Korupsi BI; Burhanuddin Mengaku Bukan Inisiator Dana BI

Mantan Gubernur Bank Indonesia Burhanuddin Abdullah mengatakan, ia bukan inisiator aliran dana Bank Indonesia sebesar Rp 100 miliar.

”Seharusnya ditelusuri usulan yang disampaikan Aulia Tantowi Pohan yang menyebutkan adanya kebutuhan dana,” kata Burhanuddin saat membacakan nota pembelaan (pleidoi) dalam sidang Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (15/10).

Majelis hakim yang dipimpin Gusrizal ini juga mendengarkan replik jaksa penuntut umum dan duplik tim kuasa hukum Burhanuddin. Menurut rencana, pada 29 Oktober 2008 majelis hakim Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi akan membacakan putusan atas perkara ini.

Burhanuddin mengatakan, jaksa penuntut umum telah membangun logika seakan-akan ia telah beritikad tidak baik dengan merangkaikan potongan-potongan peristiwa, yaitu rapat dengar pendapat dengan Komisi IX DPR yang membutuhkan dana dan Rapat Dewan Gubernur, 3 Juni 2003.

”Bukankah kehadiran saya dalam dengar pendapat tersebut merupakan agenda Komisi IX DPR yang sudah ditetapkan sebelumnya? Pihak yang diundang dengar pendapat adalah Gubernur BI dan Menteri Keuangan sehingga siapa pun Gubernur BI dan Menteri Keuangan saat itu pasti menghadirinya kalau tidak ada halangan yang luar biasa,” kata Burhanuddin.

Aulia Pohan

Menurut Burhanuddin, pembicaraan penyelesaian Bantuan Likuiditas Bank Indonesia saat itu sama sekali tidak membahas kebutuhan dana.

”Demikian pula, begitu Saudara Aulia Pohan menyampaikan informasi kebutuhan dana, kiranya sudah cukup terang bahwa saya bukan inisiatornya. Kenapa Saudara Aulia Pohan datang dengan usulan itu, tentu bisa ditelusuri apakah itu gagasannya sendiri atau gagasan pihak lain,” ujar Burhanuddin.

Burhanuddin juga menyayangkan mengapa Rapat Dewan Gubernur yang terjadi sebelum dia menjabat Gubernur BI dengan pokok bahasan yang sama tidak menjadi bahan pertimbangan.

”Bantuan hukum kepada mantan gubernur dan mantan direksi BI telah terjadi pada era sebelumnya dan ketika saya memulai menjabat Gubernur BI sudah dicairkan atau diuangkan. Lebih ekstrem lagi, sebelum diputuskan Rapat Dewan Gubernur 22 Juli, Saudara Aulia Pohan dan Saudara Maman Sumantri sudah mencairkan dana sehingga pada posisi ini saya adalah pejabat baru yang menerima estafet putusan dari era sebelumnya,” kata Burhanuddin. (VIN)

Sumber: Kompas, 16 Oktober 2008

--------

Burhanuddin Abdullah Tak Menyangka Karirnya Berakhir Tragis

Burhanuddin Tepis sebagai Otak Kasus BI

Mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) Burhanuddin Abdullah tidak terima dituntut delapan tahun penjara. Terdakwa kasus aliran dana Bank Indonesia (BI) itu menganggap bobot tuntutan tersebut berlebihan. Sebab, dia tidak merasa sebagai inisiator dalam pengucuran dana Rp 100 miliar tersebut.

Sikap Burhanuddin itu terungkap dalam materi pembelaan (pleidoi) berjudul ''Membangun Citra, Meningkatkan Kinerja. Materi pleidoi setebal 35 halaman itu awalnya dibaca Burhanuddin, yang kemudian dilanjutkan tim pengacaranya.

Dalam sidang 8 Oktober lalu, jaksa penuntut umum (JPU) menuntut mantan Menko Perekonomian itu delapan tahun penjara plus denda Rp 500 juta. Menurut JPU, Burhanuddin terbukti bersalah karena memperkaya sejumlah mantan pejabat BI dan sejumlah anggota DPR. Burhanuddin dianggap merugikan negara Rp 100 miliar. Perbuatan tersebut dilaksanakan bersama-sama dengan Oey Hoey Tiong dan Rusli Simanjuntak serta anggota Dewan Gubernur BI lainnya, yaitu Aulia Tantowi Pohan, Bun Bunan Hutapea, dan Aslim Tadjudin.

