KPK Akan Tetapkan Dua Tersangka Kasus RRI dan Busway
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan menetapkan dua tersangka dari dua kasus dugaan korupsi, yakni penyimpangan dana pengadaan peralatan pemancar Pemilu 2004 oleh Radio Republik Indonesia (RRI) senilai Rp 41,7 miliar dan pengadaan armada bus dalam proyek Busway sekitar Rp 3 miliar.
Demikian disampaikan sumber Pembaruan di KPK, akhir pekan lalu. Dua tersangka dari dua kasus itu sudah diperiksa secara intensif di kantor KPK.
Kasus dugaan korupsi di RRI dilaporkan Indonesia Corruption Watch (ICW), sedangkan kasus Busway dilaporkan beberapa LSM termasuk Government Watch (Gowa). Kedua kasus itu merupakan bagian dari 12 kasus yang menjadi prioritas KPK untuk dilakukan penyelidikan tahun ini. Kasus-kasus itu adalah sisa kasus yang masuk tahun 2004.
Wakil Ketua KPK, Tumpak Hatorangan Panggabean mengakui, dari 12 kasus itu, sudah ada dua kasus yang siap dilanjutkan ke tahap penyidikan. Namun dia menolak menyebutkan dua kasus tersebut. Termasuk berapa tersangka yang akan ditetapkan dan nama-namanya. Nanti sajalah, pasti akan saya umumkan dalam waktu dekat ini, ujar Tumpak.
Menurut sumber, dari 12 kasus itu, semula KPK akan memilih kasus RRI dan kasus dugaan korupsi asuransi haji di Departemen Agama. Tetapi setelah perdebatan panjang di pimpinan KPK, baru dua kasus yang dinilai cukup bukti untuk masuk ke tahap penyidikan yakni kasus RRI dan Busway. Sedangkan kasus haji, KPK menilai perlu mengumpulkan bukti tambahan dan pemeriksaan terhadap beberapa pejabat lainnya.
Kasus RRI
Kasus dugaan korupsi di RRI bermula ketika Komisi I DPR pada 17 Oktober 2003 menyetujui pengajuan dana tambahan bagi RRI untuk sosialisasi Pemilu tahap I dan II. Dana itu bersumber dari Anggaran Belanja Tambahan (ABT) sebesar Rp 55 miliar. Dari jumlah itu, Rp 27,7 miliar dialokasikan untuk Pemilu I, yakni membeli peralatan pemancar dan prasarana lainnya.
Kemudian Rp 27,2 miliar untuk Pemilu II bagi pembiayaan operasional dan peralatan penunjang kegiatan Pemilu 2004.
Dalam proyek Pemilu I, kami temukan dugaan korupsi bermodus mark up (penggelembungan) pembelian pemancar untuk RRI cabang Merauke, Makassar, Lampung, Bengkulu, Gunung Sitoli, Toli-toli, dan Sintang. Nilai mark up sangat fantastis hingga Rp 20,6 miliar atau 74 persen dari total alokasi, kata Staf Monitoring Pengaduan Masyarakat ICW, Agus Sunaryanto.
Begitu juga di Pemilu II. Banyak penyimpangan dalam proses tender dan indikasi mark up harga peralatan. Menurut Agus, dari total alokasi Rp 27,2 miliar, ternyata RRI hanya menghabiskan dana Rp 6,1 miliar.
Contohnya pembelian dua set down-link (perangkat penerima suara). RRI menganggarkan Rp 1,02 miliar. Padahal harga down-link kualitas tinggi seperti yang digunakan Radio BBC merk Scientific Atlanta hanya US$ 500 atau setara Rp 4,2 juta (kurs Rp 8.500). Sementara down-link dengan kualitas biasa seperti yang digunakan oleh salah satu radio swasta di Jakarta hanya Rp 800.000.
Lalu paket komputerisasi pemancar yang dianggarkan RRI Rp 7,42 miliar. Padahal data yang dimiliki ICW, total harga komputerisasi pemancar dengan asumsi digunakan untuk lima stasiun radio RRI hanya Rp 199,7 juta. Harga itu juga tertera dalam proposal RRI ke Panitia Anggaran Komisi I DPR.
Artinya ada indikasi mark up harga sebesar Rp 21,1 miliar atau 77,4 persen dari total alokasi dana, kata Agus.
Jika ditotal, dugaan mark up pengadaan peralatan siaran untuk proyek Pemilu I dan II mencapai Rp 41,7 miliar.
Sementara kasus Busway, Menurut catatan Pembaruan, total anggaran proyek Rp 238 miliar diambil dari APBD Pemprov DKI Jakarta. Pada 2003, proyek pengadaan 56 unit bus mencapai Rp 50 miliar. Lalu, pada 2004, jumlah itu ditambah lagi 44 unit dengan anggaran Rp 37,7 miliar.
Jika dihitung, Rp 50 miliar untuk 56 bus itu berarti dari harga satu unit bus Rp 892 juta.
Kemudian dana Rp 37,7 miliar pada APBD 2004 dibagi 44 unit bus menghasilkan harga Rp 856 juta per unit bus. Artinya bus dalam APBD 2003 harganya lebih mahal ketimbang bus dalam APBD 2004.
Padahal menurut PT New Armada, perusahaan karoseri mobil yang menjadi rekanan Pemprov DKI dalam pengadaan bus dalam proyek Busway, harga satu bus merek Hino sebesar Rp 821,7 juta. (Y-4)
Sumber: Suara Pembaruan, 1 Meret 2005