Korupsi Depnakertrans; Vaylana Dharmawan Divonis 4 Tahun Penjara
Direktur Utama PT Suryantara Purnawibawa Vaylana Dharmawan divonis empat tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider tiga bulan kurungan.
Vaylana juga dihukum membayar uang pengganti Rp 1.965.398.255. Namun, uang itu dikompensasikan dengan uang yang dikembalikannya kepada penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi Rp 1.965.000.000 sehingga Vaylana hanya diminta mengembalikan Rp 398.255.
Demikian putusan yang dibaca secara bergantian oleh majelis hakim yang diketuai hakim Kresna Menon di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Selasa (24/3).
Vonis majelis hakim sama persis dengan tuntutan jaksa penuntut umum Muhibuddin dan Risma Ansyari yang dibacakan hari Selasa (24/2). Dalam putusannya, majelis hakim menyatakan tidak menerima nota pembelaan tim penasihat hukum terdakwa dan sependapat dengan jaksa.
Majelis hakim menilai terdakwa terbukti melakukan korupsi dalam proyek pengadaan peningkatan fasilitas mesin dan peralatan pelatihan sebagai tempat uji kompetensi untuk BLK Semarang, Serang, dan Lembang di Direktorat Jenderal Pembinaan dan Penempatan Tenaga Kerja Dalam Negeri (PPTKDN) di Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi tahun 2004.
Perbuatan terdakwa itu sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah UU No 20/2001 soal UU No 31/1999 tentang Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KHUP seperti dalam dakwaan primer.
Vaylana saat ditanya wartawan seusai persidangan menolak berkomentar. Adapun tim penasihat hukum terdakwa, Pieter Mattahilumual dan Nyoman Rae, menyatakan akan pikir-pikir dulu apakah akan mengajukan banding atau tidak.
Menurut Pieter, vonis terhadap Vaylana memang hukuman minimal. Namun, tim penasihat hukum mempertanyakan putusan majelis hakim yang tidak memberikan keringanan sedikit pun terhadap kliennya. Padahal, kliennya saat belum ditetapkan sebagai tersangka telah memiliki itikad baik menitipkan uang kepada KPK, Rp 1,965 miliar.
”Ini tidak obyektif. Masak penitipan uang itu tidak dinilai sebagai itikad baik. Kalau seperti ini, negara sendiri tidak memberikan respek atas itikad baik tersebut. Malah ditambah dendanya. Hukum itu kan bukan untuk balas dendam, tetapi supaya orang tidak mengulangi perbuatannya,” ujarnya. (SON)
Sumber: Koran Tempo, 25 Maret 2009