Korupsi, Syaukani Dihukum 2,5 Tahun; Negara Harus Kembalikan Uang kepada Syaukani

Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi menjatuhkan hukuman 2,5 tahun penjara dan denda Rp 50 juta kepada Bupati Kutai Kartanegara non-aktif Syaukani Hassan Rais. Ia terbukti melakukan empat tindak pidana korupsi sehingga mengakibatkan kerugian negara Rp 103,523 miliar.

Vonis itu jauh di bawah tuntutan jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi yang meminta hakim menjatuhkan hukuman penjara delapan tahun dan denda Rp 250 juta.

Hakim juga memerintahkan Syaukani membayar uang pengganti sebesar Rp 34,117 miliar. Terkait uang pengganti itu, Syaukani telah menitipkan uang ke kas daerah senilai Rp 34,360 miliar atau melebihi uang pengganti. Dengan demikian, hakim memerintahkan Pemkab Kutai mengembalikan selisih uang tersebut senilai Rp 243,061 juta.

Vonis diputuskan majelis hakim yang terdiri dari Kresna Menon (ketua), Gus Rizal, Ugo, Hendra Yospin, dan Anwar, Jumat (14/12) di gedung Pengadilan Khusus Tipikor. Sidang dihadiri ratusan pendukung Syaukani.

Baik jaksa penuntut umum Khaidir Ramli maupun kuasa hukum Syaukani, Erman Umar, mengaku tidak puas dengan putusan tersebut. Namun, keduanya belum memastikan untuk mengajukan banding. Keduanya menyatakan masih pikir-pikir.

Syaukani saat ditemui seusai persidangan hanya mengatakan, Kan majelis hakim sudah memutuskan. Prinsipnya, inna lillahi wa inna ilaihi rajiun.

Syaukani tidak terbukti melanggar dakwaan primer (Pasal 2 Ayat 1 UU Pemberantasan Korupsi). Syaukani terbukti melanggar dakwaan subsider, yaitu Pasal 3 UU yang sama.

Dalam putusannya, hakim menyatakan Syaukani terbukti menyalahgunakan wewenang terkait dana perangsang pungutan sumber daya alam (migas), bantuan sosial, dana studi kelayakan pembangunan bandara, dan penerimaan uang panjar dalam pembebasan lahan untuk bandara.

Syaukani mengeluarkan surat keputusan untuk menggunakan 1,5 persen dana perimbangan migas sebagai dana perangsang. Dana perangsang itu kemudian dibagi-bagi kepada sederet muspida setempat dan Syaukani menerima alokasi terbesar, yakni 25 persen. Dalam kurun waktu 2001-2005, Syaukani meraup total Rp 27,834 miliar. Adapun dana perangsang yang dinikmati pejabat lain selama periode yang sama Rp 65,36 miliar.

Syaukani juga bersalah dalam pengucuran dana Rp 7,183 miliar untuk studi kelayakan pembangunan bandara yang dilakukan PT Mahakam Diastar Internasional. Terkait dana bantuan sosial, hakim menilai Syaukani tidak dapat mempertanggungjawabkan dana Rp 6,273 miliar. (ANA/A09)

Sumber: Kompas, 15 Desember 2007

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan