kembali ke tanah Jalan Kramat Raya. Baru pada 28 Agustus 2007 kami menetapkan memilih tanah Jalan Kramat Raya. Jadi, dalam rapat pleno 25 Juli 2007 itu tak diputuskan membeli tanah KY itu, kata Soekotjo. (VIN)
Sumber: Kompas, 7 Januari 2008