Korupsi di KBRI; Mantan Dubes China Ikut Bertanggung Jawab
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Marwan Effendy meminta tim penyidik segera memeriksa mantan Duta Besar Indonesia untuk China. Pemeriksaan itu berkaitan dengan dugaan korupsi di Kedutaan Besar Indonesia di China yang terjadi pada kurun waktu Mei 2000 hingga Oktober 2004.
Marwan menyampaikan hal itu kepada wartawan di Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (20/10).
Menurut Marwan, dua mantan dubes pada kisaran Mei 2000- Oktober 2004 adalah pihak yang bertanggung jawab dalam perbuatan yang menimbulkan kerugian negara tersebut. ”Duta besar pada era itu harus bertanggung jawab,” katanya.
Sebagaimana penjelasan Kejagung (Kompas, 11/10), korupsi dilakukan dengan memungut biaya kawat sebesar 55 yuan atau 7 dollar AS per orang atau per pemohon, yang dikenakan terhadap pemohon visa, paspor, dan surat perjalanan laksana paspor.
”Uang-uang ini, kan, seharusnya masuk ke kas negara. Tidak boleh digunakan untuk kepentingan pribadi,” ujar Marwan.
Pemasukan yang terkumpul dari penerimaan biaya kawat itu sebesar 10,275 juta yuan dan 9.613 dollar AS. Pungutan tersebut tidak dimasukkan ke kas negara sebagai penerimaan negara bukan pajak, tetapi digunakan, antara lain, untuk keperluan oknum Kedutaan Besar RI di China dan oknum-oknum lainnya.
Pungutan biaya kawat itu berdasarkan Keputusan Kepala Perwakilan Republik Indonesia untuk Republik Rakyat China di Beijing Nomor 280/ KEP/IX/ 1999 tentang Tarif Keimigrasian tanggal 24 September 1999.
Berdasarkan informasi yang diperoleh Kompas, surat keputusan Dubes Indonesia untuk China itu menjadi dasar pemungutan biaya kawat. Istilah biaya kawat adalah penggunaan teleks, telepon, atau faksimile dari China ke Jakarta. (idr)
Sumber: Kompas, 21 Oktober 2008