Korupsi Politik; Presiden: Politik Uang Bisa Hancurkan Demokrasi
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan, demokrasi di suatu negara tumbuh dan berkembang dengan baik jika prosesnya dilakukan dengan menghindari politik uang. Jika politik uang terjadi, hal itu bukan hanya mereduksi demokrasi atau kedaulatan rakyat, melainkan akan menghasilkan pemimpin pemerintahan yang melayani mereka yang membayar saja.
Presiden menyatakan hal itu pada Forum Ke-6 World Movement for Democracy di Jakarta, Senin (12/4). Dalam acara itu, Presiden cuma didampingi Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto dan Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo.
”Tantangan terbesar demokrasi sekarang adalah politik uang. Ini menjadi masalah di banyak negara. Demokrasi seperti itu pada akhirnya hanya melahirkan demokrasi yang artifisial dan mengurangi kepercayaan dan dukungan publik,” katanya.
Kalau kian besar politik uang, ujar Presiden, semakin sedikit aspirasi masyarakat yang diperjuangkan oleh pemimpin politik. Ia percaya praktik demokrasi seperti itu akan menghancurkan demokrasi itu sendiri.
”Untuk melawan politik uang ini, kita memerlukan strategi jangka pendek, menengah, dan jangka panjang,” tutur Presiden tanpa merincinya.
Keberatan Misbakhun
Secara terpisah, terkait grafis di halaman I (Kompas, 12/4), politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), M Misbakhun, menyatakan keberatannya. Ia merasa tak bisa dipersandingkan dengan tersangka/terdakwa kasus korupsi, termasuk politik uang yang menjerat kader partai politik lain.
”Tidak ada kasus korupsi yang dituduhkan kepada saya. Jika saya diadukan ke polisi, itu juga bukan kasus korupsi. Bahkan, saya melaporkan balik. Sampai kini, tidak ada kader PKS yang terjerat kasus korupsi,” katanya.
Sebaliknya, Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Irgan Chairul Mahfiz mengakui ada kader partainya yang terjebak kasus korupsi, termasuk politik uang. Jika memang terbukti bersalah dengan kekuatan hukum tetap, PPP akan menjatuhkan sanksi pemecatan kepada kader itu. Namun, asas praduga tak bersalah harus dikedepankan terhadap mereka yang belum terbukti bersalah.
Irgan juga mengakui, jalan menuju pemberantasan korupsi di Indonesia belum fokus. Desain besar pemberantasan korupsi, termasuk politik uang, perlu diperluas, misalnya dengan menjadikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai lembaga permanen yang bebas dari kepentingan politik.
Penguatan lembaga penegak hukum juga harus dilakukan melalui putusan di DPR. Lembaga penegak hukum harus direformasi dengan memperbaiki kualitas sumber daya manusia di dalamnya dan memagari dengan aturan untuk menjaga netralitas mereka. ”Tidak mungkin menyapu lantai dengan sapu yang kotor. Pemberantasan korupsi juga tidak mungkin dilakukan jika aparat penegak hukumnya juga kotor,” kata Irgan.
Sebaliknya, Ketua Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, dan Peraturan Perundang-Undangan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Trimedya Panjaitan mengingatkan, rekam jejak kader, termasuk bersih atau tidak dari kasus hukum, seperti politik uang dan korupsi, selalu menjadi pertimbangan partai dalam memutuskan posisi seorang kader.
Untuk itu, kata Trimedya, PDI-P menyusun data berisi daftar kader partai dari Sabang hingga Merauke yang terjerat kasus hukum. Dari data itu, diharapkan tidak hanya diketahui status hukum setiap kader, tetapi juga bentuk kasus sehingga dapat dicari penyelesaiannya. Untuk kader yang terbukti korupsi akan dibahas dengan bidang kehormatan partai.
Tak akan dilindungi
Sekjen Partai Demokrat Amir Syamsudin menegaskan, Partai Demokrat tidak akan melindungi dan menyediakan bantuan hukum untuk kader yang tersangkut masalah korupsi, termasuk politik uang. ”Presiden Yudhoyono sebagai Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat berkali-kali menegaskan, Demokrat tidak akan menjadi tempat berlindung para koruptor,” ujarnya.
Meski demikian, Amir tak menampik, ada sejumlah kader Partai Demokrat yang terjerat kasus korupsi. Namun, jumlah kader partainya yang tersangkut kasus korupsi itu masih lebih kecil dibandingkan dengan partai lain.
Sebaliknya, Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa DPR Marwan Jafar menyatakan, di partainya terdapat mekanisme yang tegas dan keras jika anggota terkena kasus korupsi. ”Ia akan dikeluarkan keanggotaannya dari partai,” ujarnya.
Bambang Soesatyo, Wakil Bendahara Partai Golkar, menambahkan, saat Pemilu 2009, partainya membuat kebijakan, kader yang tersangkut korupsi, meski baru terindikasi, tidak dapat menjadi calon anggota legislatif. Kebijakan ini diharapkan membuat tidak ada kader Golkar yang duduk di legislatif punya beban masalah.
Ketua Umum Partai Gerakan Indonesia Raya Suhardi mengakui, partainya tengah menggodok aturan agar kadernya tidak terjerat masalah hukum. (dwa/ana/sut/nwo/why/ mzw/har/tra)
Sumber: Kompas, 13 April 2010