KPK Bidik 9 Anggota DPR; Seperti Amin, Diduga Terima Gratifikasi dari Pemda Bintan
Penangkapan Al Amin Nasution benar-benar menjadi pintu masuk KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) untuk mengusut para anggota DPR. Saat ini, ada sembilan anggota komisi IV yang diduga menerima gratifikasi (hadiah) dalam kasus persetujuan DPR mengubah fungsi hutan lindung menjadi ibu kota Bintan.
Penangkapan Al Amin Nasution benar-benar menjadi pintu masuk KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) untuk mengusut para anggota DPR. Saat ini, ada sembilan anggota komisi IV yang diduga menerima gratifikasi (hadiah) dalam kasus persetujuan DPR mengubah fungsi hutan lindung menjadi ibu kota Bintan.
Mereka yang dibidik KPK itu adalah para anggota DPR yang berkunjung ke Bintan, Kepulauan Riau, pada Januari 2008. Para wakil rakyat tersebut diduga menerima gratifikasi dari pemda setempat.
(Kasus itu, Red) Sudah naik ke penyelidikan, ujar Direktur Gratifikasi KPK Lambok Hutauruk di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, kemarin (15/4).
Dugaan gratifikasi tersebut bermula dari keterangan Ketua FPKS Mahfudz Siddiq yang mengungkapkan bahwa anggotanya, Jalaludin Satibi, menerima uang Rp 30 juta dari pemda saat berkunjung ke Bintan.
Uang tersebut sudah dikembalikan ke KPK pada Januari 2008, berbarengan dengan gratifikasi lain yang diterima PKS. Sesuai dengan aturan, gratifikasi tidak akan dianggap suap jika dalam waktu 30 hari dilaporkan kepada KPK. Ini sumber pemberi, yang tukang siram. Yang disiram ada sepuluh. Yang lapor satu. Yang satu ini bebas, yang sembilan belum dong, ujar Lambok memberikan perumpamaan.
Ditambahkan, pihaknya sedang mencari sembilan orang yang ikut dalam rombongan kunker tersebut. Apakah yang sembilan ini menerima atau tidak, kami sedang selidiki, tambahnya.
Sementara itu, Ketua KPK Antasari Azhar mengungkapkan pihaknya hanya akan mempertimbangkan nama-nama yang diperoleh dari hasil penyelidikan. Silakan masyarakat memberi informasi kepada kami. Tetapi, penyidikan tetap berjalan sesuai mekanisme, ujarnya.
Dari DPR, Ketua Komisi IV Ishartanto bungkam soal nama-nama anggotanya yang ikut melakukan kunjungan kerja ke Pulau Bintan. Maaf, saya tidak ingat persis siapa saja yang ikut saat itu, katanya.
Namun, secara terbuka, dia mengakui bahwa dirinya yang memimpin langsung rombongan anggota DPR dan sejumlah pegawai sekretariat DPR itu. Anggota dewan asal PKB itu menegaskan, dirinya tidak menerima atau menemui gratifikasi saat pelaksanaan kunker tersebut. Karena itu, saya siap diperiksa kapan saja karena saya yakin tidak terkait apa-apa, ujarnya.
Bagaimana soal pengakuan Jalaludin Satibi? Ishartanto menyatakan, semua di luar koordinasi dari komisi IV. Kalaupun ternyata belakangan diketahui ada praktik itu, semuanya di luar koordinasi pimpinan, ujar politikus berlatar belakang pengusaha perkebunan itu.
Bukan hanya Ishartanto, Jalaludin juga tidak mau membuka nama-nama rekannya yang ikut kunker. Saya lupa, benar-benar sudah lupa, ujarnya ketika ditanya ulang kemarin.
Jalaludin hanya mengungkapkan bahwa saat itu dirinya memang menerima gratifikasi Rp 55 juta. Itu terdapat dalam empat amplop terpisah, ujarnya. Satu amplop berisi Rp30 juta, satu yang lain Rp 5 juta, dan dua amplop sisanya masing-masing Rp 10 juta.
Dia menambahkan, saat bertanya ke sejumlah pihak setelah menerima amplop tersebut, ternyata tidak ada satu pun yang mengakui dan mengetahuinya. Akhirnya, berdasar kebijakan fraksi, seluruhnya kita serahkan ke KPK, ujarnya.
PPP Tuntut Rekonstruksi
Kendati telah menonaktifkan Al Amin Nasution dari jabatan ketua DPW PPP Jambi, pengurus pusat partai itu tetap melakukan pembelaan. Kemarin sejumlah pengurus DPP mendatangi KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Mereka meminta klarifikasi karena di publik muncul berbagai isu di balik penangkapan kadernya itu.
