Kompol Arafat Divonis Lima Tahun Penjara
Vonis Hakim Lebih Berat daripada Tuntutan Jaksa
Karir Kompol M. Arafat Enanie di kepolisian bakal segera berakhir. Kemarin (20/9) terdakwa dalam kasus mafia pajak Gayus Halomoan Tambunan tersebut divonis lima tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel). Putusan itu lebih berat daripada dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) yang meminta pengadilan menghukum Arafat empat tahun.
"Terdakwa terbukti berkali-kali melakukan tindak pidana korupsi. Sebagai penegak hukum dan mantan anggota PPATK, seharusnya terdakwa memberikan contoh untuk berbuat baik," ucap ketua majelis hakim Haswandi saat membacakan putusan.
Selain dua pertimbangan tersebut, majelis hakim menganggap tindak kriminal yang dilakukan oleh Arafat termasuk kejahatan extraordinary (luar biasa). "Terdakwa telah mencoreng institusi sendiri," tegas Haswandi. Hakim menjerat anggota polisi berpangkat satu melati di pundak tersebut dengan dakwaan alternatif kedua yang menggunakan pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Selain hukuman penjara, majelis menjatuhkan denda Rp 150 juta subsider empat bulan penjara. Arafat pun harus gigit jari lantaran beberapa barang mewah miliknya disita negara. Yakni, motor Harley-Davidson jenis ultra classic pemberian Alif Kuncoro dan Toyota Fortuner seharga Rp 340 juta. Menurut hakim, mobil bernopol B 555 WT itu adalah hasil korupsi.
Sebab, selama sidang terdakwa tidak bisa menunjukkan bukti bahwa mobil tersebut dibeli dengan uang dari penghasilan resmi. Hakim mengatakan, selama sidang Arafat hanya menunjukkan bukti pembelian mobil dalam bentuk fotokopi. Namun, rumah di Telaga Golf Blok C-19 No 2 Cluster Espanola Sawangan, Depok, seharga Rp 557 juta dikembalikan kepada Arafat.
Dalam surat putusan itu, hakim menguraikan bahwa Arafat telah berkali-kali melakukan tindak pidana korupsi yang terkait dengan kasus mafia pajak Gayus. Misalnya, dari Haposan Hutagalung, pengacara Gayus, dia menerima Rp 2 juta, USD 2.500, dan USD 3.500.
Selanjutnya, dari Roberto Santonius, konsultan pajak yang juga menjadi terlapor dalam perkara Gayus, dia mendapatkan uang Rp 100 juta. Uang tersebut diberikan setelah Roberto tidak ditetapkan sebagai tersangka rekening yang diblokir penyidik telah dibuka. Uang itu diterima Arafat pada akhir September 2009 di halaman parkir Senayan City.
Hakim juga mengabaikan pengakuan Arafat bahwa dirinya tertekan saat menjalani pemeriksaan. Arafat beralasan, saat dimintai keterangan dirinya dikawal beberapa personel gegana dan para jenderal. "Tapi, terdakwa tidak bisa membuktikan pengakuan itu di sidang," ucap Haswandi.
Bahkan, yang mengejutkan, hakim mengatakan tidak menemukan hal-hal yang bisa meringankan tersangka. "Tidak ditemukan dalam sidang," terang Haswandi. Pengunjung sidang lantas bergemuruh. Mereka heran terhadap ucapan hakim tersebut.
Arafat pun geram karena divonis dengan hukuman maksimal. "Kenapa saya terus? Seluruh atasan saya disebut-sebut. Itu sangat berat," tutur Arafat. Bahkan, dia mempertanyakan fakta-fakta di sidang yang menyeret nama jaksa Cirus Sinaga dan Fadil Regan. "Itu tidak adil. Saya akan banding," tegas dia.
Sementara itu, penyuap Arafat, Alif Kuncoro, kemarin juga divonis di PN Jaksel. Namun, hukumannya jauh lebih ringan. Yakni, satu tahun enam bulan dengan denda Rp 50 juta subsider dua bulan penjara.
