Korupsi Alat Kesehatan; KPK Dalami Dugaan Suap untuk Politikus
Demokrat mempersilakan proses hukum berjalan.
Komisi Pemberantasan Korupsi mengaku sedang mendalami dugaan suap terhadap tiga politikus dalam korupsi pengadaan alat kesehatan di Departemen Kesehatan pada 2007. "Kami masih mendalami fakta persidangan," kata juru bicara KPK, Johan Budi S.P., kemarin.
Menurut Johan, fakta persidangan yang sedang didalami adalah keterangan para saksi dan terdakwa. KPK akan mengembangkan penyelidikan terhadap fakta sekecil apa pun yang muncul dalam persidangan. "Itu berguna untuk melakukan penyelidikan lanjutan," ujar Johan.
Dalam persidangan atas nama terdakwa Sjafii Ahmad, jaksa menyebutkan tiga nama politikus yang diduga ikut menerima uang dari terdakwa. Mereka adalah petinggi Partai Demokrat Max Sopacua dan dua politikus Partai Golkar, Asiah Salekan serta Charles Jonas Mesang.
Menurut jaksa, Sjafii, bekas Sekretaris Jenderal Departemen Kesehatan, memberi Max uang Rp 45 juta untuk pembayaran mobil Honda CRV. Sjafii juga memberi Salekan Rp 35 juta dan Mesang Rp 90 juta. Duit itu diberikan Sjafii sekitar 2007-2008 ketika Max, Salekan, dan Mesang duduk di Komisi Kesehatan DPR.
Jaksa menyebutkan, duit yang dibagikan terdakwa bersumber dari Budiarto Maliang, Komisaris PT Kimia Farma. Budiarto memberikan cek pelawat (traveler's cheque) Mandiri dan cek multiguna BNI kepada Sjafii dengan total Rp 8,98 miliar. Cek itu merupakan imbalan karena PT Kimia Farma, perusahaan milik negara, itu dimenangkan dalam tender alat roentgen di Departemen Kesehatan.
Sjafii didakwa bersama Budiarto Maliang dan Edi Suranto, bekas Direktur Jenderal Bina Kesehatan Departemen Kesehatan. Mereka dituduh menggelembungkan nilai proyek sehingga negara merugi Rp 9,4 miliar. Sjafii juga didakwa menerima suap dari Budiarto.
Sejauh ini, Max Sopacua belum menanggapi tuduhan dalam surat dakwaan itu. Tanggapan datang dari Ketua DPP Partai Demokrat bidang pemberantasan korupsi, Didi Irawadi Syamsuddin. "Biarkan hukum berjalan sebagaimana mestinya. Kami tidak akan melindungi apabila kelak ada kader partai yang terbukti melakukan korupsi," kata Didi melalui layanan pesan singkat kemarin.
Lalu, sanksi apa yang disiapkan Demokrat? Menurut Didi, partainya masih memakai asas praduga tak bersalah. "Karena itu, fakta-fakta dan bukti-bukti akan dipelajari," ujar Didi.Sandy Indra Pratama | Amirullah
Sumber: Koran Tempo, 8 Desember 2010