Dalam pleidoinya, Burhanuddin berusaha mengetuk hati para hakim. Dia juga panjang lebar memaparkan keberhasilannya memimpin bank sentral. ''Selama hampir lima tahun saya bersama dengan seluruh anggota dewan gubernur berusaha membangun citra,'' jelasnya. Di antaranya, stabilitas ekonomi yang terjaga dengan baik, pertumbuhan ekonomi yang signifikan, dan pelunasan utang lembaga moneter internasional IMF yang lebih cepat dari jatuh tempo.

Bukan hanya itu, dia juga mengungkapkan menggondol banyak penghargaan sebagai banker berprestasi. ''Akan tetapi, di ujung pengabdian, saya menelan derita mendekam di tahanan yang hingga hari ini lebih dari 6 bulan,'' terangnya.

Sebagian pembelaan Burhanuddin itu juga menceritakan rekam jejak keluarganya yang mengutamakan hidup sederhana. Termasuk, di awal karirnya hingga menduduki jabatan puncak di BI.

Dia menyatakan tidak pernah membayangkan karirnya berakhir di kursi terdakwa. ''Saya bertanya-tanya, sejahat itukah saya sehingga dituntut hukuman badan begitu lama,'' ujarnya.

Padahal, satu rupiah pun tidak pernah ada yang masuk ke kantongnya. ''Mengapa saya harus menanggung keputusan yang diambil rapat dewan gubernur (RDG),'' tambahnya. ''Apakah saya dikorbankan atau dipahlawankan untuk sesuatu yang lebih besar, saya tidak tahu. Yang saya tahu, saya menjadi terdakwa karena jabatan gubernur Bank Indonesia (BI),'' urainya.

Dia mengungkapkan, dalam tuntutan JPU disebutkan telah beriktikad tidak baik, yaitu terlibat dalam hearing dengan Komisi IXDPR, kemudian ditindaklanjuti RDG 3 Juni 2003. ''Yang pasti, pembicaraan penyelesaian BLBI saat itu tak membicarakan kebutuhan dana,'' ucapnya.

Dia juga sedikit menyindir Aulia Pohan. ''Demikian pula, begitu Saudara Aulia Pohan menyampaikan informasi kebutuhan dana, kiranya sudah cukup terang bahwa saya bukan inisiatornya,'' ucapnya.

''Mengapa Saudara Aulia Pohan datang dengan usul itu tentu bisa ditelusuri apakah itu gagasan sendiri atau pihak lain,'' tambahnya.

Dia juga menyebutkan, hampir semua saksi membenarkan bahwa Burhanuddin bukan inisiator RDG pada 3 Juni 2003. ''Bukankah saat saya masuk sebagai gubernur BI anggota dewan gubernur yang lain sudah mengambil kebijakan, yang kemudian dilanjutkan setelah saya menjadi gubernur BI,'' ujarnya.

Pengacara Burhanuddin, M. Assegaf, mengungkapkan bahwa dugaan korupsi Rp 100 miliar yang dialamatkan ke kliennya tidak terbukti. Alasannya, dana yang dimaksud bukan termasuk keuangan negara. ''Kekayaan Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) itu termasuk kekayaan sendiri,'' jelasnya. Bahkan, kekayaan yayasan tidak termasuk sebagai aset BI.

Assegaf juga menyebutkan bahwa unsur melawan hukum yang diungkapkan JPU juga tidak terbukti. Penyebabnya, hearing DPR, kemudian RDG, itu merupakan perbuatan yang sah menurut hukum. ''Saya meminta majelis hakim memutuskan bahwa Burhanuddin Abdullah tidak bersalah dan membebaskannya dari surat dakwaan. Ini akan menjadi putusan bebas pertama dalam pengadilan tipikor,'' ucapnya.

