Korupsi Daerah Macet, Ada Satgas Penyidik
Awal tahun ini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membentuk satuan tugas baru. Mereka beranggotakan penyidik-penyidik berpengalaman. Namanya Satgas Koordinasi Supervisi (Korsup) Korupsi Daerah. Sesuai namanya, tugas mereka berkeliling ke daerah-daerah.
Kedatangan mereka bisa jadi akan membuat deg-degan para kepala daerah yang terindikasi korupsi. Sebab, tugas para penyidik itu sebenarnya berusaha menelusuri persoalan mandeknya penanganan kasus korupsi daerah oleh penegak hukum setempat.
Namun, tak tertutup kemungkinan juga mereka mengamati skandal yang melibatkan kepala daerah. ''Mereka kini terus bekerja. Tak ada berhentinya, kami juga sudah mendapatkan banyak laporan,'' ungkap Wakil Ketua KPK Chandra M. Hamzah kepada Jawa Pos.
Menurut Chandra, sebulan ke depan KPK akan bertandang ke beberapa daerah. Di sana mereka akan memperkuat koordinasi dengan penegak hukum setempat. ''Kami akan datangi aparat penegak hukum daerah. Apa kesulitannya menangani kasus korupsi. Solusinya bagaimana? Kami akan bantu,'' ungkapnya.
Korsup memang dibentuk awal tahun ini. Namun, prinsip kerja korsup sudah terlihat sejak awal. Salah satu yang paling menonjol adalah kasus penyidikan dugaan korupsi APBD Situbondo senilai lebih dari Rp 43 miliar. Saat itu, penegak hukum di daerah mengalami hambatan izin pemeriksaan Bupati Ismunarso dari presiden.
KPK kemudian berinisiatif menjemput bola menangani kasus tersebut. Sebab, selama ini pemeriksaan korupsi KPK tidak memerlukan izin orang nomor satu di negeri ini. Begitu diambil alih KPK, Ismunarso akhirnya ditahan.
Bukan hanya itu. KPK juga memindahkan penyidikan Wali Kota Manado Jimmy Rimba Rogi ke Jakarta. Jimmy diduga telah menyelewengkan anggaran daerah hingga Rp 48 miliar.
Khusus untuk korupsi daerah, jelas Chandra, tahun lalu KPK menarik kesimpulan bahwa mayoritas kasus korupsi daerah adalah skandal pengadaan barang dan jasa.
Tahun ini komisi tengah menyiapkan anatomi korupsi daerah laporan para anggota satgas tersebut. "Nanti anatomi korupsi daerah akan kami beber. Kesimpulannya bagaimana, kami belum tahu,'' ungkapnya.
Soal penanganan kasus korupsi daerah juga disorot Sekjen Transparency International Indonesia (TII) Teten Masduki. Menurut riset Barometer Korupsi Global (BKG) terhadap 500 responden di Jakarta dan Surabaya bahwa kasus korupsi justru banyak terjadi di parlemen. ''Kalau KPK turun ke daerah, itu namanya mencari kambing hitam, bukan sapi hitam,'' jelasnya. (git/kum)
Sumber: Jawa Pos, 15 Juni 2009