KPK Harus Berani Bongkar Kasus-kasus Korupsi Besar
Komisi Pemberantasan Korupsi harus berani membongkar kasus korupsi besar. Tanpa langkah berani, maka masyarakat sulit berharap kepada lembaga itu. Apalagi, amanat reformasi tentang pemberantasan korupsi dan mengadili mantan Presiden Soeharto dan kroninya hingga sekarang belum terlaksana.
Hal itu disampaikan Patra Zen dari YLBHI dalam diskusi Tantangan Pemberantasan Korupsi, Rabu (26/12) malam. Diskusi yang diselenggarakan oleh KAHMI-Pro ini juga menghadirkan anggota DPR Maiyasyak Johan dan anggota KPK Chandra M Hamzah.
Bagi saya, indikator paling nyata dari pemberantasan korupsi adalah mengadili Soeharto dan kroninya. Kita sekarang seakan-akan tidak mengerti siapa yang paling korup, ujar Patra. Dia berharap anggota KPK baru bisa lebih berani bertindak dan memperlihatkan sikap yang lebih profesional mengejar koruptor.
KPK juga harus membuat aksi pencegahan. Misalnya dengan mengembangkan data kekayaan harta penyelenggara negara dan melakukan tindak lanjut pemantauan pengisian harta kekayaan yang menjadi amanat UU.
Kalau bukan pada KPK, pada siapa lagi kita harus berharap pemberantasan korupsi di tengah ketidakmampuan aparat hukum untuk menindak koruptor, ujarnya.
Namun, Hamid Basyaib, seorang peserta diskusi, mengatakan, KPK seharusnya jangan dijadikan andalan. Pasalnya, KPK merupakan lembaga luar biasa yang sifatnya sebagai institusi sementara.
Jadi, jangan bergembira kalau KPK semakin kuat karena bisa dipakai negara sebagai alasan bahwa dia sudah bekerja. Kalau kita sepakat negara hukum, aparat penegak hukum ya kejaksaan dan kepolisian, jangan andalkan KPK sebagai institusi permanen. Bahwa jaksa dan polisi penegak hukum, sekarang bobrok, itu yang harus dibenahi, ujarnya.
Tentang kesan KPK berpacu dengan penegak hukum lainnya, menurut Chandra, itu karena KPK memang dibentuk untuk menghilangkan hambatan dalam penegakan hukum untuk melawan korupsi.
Dalam praktiknya, terus terang, bagaimana bisa KPK melakukan supervisi pada aparat hukum lainnya jika asumsinya aparat penegak hukum konvensional memang dianggap tidak mampu, katanya.
Maiyasyak mengatakan, pemerintah sampai sekarang tidak menjalankan aturan untuk menindak pelaku korupsi. Apalagi, dalam proses penegakan hukum, terlalu banyak asas yang dilanggar. (MAM)
Sumber: Kompas, 28 Desember 2007