KPK Cari Pintu Adili TNI
Menhan dan Ruki Bahas Kemungkinan Usut Koruptor Militer Aktif
Militer yang selama ini terkesan sulit tersentuh bakal dimasuki KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Kini sedang disiapkan mekanisme untuk mengusut sejumlah kasus korupsi di TNI. Termasuk memeriksa keterlibatan anggota militer aktif.
Kemarin Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono bertemu Ketua KPK Taufiequrrahman Ruki. Pertemuan di Kantor KPK itu berlangsung tertutup. Kedua pejabat tinggi tersebut berbicara serius selama dua setengah jam membahas pemberantasan korupsi dan reformasi birokrasi.
Menurut Kepala Biro Humas Dephan Brigjen TNI Edy S. Butar-Butar, Menhan menjajaki rencana MoU (kerja sama) tentang penyelenggaraan anggaran dan mekanisme pengawasannya. Termasuk kemungkinan KPK menyelidiki seorang militer aktif setelah ada laporan BPK, katanya.
Selama ini KPK belum pernah menyidik seorang anggota TNI aktif. Jika MoU itu diteken, Dephan akan menyosialisasikan kepada Mabes TNI.
Kasus korupsi di TNI saat ini ditangani lewat pengusutan oditur militer atau pengusutan koneksitas (kejaksaan-oditur TNI) bila melibatkan sipil. Bila KPK diberi ruang untuk mengusut skandal korupsi militer, pengadilan pun bakal digelar di Pengadilan Tipikor.
Tapi, adakah pintu pengusutan militer aktif oleh KPK? Pasal 42 UU No 30/2002 tentang KPK menyebutkan, KPK tak boleh menangani kasus yang melibatkan anggota TNI an sich. Namun, menurut pasal 41, KPK diperbolehkan bekerja sama dengan lembaga hukum lain. Pasal ini bisa sebagai pintu pembentukan pengusutan koneksitas untuk mengadili kasus yang melibatkan anggota TNI dan sipil.
Sejumlah kasus dugaan korupsi di internal TNI saat ditangani tim koneksitas TNI dan kejaksaan. Misalnya, kasus dugaan korupsi pembelian helikopter Mi-17. Berkas yang melibatkan sipil ditangani secara koneksitas oleh Kejaksaan Agung dan Oditur Militer. Kasus lain, korupsi pembangunan rumah prajurit. Karena melibatkan sipil, kasus itu juga ditangani secara koneksitas.
Bila pengadilan koneksitas ditangani KPK, tentu penanganan skandal korupsi militer aktif berbeda dengan pengadilan koneksitas yang ditangani kejaksaan. Pasalnya, kasus yang ditangani KPK tak boleh mengeluarkan SP3 (surat perintah pemberhentian penyidikan). Artinya, sebuah kasus yang ditangani harus sampai ke meja hijau.
Kasus dugaan korupsi proyek technical contract assistance (TAC) Pertamina-PT Ustraindo Petro Gas yang melibatkan mantan Mentamben Marsekal Madya Ginandjar Kartasasmita, sebagai contoh juga ditangani penyidik koneksitas. Ini karena saat kasus itu terjadi, Ginandjar masih menjadi TNI aktif. Pengusutan kasus itu dihentikan setelah keluar SP3. Bila ditangani KPK, tak akan ada penghentian pengusutan karena harus diselesaikan di pengadilan.
Menhan sendiri tak mau memberikan komentar tentang pertemuannya dengan Ruki. Dia keluar lewat pintu samping KPK yang biasanya terkunci. Menhan menghindari wartawan dengan langsung menutup pintu mobil.
Ketua KPK Taufiequrachman Ruki mengungkapkan, pertemuan tersebut membicarakan reformasi birokrasi di Dephan. Saya berharap upaya Depkeu mereformasi birokrasi diikuti Dephan. Saya cenderung menilai Pak Juwono itu seorang ilmuwan. Dia harus lebih banyak berperan, bukan hanya sebagai seorang Menhan, ujar Ruki.
Pria kelahiran Rangkasbitung, Banten, itu mengungkapkan, reformasi birokrasi di Dephan punya arti sangat penting. Kan Dephan membawahkan ABRI. Kalau kita punya ABRI atau TNI yang kuat, kita akan punya negara yang kuat, kata Ruki. Dia menambahkan bahwa Menhan merespons baik pendapat KPK.
Saat ini KPK menangani kasus dugaan korupsi di lingkungan Dephan. Berdasar audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) semester II 2006, ditemukan adanya pemborosan keuangan Rp 9,82 miliar dalam pengadaan barang dan pembangunan konstruksi gedung Sekretariat Jenderal Dephan. KPK sudah memintai keterangan beberapa pejabat Dephan, termasuk mantan Kepala Biro Umum Setjen Dephan Brigjen TNI Adi Suranto, pada Rabu (4 Juli) lalu.
Selain membahas