KPK Ingin Ikut Rapat Anggaran

Komisi Pemberantasan Korupsi mengajukan permohonan untuk mengikuti rapat Komisi Dewan Perwakilan Rakyat, dengan agenda pembahasan Rencana Kegiatan Anggaran Kementerian dan Lembaga atau RKA-KL dengan mitra kerja. Hal ini terutama untuk pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun anggaran 2009.

Rencana KPK itu tertuang dalam surat tertanggal 7 Juli 2008 yang ditujukan kepada pimpinan komisi DPR. Surat kepada pimpinan Komisi V DPR, misalnya, ditandatangani Wakil Ketua KPK Moch Jasin. Surat ditembuskan pula kepada pimpinan KPK dan Sekretaris Jenderal DPR.

Dalam surat itu dijelaskan, berdasarkan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, KPK memiliki tugas memonitor penyelenggaraan pemerintahan negara. Sebagai bagian dari pelaksanaan tugas itu, saat ini KPK sedang mengkaji sistem perencanaan dan penyusunan APBN.

”Sehubungan dengan hal itu, kami mengajukan permohonan untuk dapat mengikuti kegiatan rapat komisi dengan agenda pembahasan RKA-KL dengan mitra kerja Komisi V DPR untuk APBN tahun 2009 yang sifatnya terbuka maupun tertutup,” demikian tulis Jasin dalam suratnya.

DPR keberatan

Sejumlah anggota DPR menilai rencana KPK itu tidak tepat, baik dari sisi administrasi, sistem tata negara, maupun efektivitas pengawasan penyelenggaraan pemerintahan negara. Surat itu dinilai menyalahi prosedur karena dikirimkan langsung kepada pimpinan komisi, tidak kepada pimpinan DPR.

Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Golkar, Aulia Rahman, menilai rencanan KPK itu berlebihan dan terkesan mengintervensi DPR yang dijamin konstitusi atau UU. DPR memiliki kewenangan dalam bidang budget dan anggaran. ”Rencana KPK menyalahi fitrahnya,” katanya.

Wakil Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional DPR Djoko Susilo bahkan secara tegas menyebutkan, potensi ”kongkalikong” anggaran yang sangat besar ada di Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Departemen Keuangan (Depkeu), dan departemen teknis lainnya.

”KPK salah alamat. Kalau mau, nongkrong itu di Bappenas, Dirjen Anggaran Depkeu, atau sekjen departemen. Potensi kongkalikong itu di sana,” kata Djoko.

Potensi kongkalikong ada di Bappenas dan Depkeu karena mereka yang menyusun RKA-KL, sedangkan departemen menyusun rencana penggunaan anggaran hingga satuan tiga, yaitu bentuk program dan spesifikasi teknis. ”Satuan tiga itu dipersiapkan di departemen sekitar enam bulan, sedangkan di DPR dibahas paling lama 3 minggu,” ucapnya.

Dari pembahasan satuan tiga selama ini, DPR justru menemukan banyak duplikasi anggaran dan mencoretnya. Dicontohkan, di Departemen Komunikasi dan Informatika ada anggaran informasi flu burung sekitar Rp 7 miliar. Padahal, program yang sama juga ada di Departemen Kesehatan dan Departemen Pertanian.

”DPR juga pernah menemukan kegiatan yang diusulkan unit departemen hanya Rp 10 miliar. Anehnya malah disetujui lebih dari Rp 20 miliar. Ini bisa akibat kongkalikong,” papar Djoko.

Untuk mencegah korupsi atau kolusi anggota DPR dalam penyusunan anggaran, papar Anggota Komisi IX, Charles Jones Mesang, KPK seharusnya memonitor laporan harta kekayaan anggota Dewan, bukan ikut membahas anggaran. Komisi IX juga mendapatkan surat dari KPK.

”DPR itu membahas anggaran juga hanya sambil lalu. Yang banyak tahu itu justru departemen,” ucap Charles dari Fraksi Partai Golkar. (SUT)

Sumber: Kompas, 21 Juli 2008 

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan