Korupsi di YPPI; Setelah 3 Tahun Bantuan Berubah Menjadi Pinjaman
Empat mantan pejabat Bank Indonesia, yang mendapat kucuran dana Rp 68,5 miliar dari Bank Indonesia dan Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia, mengaku dana tersebut tidak berkaitan dengan proses hukum perkara bantuan likuiditas Bank Indonesia yang mereka jalani.
Dana yang diterima pada tahun 2003 itu awalnya merupakan bantuan. Belakangan dinyatakan Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) sebagai pinjaman, menyusul adanya surat pengakuan utang atau akta pengakuan utang yang ditandatangani setelah tiga tahun kemudian, yakni tahun 2006.
Hal ini diungkapkan mantan Gubernur BI J Soedradjad Djiwandono, Paul Sutopo (mantan deputi gubernur), Iwan R Prawiranata (mantan deputi gubernur), dan Hendro Budianto (mantan direksi) saat diperiksa sebagai saksi di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Selasa (7/4).
Keempat mantan pejabat BI tersebut bersaksi bagi terdakwa Deputi Gubernur BI Aulia Tantowi Pohan dan tiga mantan Deputi Gubernur BI, Maman H Soemantri, Bunbunan EJ Hutapea, dan Aslim Tadjudin.
Semua saksi mengaku mendapatkan bantuan dana miliaran rupiah setelah mengajukan permohonan kepada Gubernur Bank Indonesia.
Paul mengaku menerima dana sebesar Rp 15 miliar, yang digunakan untuk keperluan diseminasi. Pinjaman pertama Rp 5 miliar sudah dilunasi, tetapi pinjaman kedua Rp 10 miliar baru dicicil Rp 50 juta.
Iwan menerima dana sebesar Rp 13,5 miliar, masing-masing Rp 6,5 miliar dan Rp 7 miliar. Sebagian dana itu disimpan Iwan di rekening pribadinya dalam bentuk deposito, sebagian lagi dibelikan aset. Iwan telah mengembalikan dana tersebut.
Hendro menerima dana sebesar Rp 15 miliar. Uang itu untuk kepentingan diseminasi. Pinjaman pertama Rp 5 miliar telah dikembalikan, tetapi pinjaman kedua Rp 10 miliar baru dicicil sebesar Rp 50 juta.
Adapun Soedradjad mengakui menerima total dana Rp 25 miliar. Sebesar Rp 5 miliar sudah dipotong untuk membayar pinjaman pertama sehingga tinggal Rp 20 miliar. Hingga kini Soedradjad baru mengembalikan sebesar Rp 300 juta. (SON)
Sumber: Kompas, 8 April 2009