Salah satu versi KPK menyebutkan, Al Amin tertangkap tangan menerima suap dari Sekda Kabupaten Bintan Azirwan. Bersamanya, ditemukan barang bukti uang tunai Rp 71 juta. Bukan hanya itu, di mobil suami pendangdut Kristina itu juga ditemukan uang SGD 33 ribu.
Ketua Fraksi PPP Lukman Hakim Saefuddin mengungkapkan, pihaknya mempertanyakan definisi tertangkap tangan versi lembaga antikorupsi itu plus persoalan barang bukti yang menjadi dasar KPK menahan kadernya. Tampaknya, terjadi kesimpangsiuran luar biasa dari berita pers yang mungkin sedikit banyak bersumber dari KPK dengan informasi yang kami dapatkan dari Saudara Al Amin sendiri, ujar Lukman membeberkan alasan kedatangannya.
Karena itu, PPP meminta rekonstruksi penangkapan di Hotel Ritz-Carlton, Mega Kuningan, Jakarta, itu dipercepat.
Lukman juga membeberkan simpang siur locus delicti atau tempat kejadian penangkapan. Dari KPK, kami dapat kejelasan penangkapan terjadi di basement, bukan di kamar, ujar Lukman yang juga anggota Komisi III DPR itu. Sementara hampir semua media menyebutkan penangkapan itu di kamar tempat Amin menginap.
Soal perempuan yang mendampingi Amin, PPP juga angkat bicara. Perempuan yang teridentifikasi sebagai Eiffel alias Dina yang kemudian menurut informasi bekerja di Karaoke Zen, Menara Thamrin, ujar Lukman, bukan PSK. Tidak benar perempuan itu adalah PSK. Perempuan itu memang berada di situ. Tapi, dia adalah teman dari teman Saudara Al Amin, tambahnya.
Setelah bertemu dengan KPK, apakah PPP mendapatkan klarifikasi soal Amin yang disebut-sebut tertangkap tangan itu? Tidak, tegas Ketua Tim Advokasi DPP PPP Maiyasak Johan. Walaupun belum puas, pihaknya belum berpikir untuk membawa masalah tersebut ke pengadilan.
Rombongan PPP menolak disebut kedatangannya sebagai bentuk intervensi. Tidak, sama sekali tidak ada intervensi. Kami sadar betul, independensi KPK harus tetap terjaga. Tidak boleh ada yang mengintervensi KPK, jelas Lukman dengan suara meninggi.
Dia menambahkan, selama tugas KPK masih dalam koridor hukum, tidak boleh ada yang mencoba mengintervensi. Klarifikasi ini jangan dimaknai sebagai bentuk intervensi. Ini adalah hak kami sebagai warga negara, sebagai sesama orang yang punya komitmen penegakan hukum untuk mencari keterangan dari sumber resmi, ujarnya.
Lukman menjelaskan, pihaknya (PPP) mencermati proses yang dilakukan KPK. Kalau betul-betul dapat dibuktikan secara hukum bahwa Saudara Al Amin terbukti bersalah, kami ikhlas sepenuhnya bahwa Al Amin sudah selayaknya mendapatkan hukuman atas kesalahan yang diperbuat, katanya. Sebaliknya, lanjut pria berkacamata itu, jika tak terbukti, pihaknya meminta agar Amin dibebaskan.
KPK Menjawab
KPK langsung merespons pernyataan PPP. Tak seperti biasanya, Ketua KPK Antasari Azhar keluar melalui pintu utama gedung KPK Kuningan. Biasanya, dia keluar langsung dari garasi pimpinan di basement. Dia langsung mengklarifikasi penangkapan Amin sesuai dengan permintaan PPP. Saudara AN (Amin Nasution) ditangkap bukan dalam sebuah kamar, tetapi di basement Hotel Ritz-Carlton, ujarnya.
Antasari menjelaskan, bersama Amin, ditemukan sejumlah uang yang lantas dijadikan barang bukti. Dalam proses penyidikan, jika nanti ternyata barang bukti yang ditemukan bukan berhubungan dengan kasus yang kami sidik, akan kami perlakukan sama dengan kasus-kasus lain. Akan kami kembalikan, katanya.
Ditambahkan, KPK hanya akan menghimpun barang bukti yang berhubungan dengan kasus. Sementara tim penyidik sedang melakukan penelitian, pemilahan, mana (barang bukti, Red) yang berkaitan dengan kasus dan mana yang tidak, tuturnya.
Soal penafsiran tertangkap tangan, apa pun penafsirannya itu bergantung kepada masing-masing pihak. Bagaimanapun, nanti persoalan ini kan akan bermuara ke pengadilan. Kami akan uji di sana, tambahnya.
Bagaimana soal permintaan rekonstruksi? Bergantung kepada hasil penyidikan, ujar Wakil Ketua KPK Chandra M. Hamzah.(ein/dyn/tof)
Sumber: Jawa Pos, 16 April 2008