KPK Bisa Buka Rekening Tersangka Korupsi tanpa Izin BI
Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang membuka rekening bank untuk melakukan pemeriksaan terkait dengan dugaan korupsi tanpa harus meminta izin kepada Bank Indonesia. Kewenangan ini tercantum dalam UU Nomor 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) dan dikuatkan dengan pertimbangan hukum Ketua Mahkamah Agung tertanggal 3 Desember 2004 kepada Gubernur Bank Indonesia.
Dalam surat Ketua Mahkamah Agung, Bagir Manan menyatakan, prosedur umum membuka rekening bank sebagaimana Pasal 29 ayat 2 dan 3 Undang-Undang Nomor 20/2001 jo Pasal 42 Undang-Undang Perbankan tidak berlaku bagi lembaga khusus yang menangani perkara korupsi lebih dari Rp 1 miliar itu.
Bagi KPK berlaku ketentuan khusus sebagaimana termuat dalam UU KPK Nomor 30/2002 Pasal 12. Sebagai lex specialis ketentuan pasal 12 dapat mengesampingkan ketentuan-ketentuan dalam undang-undang yang bersifat umum, Bagir menjelaskan dalam suratnya.
Pasal 12 itu menyatakan, KPK berwenang meminta keterangan kepada bank atau lembaga keuangan, memblokir rekening yang diduga hasil korupsi, meminta data kekayaan dan perpajakan, menghentikan sementara transaksi keuangan. Pasal itu tidak mengharuskan KPK mendapat izin BI lebih dulu untuk memeriksa rekening atau mengetahui rahasia bank yang dicurigai menampung hasil korupsi.
Pertimbangan hukum Ketua MA itu disampaikan sebagai jawaban surat Gubernur Bank Indonesia yang menanyakan kewenangan KPK membuka rekening milik tersangka atau terdakwa perkara korupsi. Menurut Bagir, surat itu dikirim karena BI ragu akan kewenangan KPK. Mereka (BI) ragu KPK boleh (membuka rahasia bank), mereka (BI) hanya ragu-ragu yang mana ini, ungkap Bagir.
Namun, Direktur Hukum BI, Oey Hoey Tiong, menyatakan mengirim surat itu karena KPK beberapa kali meminta izin BI untuk membuka rekening bank. BI telah menyatakan agar KPK langsung membukanya di bank yang bersangkutan tanpa perlu izin BI. Tapi KPK tetap tak percaya.
Kami selalu dianggap menghambat. Daripada dipersalahkan, kami minta pertimbangan MA, ujar Oey kepada Tempo melalui telepon kemarin. Menurut Oey, kewenangan membuka rekening bank itu merupakan kewenangan khusus bagi KPK sebagai lembaga yang khusus.
Komisi Pemberantasan Korupsi menyambut baik fatwa Ketua Mahkamah Agung itu. Itu akan berguna untuk penyelidikan, penyidikan KPK, kata Erry Riyana Hardjapamekas, Wakil Ketua KPK, kemarin melalui telepon. Pertimbangan MA itu mengatasi salah satu kendala legalitas yang dihadapi KPK dalam menangani pemberantasan korupsi.
Erry menjelaskan, KPK pernah meminta sebuah bank untuk membuka rekening nasabahnya yang sedang dalam penyelidikan KPK terkait dengan dugaan korupsi. Hasilnya ngambang, bank yang bersangkutan tidak mengizinkan kami membukanya, ujarnya. Bank menilai, kewenangan untuk membuka rekening hanya kewenangan kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan.
KPK lalu membicarakannya dengan BI. Kami beberapa kali bertemu dengan pihak Biro Hukum BI, ujar Erry. Dengan adanya pertimbangan hukum dari MA, KPK tidak akan kesulitan untuk membuka rekening bank bersangkutan sehubungan dengan penanganan perkara korupsi hingga pemeriksaan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara.
Mereka mencantumkan surat kuasa pada KPK untuk membuka rekening bank milik mereka, kata Erry. Namun, pihaknya tidak bisa berbuat banyak jika pejabat negara tersebut tidak mencantumkan rekening yang dimiliki pada laporan yang disampaikan kepada KPK.
Sementara itu, untuk memeriksa rekening milik tersangka di luar negeri, KPK akan bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan dan badan antikorupsi di negara yang ketempatan rekening tersangka. Kami menandatangani kesepahaman dengan mereka kemarin, termasuk kerja sama dalam pembukaan rekening, kata Erry.
Sebagaimana Erry, praktisi hukum Bambang Widjojanto menilai, pertimbangan hukum MA akan membantu KPK menangani perkara korupsi. Karena selama ini KPK mengeluh tidak bisa membuka rekening bank untuk penyelidikan dan penyidikan, kata dia kemarin di Jakarta. endri kurniawati/sutarto/indriani
Sumber: Koran Tempo, 21 Desember 2004