KPK Harus Segera Bergerak; Agus Condro Sudah Lama Cerita Merasa Bersalah
Masyarakat Profesional Madani meminta Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK segera bergerak efektif dan komprehensif, membongkar skandal transaksional yang terjadi di Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat periode 1999-2004 dalam pemilihan Deputi Senior Gubernur Bank Indonesia.
Ketua Masyarakat Profesional Madani (MPM) Ismed Hasan Putro menyampaikan hal itu kepada pers, Senin (18/8) di Jakarta. Ini terkait pengakuan Agus Condro Prayitno dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan DPR, yang menerima uang Rp 500 juta sekitar dua minggu setelah terpilihnya Miranda S Goeltom sebagai Deputi Senior Gubernur BI tahun 2004.
”KPK tak cuma harus memeriksa anggota DPR yang disebut Agus Condro. Lebih dari itu, KPK juga harus memanggil dan memeriksa Miranda. KPK jangan mengabaikan pengakuan dari Agus Condro,” paparnya.
Jika semua pihak terbuka, lanjut Ismed, sebenarnya lama terdengar adanya harga dan praktik transaksional dalam pemilihan pejabat publik dan setiap kebijakan yang terkait dengan anggota DPR. Namun, publik seolah kesulitan membuktikannya.
”Tahun 2004, saat pencalonan berjalan, terdengar ada konglomerat yang menjadi bandar untuk meloloskan Miranda terkait kepentingan inside trading, valuta asing. Dengan sekali transaksi, si konglomerat kembali modal, bahkan untung besar. Inside trading juga bagian dari akumulasi dana kepentingan Pemilu 2004,” ujarnya.
Pengakuan Agus Condro juga kian membuka tabir betapa tidak sedapnya aroma dalam pemilihan pejabat BI oleh DPR. Dari skandal ini, MPM mengimbau publik agar tidak memilih mereka yang menerima suap untuk menjadi anggota DPR 2009-2014.
Cerita saat ke daerah
Seorang anggota DPR yang tak bersedia disebutkan namanya, Senin, mengaku sudah lama mendengar pengakuan Agus Condro itu, terutama saat melaksanakan tugas ke daerah untuk sosialisasi Undang-Undang Dasar.
”Dia merasa bersalah sebab menerima uang itu,” kata anggota Dewan yang rekan Agus tetapi berbeda fraksi itu.
Agus Condro kali pertama menuturkan pemberian dana pada dirinya ketika media massa memberitakan pemeriksaan anggota Komisi IX periode 1999-2004 dari Fraksi Partai Golkar, Hamka Yandhu, yang diduga terlibat kasus aliran dana BI ke DPR.
Agus tiba-tiba bercerita, ia pun pernah menerima uang selamat datang Rp 25 juta saat masuk Komisi IX. Kemudian, setelah pemilihan Deputi Senior Gubernur BI, Agus menceritakan menerima uang Rp 500 juta. Beberapa anggota Dewan lain yang waktu itu bertugas juga ikut mendengar cerita itu karena Agus memaparkannya secara terbuka.
”Dia juga cerita akan mengembalikan uang itu karena merasa tidak tenteram dan bersalah. Dia juga katanya sudah mengajak rekan-rekannya untuk mengembalikan. Meskipun KPK belum menangani kasus ini, ia tetap berniat mengembalikan uang itu sebab ia merasa tidak benar,” papar anggota Dewan itu lagi.
Berdasarkan catatan Kompas, ada tiga calon yang mengikuti pemilihan Deputi Senior Gubernur BI, yaitu Miranda, Hartadi A Sarwono, dan Budi Rohadi. Miranda terpilih melalui rangkaian uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) yang berlangsung lebih dari 10 jam. Pemilihan dihadiri 54 dari 56 anggota Komisi IX DPR. Dalam voting, Miranda memperoleh 41 suara, Budi 12 suara, dan Hartadi 1 suara.
KPK melindungi
Secara terpisah, Senin di Jakarta, Juru Bicara KPK Johan Budi SP menuturkan, selama ini KPK memberikan perlindungan kepada pelapor perkara korupsi dan mereka yang sedang diproses hukum. ”Untuk pelapor, perlindungan diberikan dengan menyembunyikan identitas mereka saat kasusnya sedang diselidiki atau disidik. Bagi yang diproses hukum, selama di tahanan, dijaga keselamatannya dan diperlakukan dengan baik,” paparnya.
Terkait pernyataan Agus Condro, Johan menuturkan, perlindungan KPK adalah dengan tidak memberitahukan identitas pengungkap kasus itu. Namun, kini lain karena Agus sudah berbicara kepada publik. (sut/nwo)
Sumber: Kompas, 19 Agustus 2008