KPK Duga Harga Helikopter Aceh Digelembungkan [11/06/04]
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memeriksa Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) Abdullah Puteh menyangkut kasus dugaan korupsi pembelian helikopter jenis Mi-2 di Jakarta kemarin. Puteh diperiksa selama hampir 9 jam. Selain penguasa darurat sipil tersebut, sejumlah pejabat NAD juga diperiksa antara lain Kepala Kas Pemda NAD Zulkarnain dan bendaharanya.
Dalam siaran pers setelah pemeriksaan, Wakil Ketua KPK Erry Riyana Hardjapamekas mengemukakan bahwa ada dugaan dalam pengadaan helikopter itu terjadi penggelembungan biaya sebesar US$ 725 ribu, sekitar Rp 6,5 miliar dengan kurs Rp 9 ribu. Menurut Erry, pengadaan helikopter jenis Mi-2 merek PLC Rostov oleh pemerintah Provinsi NAD dibeli dengan cara penunjukan langsung kepada PT Putra Pobiangan Mandiri senilai US$ 1.250.000. Bagaimana cara KPK menghitung penggelembungan itu? Tak jelas.
Proses pembelian barang dengan cara penunjukan langsung semacam, menurut Erry, diperbolehkan terhadap barang-barang tertentu, tak hanya barang berbahaya, juga barang yang mempunyai spesifikasi khusus. Intinya, jika pengadaan itu ditenderkan akan memakan waktu lama dan memakai banyak syarat. Ini yang menjadi salah satu acuan dalam penyelidikan, apakah proses pembelian itu melanggar atau tidak, katanya. KPK juga sedang menelaah pemberi persetujuan untuk pembelian helikopter tersebut.
Selain Puteh, KPK masih akan meminta keterangan beberapa pejabat yang dianggap perlu seperti Ketua DPRD Aceh Utara; Ketua DPRD Sabang, Husaeni; Ketua DPRD Aceh Besar, Tengku H.M. Amin Hasan; serta tiga kepala daerah, yaitu Bupati Aceh Besar, Aceh Utara, dan Wali Kota Sabang. Semua keterangan itu akan dievaluasi untuk menentukan langkah selanjutnya.
Soal proses pembelian helikopter, menurut penasihat hukum Puteh, O.C. Kaligis, telah melalui beberapa kali pembahasan dengan Dewan. Semuanya dilengkapi Dasar Isian Proyek Daerah, termasuk dari 13 kabupaten. Uangnya bisa dipertanggungjawabkan baik di tingkat provinsi maupun kabupaten, kata Kaligis. Soal penilaian bahwa harga helikopter itu terlalu mahal, Kaligis menolak penilaian itu. Bagaimana dibilang mahal jika antipeluru. Di mana mahalnya? kata Kaligis.
Pemeriksaan KPK itu untuk yang kedua kalinya. Dalam pemeriksaan awal, KPK mengajukan pertanyaan seputar tugas, fungsi, dan kewenangan gubernur. Karena tidak membawa dokumen-dokumen yang diperlukan, KPK tidak melanjutkan dengan pertanyaan yang substansial. Dalam pemeriksaan kedua, Puteh berangkat ke Jakarta membawa sejumlah dokumen antara lain kontrak pembelian helikopter seharga Rp 12, 6 miliar. (lis yuliawati,poernomo-tnr)
Sumber: Koran Tempo, 11 Juni 2004