Alif divonis telah melanggar pasal 13 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Majelis hakim yang dipimpin Min Trisnawati menyatakan Alif bersalah karena telah terbukti menyuap penyidik Kompol Arafat.
Dalam surat putusan yang dibacakan, majelis hakim yakin bahwa fakta-fakta dalam sidang menunjukkan pemberian motor oleh Alif kepada penyidik itu sebagai bentuk suap. Alif memberikan motor tersebut kepada Arafat dengan harapan adiknya yang bernama Imam Cahyo Maliki tidak dijadikan tersangka dalam kasus penggelapan oleh Gayus.
"Arafat menyatakan boleh (mau) kalau ditawari Harley," ucap Min saat membacakan surat putusan. Alif membayar uang muka pembelian Harley-Davidson bertipe ultra classic itu Rp 20 juta pada September 2009. Dua bulan kemudian, dia membayarkan uang Rp 390 juta untuk melunasi pembelian dan meminta motor tersebut dikirim ke rumah Arafat di kawasan Sawangan.
Selain itu, hakim yakin bahwa yang berinisiatif memberikan motor itu adalah Alif. Sedangkan yang diberi adalah seorang penegak hukum. Penyuapan itu disebut sempurna lantaran Alif telah membayar uang muka serta melunasi pembelian sehingga motor akhirnya digunakan oleh Arafat. "Itu sempurna," tutur Min.
Menurut hakim, hal yang memberatkan Alif, terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas korupsi. Namun, ada juga beberapa hal yang dianggap telah meringankan putusan tersebut. Yakni, Alif dinilai telah kooperatif dan mengakui segala tindakannya.
Selain itu, Alif menyuap karena sangat khawatir jika adiknya ditetapkan sebagai tersangka. "Dia takut atas apa yang akan dialami adiknya," tambah dia. Alif, yang dihukum lebih ringan daripada Arafat, menyatakan akan pikir-pikir untuk mengajukan banding. "Fifty-fifty (mengajukan banding atau tidak, Red)," kata kuasa hukum Alif, M. Yasin, setelah sidang.
Namun, dia menyatakan kecewa terhadap majelis hakim yang tidak mempertimbangkan keterangan saksi ahli untuk tindak pidana, Rudi Satrio. Menurut Rudi, melakukan tindak pidana karena terpaksa bisa menjadi alasan pembenar bagi seseorang untuk mendapatkan keringanan hukuman.
Di bagian lain, sidang dengan terdakwa Gayus juga berlangsung di PN Jaksel. Agenda sidang adalah pembacaan eksepsi (keberatan atas tuntutan jaksa). Dalam pembacaan eksepsi itu, Adnan Buyung Nasution selaku ketua tim kuasa hukum Gayus mengatakan, sebenarnya selain kliennya tersebut, ada pihak yang lebih besar dan berperan dalam kasus itu.
Memang dalam pembelaannya, kuasa hukum Gayus menerangkan proses masuknya uang Rp 24 miliar ke rekening kliennya. Dia menyatakan bahwa PT Kaltim Prima Coal (KPC) memberikan USD 500 ribu untuk tunggakan pajak. Lalu, PT Bumi Resource menyerahkan USD 500 ribu untuk pajak 2004. Selain itu, gabungan dari KPC dan Atrumin memberikan USD 2 juta untuk sunset policy tunggakan pajak.
Ditemui setelah sidang, Adnan mengatakan, seharusnya dengan sidang kliennya tersebut bisa terungkap pelaku-pelaku lain yang berlevel lebih tinggi. "Seharusnya, penegak hukum bisa mengungkapkan uang Rp 28 miliar di rekening Gayus milik siapa saja. Saya menduga ada orang besar di balik itu semua," ucapnya. (kuh/c11/iro)
Sumber: Jawa Pos, 21 September 2010