KPK Akan Audit Kekayaan Capres [07/06/04]
Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi akan melakukan audit menyeluruh atas data kekayaan lima pasangan calon presiden dan wakil presiden yang akan berlaga dalam pemilihan presiden pada 5 Juli. Mudah-mudahan sebelum hari pemilihan, auditnya sudah rampung, kata Wakil Ketua Komisi Erry Riyana Hardjapamekas kepada wartawan di Bandung akhir pekan lalu.
Desakan agar ada audit atas data kekayaan para kandidat RI-1 dan RI-2 disampaikan Transparency International Indonesia, Jumat pekan lalu. Lembaga yang getol mendorong gerakan antikorupsi ini menilai pengumuman jumlah kekayaan para calon presiden dan wakil presiden pada pertengahan pekan lalu belum cukup.
Ketua Dewan Pengurus Transparency Indonesia Todung Mulya Lubis menunjuk adanya ketidakcocokan antara jumlah kekayaan yang dilaporkan sejumlah kandidat presiden dan asumsi jumlah pengeluaran untuk kampanye. Ini menimbulkan tanda tanya. Kita tidak mau kampanye pemilihan presiden menjadi ajang pencucian uang, katanya.
Selang sehari setelah dilansir, rencana audit langsung memicu kontroversi. Ketua Umum Ikatan Akuntan Indonesia Ahmadi Hadibroto menilai masih banyak komponen audit yang harus diperjelas sebelum rencana itu bisa dilakukan. Terus terang, kami tidak sanggup jika diminta melacak sumber kekayaan seseorang sejak puluhan tahun lalu, katanya kepada Koran Tempo kemarin.
Menurut dia, definisi kekayaan juga harus diperjelas dulu.
Ia mengatakan, lembaganya sudah pernah mengajukan keberatan yang sama kepada Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara.
Ia memastikan hasil audit tidak akan maksimal jika dipaksakan harus selesai sebelum awal Juli. Pelaksanaan audit harus dipersiapkan benar, katanya. Jika tidak, ia khawatir hasilnya rawan politisasi.
Tanggapan berbeda datang dari Panitia Pengawas Pemilu. Kalau ditemukan indikasi korupsi sebelum hari pemilihan, audit ini akan bernilai sekali, kata anggota Panwaslu Pusat Topo Santoso kemarin.
Meski begitu, Topo mengakui, tidak ada keharusan dalam UU Pemilihan Presiden yang mensyaratkan audit kekayaan calon presiden dan wakilnya. Memang yang diminta hanya daftar kekayaan, lepas apakah itu jujur atau tidak, katanya. Peraturan perundangan juga tidak memerinci secara detail apa implikasi tindakan tidak jujur dalam penyusunan daftar kekayaan para calon.
Dari Solo, Jawa Tengah, kemarin Ketua Umum Partai Golkar Akbar Tandjung mengaku setuju jika kandidat presiden dan wakilnya menjelaskan secara terperinci asal-muasal kekayaannya. Wajar kalau masyarakat bertanya-tanya soal kekayaan calon presiden, katanya.
Dukungan serupa muncul dari Wakil Sekjen PDI Perjuangan Jacobus Mayong Padang. Kepada wartawan di Solo, Jacobus menyatakan mendukung penuh dilakukan investigasi atas harta kekayaan para calon presiden dan wakil presiden yang dinilai mencurigakan. Komisi Pemberantasan Korupsi diberi kewenangan yang sangat besar. Kalau ada kecurigaan, langsung saja proaktif, katanya.
Meski siap melakukan audit, Komisi Pemberantasan Korupsi mengaku terkendala minimnya sumber daya. Saat ini kami masih kekurangan orang, sehingga perlu menjalin kerja sama dengan auditor independen, kata Erry.
Ia menolak menyebut lembaga mana yang sudah didekati lembaganya untuk kerja sama itu. Bisa dari Badan Pengawasan Keuangan Pembangunan, auditor swasta independen, atau pelacak aset, kata peraih penghargaan Bung Hatta Anticorruption Award setahun silam ini.
Erry tidak banyak menjelaskan teknis pelaksanaan audit. Dia hanya memberi gambaran bahwa komisinya memerlukan 20 auditor untuk 10 kandidat presiden dan wakilnya. Masing-masing calon presiden dan wakil presiden akan diaudit dua orang dengan waktu sekitar dua minggu, katanya.
Selain itu, ia juga menegaskan, komisinya membuka diri untuk menerima informasi dari masyarakat tentang kekayaan para calon presiden dan wakilnya. Jika memang diminta, kami siap melindungi kerahasiaan sumber informasi yang masuk, katanya.
Anggota komisinya yang lain, Amien Sunaryadi, yang dihubungi terpisah, menegaskan, secara prinsip ada dua risiko yang terkandung dalam laporan kekayaan kandidat. Risiko kecilnya, jika ada data harta yang tidak akurat. Risiko lainnya, jika ada harta yang tidak dilaporkan sama sekali. wahyu d/sukma l/dwi wiyana/imron r
Sumber: Koran Tempo, 7 Juni 2004