KPK Fokus Periksa Tiga Mantan Pejabat
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memfokuskan pemeriksaan terhadap tiga mantan pejabat yang kekayaannya meningkat secara ekstrem.
Demikian pernyataan Wakil Ketua KPK Sjaruddin Rosul, didampingi oleh Direktur Pemeriksaan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggaraan Negara Muhammad Yasin di kantor KPK Jakarta, kemarin.
Terkait soal ketiga mantan pejabat yang kekayaannya meningkat drastis tersebut, KPK masih merahasiakan nama mereka. Hanya dijelaskan bahwa ketiga pejabat tersebut masing-masing merupakan mantan Menteri Kabinet Gotong Royong, mantan gubernur, dan mantan bupati.
Menurut Sjaruddin, selain ketiga pejabat tersebut, ada 14 mantan pejabat negara yang sudah memasuki tahap pemeriksaan substansi.
Sementara Muhammad Yasin menambahkan, ada dua dari 550 anggota DPR RI yang belum menyerahkan LHKPN, yaitu Murdaya Poo (PDIP) dan Sa'adun Syibromalisi (PPP).
Sementara itu ditambahkan, ada 30 anggota DPR yang tidak memenuhi syarat pengisian dan 161 orang anggota DPR masih menunggu perbaikan pengisian formulir. Ada pula 16 orang anggota DPD yang belum menyampaikan laporan, tujuh anggota tidak memenuhi persyaratan, dan delapan orang harus memperbaiki laporannya.
Yasin menerangkan ada metode pengukuran kekayaan kepada para anggota yang jumlahnya cukup banyak. Itu dilakukan melalui metode random sampling, terutama memperhitungkan kombinasi data ekstrem, yaitu ekstrem besar ataupun kecil. Juga dilihat dari ekstrem penambahan kekayaan, ekstrem dalam tahun peralihan, serta ekstrem dalam jumlah aset.
Ada pula modus yang ditemukan, yakni sebelum mengisi formulir, para pejabat mereka telah lebih dahulu menjual aset kasatmatanya juga. Ada kecenderungan modus seperti itu, ujarnya menjawab pertanyaan Media.
Namun, praktik-praktik seperti itu sudah diantisipasi oleh KPK. Yasin memberi contoh, untuk aset yang ditaruh dalam nama orang lain, KPK mengharuskan laporan disertai dengan nama dan nomor keluarga. Apabila ada pemakaian nama orang lain, maka akan ada penelusuran dengan bekerja sama dengan BI dan Polri. Apabila jaringan dan korupsinya berjamaah, mengatasinya juga harus berjamaah yakni dengan instansi serta masyarakat termasuk pers, terang Yasin. Sedangkan terkait soal hibah, hadiah, dan warisan, hal itu kata Yasin, sudah diatur di dalam formulir pada halaman terakhir. Soal hibah itu, yang melaporkan baru empat orang, di antaranya Gubernur Kaltim dan Menteri Pendidikan Nasional yang baru saja mendapat hadiah mobil.
Pada paparan lain disebutkan bahwa KPK telah menerima laporan kekayaan dua orang mantan Menteri di era Megawati, yaitu mantan Menteri Pemberdayaan Perempuan Sri Rejeki Sumaryoto, mantan Menteri Komunikasi dan Informasi Syamsul Ma'arif, serta tiga ratus anggota DPRD dari berbagai provinsi, yakni Bali, Aceh, Jambi, NTB.
Untuk Sri Redjeki sebelum menjabat, pada laporan 9 September 2001 memiliki harta Rp1.809.872.000 dan pada laporan akhir per 9 Maret 2005 ada kenaikan sebanyak Rp41.992.287 dengan total kekayaan Rp1.851.764.287.
Sedangkan harta Syamsul, pada laporan 14 April 2001 memiliki kekayaan Rp1.007.573.703 dan US$15.551. Namun, pada laporan 3 Maret 2005 terdapat kenaikan Rp2.359.549.000 dan US$36.100 atau terdapat penambahan sejumlah Rp1.351.975.300 dan US$20.549.
Menurut Sjaruddin, laporan itu adalah bukti ketaatan mereka terhadap undang-undang, di mana setiap pejabat negara wajib melaporkan kekayaan mereka sebelum dan sesudah menjabat.
KPK tetap mengimbau pada para mantan menteri atau pejabat setingkat pada Kabinet Gotong Royong atau pejabat lain yang sudah berakhir masa tugasnya untuk segera melaporkan perubahan harta kekayaan.
KPK sudah menyampaikan surat pada para mantan Menteri Kabinet Gotong Royong dengan masa toleransi 15 hari untuk segera memberi laporan. Apabila tidak memberi keterangan sampai pertengahan Mei, akan dilanjutkan pada proses hukum.
Hingga kini, mantan menteri Kabinet Gotong Royong yang belum menyerahkan laporan yakni Menteri Lingkungan Hidup Nabiel Makarim serta Menteri Pertahanan Matori Abdul Djalil yang sedang sakit. (CR-50/P-5)
Sumber: Media Indonesia, 1 April 2005