Korupsi Dephuk dan ham; Kejagung Sidik Korupsi Sisminbakum

Kejaksaan Agung menyidik dugaan korupsi di Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia. Korupsi itu berkaitan dengan Sistem Komputerisasi Administrasi Badan Hukum atau Sisminbakum yang diakses melalui situs http://www.sisminbakum.com sejak tahun 2001 hingga sekarang.

Perkara itu disidik Tim Satuan Khusus Penanganan Tindak Pidana Korupsi Bidang Teknologi Informasi yang diketuai Faried Harianto. Surat perintah penyidikan diterbitkan pada 13 Oktober 2008. Pekan depan jaksa memanggil saksi-saksi untuk dimintai keterangan.

Faried, didampingi Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung M Jasman Panjaitan, menjelaskan, pihak yang mendaftarkan badan hukumnya melalui Sisminbakum dikenai biaya pendapatan negara bukan pajak sebesar Rp 200.000 dan biaya akses sebesar Rp 1,35 juta.

”Kegiatan yang membebani masyarakat dalam bentuk apa pun harus didasari undang-undang. Untuk biaya akses atau access fee ini hanya didasari Surat Edaran Dirjen AHU (Administrasi Hukum Umum) tahun 2000,” kata Faried di Jakarta, Selasa (14/10).

Biaya akses itu ternyata tidak disetorkan ke kas negara. Sekitar 90 persen disetorkan ke PT SRD, yang melakukan kegiatan itu, dan 10 persen diserahkan ke Koperasi Pengayoman Dephuk dan HAM.

Dari jumlah yang disetorkan ke koperasi, ternyata hanya 40 persen yang benar-benar masuk, sedangkan 60 persen justru mengalir ke Ditjen AHU dan dibagi-bagikan. Padahal, biaya akses yang terkumpul dalam sebulan dapat mencapai Rp 5 miliar.

Menteri Hukum dan HAM Andi Mattalatta mempersilakan Kejagung mengusut dugaan korupsi dana Sisminbakum. Namun, ia meminta Kejagung segera menuntaskan pengusutannya dan jangan menggantungkannya.

Andi mengakui baru mendengar adanya kasus itu. Namun, ia sudah mendengar ada pihak yang diperiksa. ”Saya terbuka saja, apalagi ini untuk kepentingan negara. Silakan Kejagung mengusut kasus ini,” katanya. (idr/vin)

Sumber: Kompas, 15 Oktober 2008

---------------

Kejaksaan Usut Korupsi di Departemen Hukum dan HAM

Sepuluh pejabat dan mantan pejabat akan dipanggil pekan depan.

Kejaksaan Agung tengah mengusut kasus dugaan korupsi access fee atau biaya akses sistem administrasi badan hukum di Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Marwan Effendy menyatakan kasus tersebut sudah masuk tahap penyidikan. "Saya belum tahu siapa tersangkanya, tapi semua yang terlibat pasti akan diperiksa," ujar Marwan saat dihubungi kemarin.

Menurut Ketua Tim Penyidik Faried Harian, kerugian negara dalam kasus ini diduga mencapai Rp 400 miliar. "Uangnya tak disetorkan ke kas negara, tapi ke kas swasta dan dibagi-bagikan ke oknum di Direktorat Jenderal AHU (Administrasi Hukum Umum)," ujarnya.

Faried menjelaskan, sejak 2001 Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Departemen Hukum menerapkan layanan permohonan pemesanan nama perusahaan, pendirian, dan perubahan badan hukum dari notaris melalui situs http://www.sisminbakum.com. Dalam setiap layanannya, Direktorat mengenakan biaya akses sebesar Rp 1,35 juta.

Kebijakan itu, kata Faried, didasarkan pada Surat Edaran Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum pada 2000. "Surat edaran itu masih digunakan hingga sekarang," katanya. Menurut Faried, surat edaran Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum bertentangan dengan undang-undang. Dalam undang-undang, kata dia, setiap kegiatan yang mengutip dana masyarakat harus terdaftar sebagai penerimaan negara bukan pajak.

Faried mengatakan permohonan dari notaris se-Indonesia dalam satu hari bisa mencapai 200 permohonan. Sehingga, kata dia, diperkirakan duit yang diraup Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum sebelum 2007 mencapai Rp 5 miliar per bulan. Setelah 2007, jumlahnya berlipat menjadi Rp 9 miliar per bulan.

Namun, ia melanjutkan, biaya akses itu tidak masuk ke rekening kas negara, melainkan masuk ke rekening PT Sarana Rekatama Dinamika, perusahaan penyedia jasa aplikasi sistem administrasi badan hukum di Departemen Hukum. Perinciannya, 90 persen mengalir ke PT Sarana, 4 persen ke Koperasi Pengayoman (koperasi di Departemen Hukum), dan 6 persen masuk kantong pejabat di Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum.

Saat ini kejaksaan sudah melayangkan panggilan kepada sejumlah pejabat dan bekas pejabat di Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum untuk menjalani pemeriksaan. "Yang dipanggil lebih dari 10 orang," kata dia. Pemeriksaannya sendiri, tutur dia, akan dilakukan pekan depan.

Kejaksaan, ia menambahkan, belum menetapkan tersangka dalam kasus ini. "Sudah ada ancer-ancer, bisa kita perkirakan siapa orangnya," kata dia.

Saat dimintai konfirmasi mengenai kasus ini, Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum saat itu, Romli Atmasasmita, menyatakan tidak tahu-menahu. "Saya sedang berada di luar negeri, tanyakan kepada Dirjen AHU, Pak Syamsudin Sinaga. Saya sudah tidak tahu lagi perkembangannya," ujarnya dalam pesan pendek. ANTON SEPTIAN | TITIS SETIANINGTYAS

Sumber: Koran Tempo, 15 Oktober 2008

 

 

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan