Korupsi Rp9,3 Miliar; Wakil Bupati Nganjuk Siap Diperiksa
Wakil Bupati Nganjuk Djaelani Ishak bersedia diperiksa Kepolisian Resort (Polres) Nganjuk, Jawa Timur (Jatim), sebagai saksi kasus dugaan korupsi Anggaran Rumah Tangga (ART) DPRD periode 1999-2004 sebesar Rp9,3 miliar.
Anggota tim kuasa hukum Wakil Bupati Nganjuk, Sugeng Takarijanto, saat ditemui wartawan kemarin mengatakan, kliennya akan datang ke Polres setelah mendapat panggilan resmi yang dilampiri izin pemeriksaan dari Presiden.
''Yang jelas kita akan tetap kooperatif dan sewaktu-waktu bisa datang asal semua proses pemeriksaan sudah prosedural,'' kata Sugeng sehubungan dengan ditandatanganinya surat izin pemeriksaan Djaelani oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tiga pekan lalu.
Sugeng mengatakan, Djaelani akan membeberkan dugaan kasus korupsi yang diketahuinya ketika dia duduk sebagai Wakil Ketua DPRD Nganjuk periode 1999-2004.
Sementara itu, Djaelani hingga kemarin belum masuk kantor karena dirawat di Rumah Sakit Umum daerah (RSUD) Nganjuk akibat menderita hipertensi dan jantung. ''Untuk sementara Bapak (Djaelani) belum bisa ditemui,'' ujar Sugeng.
Kasus dugaan korupsi ART DPRD Nganjuk kini sudah sampai di pengadilan negeri setempat dengan menetapkan mantan Ketua DPRD Kabupaten Nganjuk Markun sebagai terdakwa utama. Dari seluruh mantan anggota DPRD periode 1999-2004, hanya Dajelani yang belum diperiksa.
Kasus ini terungkap ketika Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang mengaudit ART DPRD pada Agustus hingga September 2004 menemukan penyelewengan dana sebesar Rp9,3 miliar lebih. Pos anggaran yang diselewengkan, antara lain tunjangan jabatan hingga 100%, dana kunjungan kerja, dan tunjangan kesehatan.
Kepala Satuan Reserse dan Kriminal (Kasat Reskrim) Polres Nganjuk Ajun Komisaris Bambang Sutikno saat dikonfirmasi menyatakan belum bisa membuat surat panggilan terhadap Djaelani karena secara resmi surat izin dari Presiden belum sampai ke meja Polres. Surat izin Presiden yang diterima Polres Nganjuk dari Markas Besar Kepolisian RI (Mabes Polri) di Jakarta berupa kopi dari mesin faksimile dan pemberitahuan secara lisan. Surat izin yang asli masih ditunggu.
''Begitu surat tersebut datang, kita akan langsung bikin surat panggilan (untuk Djaelani),'' kata Bambang.
Dari Serang dilaporkan, sidang lanjutan kasus dugaan korupsi dana APBD Banten 2003 sebesar Rp14 miliar dengan terdakwa Gubernur Djoko Munandar, kemarin, kembali digelar di Pengadilan Negeri Serang. Sidang yang dipimpin ketua majelis hakim Husni Rizal, antara lain mendengarkan keterangan Kepala Bagian Anggaran pada Biro Keuangan Pemerintah Provinsi Banten Biantoro sebagai saksi.
Biantoro mengungkapkan, pencairan dana operasional untuk membiayai kegiatan sosialisasi Keputusan Mendagri (Kepmendagri) No 29/2002 DPRD Banten (yang diduga menjadi salah satu modus operasi korupsi) dilakukan sebulan sebelum APBD Banten 2003 disahkan. Dana sebesar Rp3,5 miliar yang tercantum dalam pos pengeluaran tak tersangka itu kemudian dibagikan kepada 28 anggota panitia anggaran melalui rekening pribadi Sekretaris DPRD Banten, Tardian.
Padahal, menurut saksi, berdasarkan prosedur yang benar seharusnya pencairan dana tidak boleh dilakukan sebelum APBD disahkan. Namun, karena sosialisasi Kepmendagri dianggap mendesak, prosedur itu dilanggar. (ES/BV/N-1)
Sumber: Media Indonesia, 20 Juli 2005