Setelah pembelaan itu dibacakan, JPU Rudi Margono memberikan tanggapan (replik). Biasanya, jaksa meminta waktu kepada hakim untuk menyusun replik tersebut. Dia menyebutkan, tim jaksa tetap berpegang teguh terhadap dakwaannya. ''Karena itu, majelis harus mengabulkan semua tuntutan pidana yang kami mintakan,'' ucapnya.

Menanggapi itu, Assegaf menyatakan bahwa replik dari JPU tidak ada nilainya. ''Apa yang tidak tepat tidak diungkapkan jaksa. JPU juga tidak meminta waktu yang cukup untuk menyusun tanggapan,'' ungkapnya.

Dua minggu lagi (29/10) kasus yang melibatkan mantan Menko Perekonomian itu akan diputuskan. (git/agm)

Sumber: Jawa Pos, 16 Oktober 2008

---------------

Aulia Pohan Disebut Sebagai Inisiator Kasus BI

"Satu-satunya kesalahan saya adalah menjabat Gubernur Bank Indonesia."

Mantan Gubernur Bank Indonesia Burhanuddin Abdullah menyatakan bahwa Aulia Pohan, Deputi Gubernur BI saat itu, merupakan inisiator pencairan dana Rp 100 miliar dari Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia. Ia menyampaikan hal ini dalam nota pembelaannya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, kemarin. "Begitu Saudara Aulia Pohan menyampaikan informasi kebutuhan dana, kiranya sudah cukup terang bahwa saya bukan inisiatornya," ujarnya.

Burhanuddin dituntut hukuman 8 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan. Menurut Rudi Margono, jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi, ia telah terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan melanggar Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.

Jaksa menilai, Abdullah bersama Dewan Gubernur BI telah terbukti menggunakan dana milik YLPPI senilai Rp 100 miliar. Perbuatan terdakwa itu, menurut jaksa, dilakukan secara bersama-sama dengan anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia lainnya, yaitu Aulia Tantowi Pohan, Bun Bunan Hutapea, dan Aslim Tadjuddin. "Perbuatan ini dilakukan secara bersama-sama, meskipun perannya berbeda-beda," ujar Rudi saat itu.

Burhanuddin menambahkan, alasan Aulia menyampaikan usulan ihwal pencairan dana itu sudah bisa ditelusuri, apakah murni gagasan Aulia sendiri atau gagasan pihak lain.

"Satu-satunya kesalahan yang saya perbuat dalam kasus aliran dana Rp 100 miliar adalah menjabat Gubernur BI," kata Burhanuddin. "Sehingga saya yang harus bertanggung jawab dalam kebijakan yang dikeluarkan Bank Indonesia dalam kurun waktu 2003 sampai 2008."

Terdakwa merasa dikorbankan, saat itu, karena ia baru saja diangkat menjadi Gubernur Bank Indonesia menggantikan Sjahril Sabirin. "Saya baru diangkat pada 20 Mei 2003, sedangkan rapat Dewan Gubernur yang bermasalah itu dilakukan pada 22 Juni 2003, baru saja beberapa minggu saya menjabat," ujar Burhanuddin.

Sementara itu, Mohamad Assegaf, penasihat hukum Burhanuddin, dalam pembelaannya menyatakan unsur melawan hukum tidak terbukti dalam kasus tersebut. Sebab, kliennya ikut mengambil keputusan pada rapat Dewan Gubernur pada 3 Juni 2003 dan 22 Juli 2003, dan dengar pendapat dengan DPR merupakan perbuatan yang sah menurut hukum.

Selain itu, ia juga kembali menegaskan peran Aulia Pohan dalam kasus ini. "Seperti yang telah dijelaskan dalam nota pembelaan sebelumnya (yang disampaikan Burhanuddin)," kata Assegaf seusai sidang, "Yang mengajukan kebutuhan dana adalah Aulia Pohan."

Menanggapi pembelaan itu, jaksa tetap pada pendiriannya semula dan menuntut Burhanuddin bersalah telah melanggar Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. "Pembelaan yang disampaikan penasihat hukum tidak tepat dan tidak beralasan menurut hukum," ujar jaksa Rudi. DWI WIYANA | CHETA NILAWATY

Sumber: Koran Tempo, 16 Oktober 2008

 

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan