Korupsi PLTU; Eddie Widiono Jadi Saksi di Kejaksaan
Mantan Direktur Utama PT PLN Eddie Widiono diperiksa jaksa Bagian Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung, Rabu (7/1). Ia menjadi saksi kasus dugaan korupsi proyek pembangkit listrik tenaga uap di Sampit, Kalimantan Tengah.
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Marwan Effendy membenarkan, jaksa memeriksa Eddie untuk mengetahui kerja sama pembangunan PLTU itu. Berdasarkan data yang dihimpun kejaksaan, meski berada di Kalteng, proyek tersebut tetap diketahui PT PLN pusat.
”Proyek ini kan ditandatangani kerja sama pembangunannya pada masa Eddie. Ia juga mengetahui soal surat perintah kerja. Jadi, kami akan tanyakan kepada dia,” kata Marwan.
Hingga pukul 18.00 Eddie masih diperiksa jaksa Arif Budiman di ruang pemeriksaan lantai dasar Gedung Bagian Tindak Pidana Khusus Kejagung.
Sebelumnya, penyidik Kejagung menetapkan dua tersangka dalam perkara korupsi pembangunan PLTU di Sampit. Mereka adalah Bramantyo dari PT Masesa dan Fahri Ahmad dari PT Karya Putra Powerin (KPP). Namun, hingga kini keduanya belum diperiksa. Marwan menjelaskan, sebenarnya jaksa sudah memanggil tersangka, tetapi mereka belum memenuhi panggilan pemeriksaan.
Proyek PLTU Sampit berawal saat PT PLN wilayah Kalimantan Tengah dan Selatan menandatangani nota kesepahaman (MOU) dengan PT KPP untuk proyek PLTU 2 x 7 megawatt di Sampit, Kalteng, pada 7 Mei 2003. Pada 15 Januari 2004 PT KPP dan PT PLN Kalteng-Sel menandatangani perjanjian pembelian tenaga listrik 2 x 7 megawatt.
Pada 6 Mei 2004 PT KPP mengajukan permohonan kredit ke Bank Mandiri Commercial Banking Center Jakarta-Thamrin sebesar Rp 69,371 miliar. Menurut Marwan, PT KPP tak memiliki kualifikasi untuk mengerjakan proyek tersebut. (idr)
Sumber: Kompas, 8 Januari 2009
------------------
Kejagung Seret Mantan Dirut PLN
Macetnya pembangunan Pembangkit Tenaga Listrik Tenaga Uap (PLTU) Sampit, Kalimantan Tengah, ikut menyeret mantan orang nomor satu di tubuh PLN. Kemarin (7/1) mantan Dirut PLN Eddie Widiono diperiksa Kejaksaan Agung terkait dugaan korupsi dalam pembangunan PLTU itu.
Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus) Marwan Effendy mengatakan, Eddie diperiksa dalam kapasitas sebagai saksi. "(Proyek) ini waktu era Pak Eddie. Dia mengetahui dan ada semacam SPK (surat perintah kerja) dari PLN," kata Marwan.
Marwan menjelaskan, kasus dugaan korupsi pembangunan PLTU Sampit itu bermula ketika PT Karya Putra Powerin (KPP) menerima satu proyek pembangunan. Hal itu diawali penandatanganan pembelian tenaga listrik sebesar 2 x 7 Megawatt dari PT KPP oleh PLN wilayah Kalimantan Selatan dan Tengah pada 15 Januari 2004.
Untuk melancarkan pembangunan PLTU tersebut, PT KPP mengajukan permohonan fasilitas kredit Bank Mandiri, Cabang Jalan Thamrin Jakarta senilai Rp 69,371 miliar pada 6 Mei 2004. "Dengan dasar itu (SPK, Red) Bank Mandiri mengucurkan dana," beber mantan kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jatim itu.
Setelah dana dari Bank Mandiri cair, lanjutnya, KPP juga bekerja sama dengan perusahaan lain untuk mempercepat proses pembangunan. Namun, hal itu hanya berjalan 20 persen. "Ternyata uangnya tidak digunakan untuk membangun sampai sekarang," ungkapnya lantas menyebut Gubernur Kalteng Teras Narang juga ikut komplin atas macetnya pembangunan PLTU itu.
Setelah diperiksa, Eddie enggan berkomentar banyak kepada wartawan seputar pertanyaan dari tim penyidik. Sambil menuju mobil Honda CRV Nopol B 1670 SV, Eddie mengaku tidak tahu tentang proyek PLTU Sampit. "Saya tidak pernah menandatangani SPK," katanya. (fal/iro)
Sumber: Jawa Pos, 8 Januari 2009