KPK Laporkan ke Polisi; Sebut Sekretaris Gubernur BI Hilangkan Barang Bukti
Gencarnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa para saksi dalam kasus aliran dana Bank Indonesia (BI) membuat pengawasan terhadap barang bukti tidak maksimal. Akibatnya, dokumen yang disegel penyidik KPK hilang.
Juru Bicara KPK Johan Budi S.P. menyatakan, KPK telah melaporkan sekretaris gubernur BI berinisial MHB ke Polres Jakarta Pusat pada Kamis (31/1). Terlapor yang berjenis kelamin perempuan itu diduga berupaya memindahkan dokumen di meja yang telah disegel KPK pada Rabu (30/1). Ada dokumen yang disegel penyidik KPK. Atasnya telah rusak, laci dibongkar, beberapa dokumen dipindahkan, ungkap mantan wartawan tersebut.
Penyegelan itu, kata dia, dilakukan dalam rangka pengumpulan barang bukti di kantor BI di Jakarta dan Surabaya yang dilakukan sejak 29 Januari 2008.
Bagaimana KPK tahu pelakunya adalah MHB? Pakai cara KPK lah, ujarnya.
Meski ada berkas barang bukti yang hilang, KPK kemarin memanggil enam pejabat BI sekaligus, termasuk mantan Gubernur BI Soedrajad Djiwandono. Lembaga antikorupsi itu meminta keterangan kepada pemimpin BI Surabaya Rusli Simanjuntak, mantan Deputi BI Iwan R. Prawiranata, mantan Ketua YPPI Baridju Salam Hadi, Direktur LPPI Ratnawati Priono, serta analis BI Asnar Asnari.
Keluar dari Gedung KPK Kuningan pukul 21.21 tadi malam, Soedrajad yang diperiksa sejak pukul 10.00 itu menolak berkomentar. Nanti saja ah, kata pria berambut putih itu kepada belasan wartawan yang menanti di lobi depan KPK.
Bersama Rusli Simanjuntak dan Iwan R. Prawiranata, gubernur BI sebelum Syahril Sabirin tersebut langsung masuk ke Kijang biru pelat merah bernomor polisi B 2336 PQ. Rusli yang berkumis tebal juga enggan berkomentar.
Sebelumnya, pukul 20.51, Ratnawati Priono keluar bersama Baridju Salam Hadi. Keduanya langsung masuk ke Honda perak B 8625 EZ. Ratnawati yang berkerudung itu tak mau berkomentar, meski telah dikepung wartawan. Begitu pula dengan Baridju yang bertopi.
Di tempat terpisah, Koordinator Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch (ICW) Teten Masduki menilai, KPK hanya menyentuh level eksekutor paling bawah, lalu melompat ke yang paling atas. Mengapa pengelola dan penerimanya tidak? ujarnya di Kantor ICW, Jalan Kalibata, kemarin (4/2).
Dia mengungkapkan, mengacu pada kronologi waktu, persetujuan prinsip penggunaan dana YPPI dimulai sejak Syahril Sabirin. Masuk akal atau tidak, RDG memutuskan permintaan bantuan hukum. Padahal, mereka minta ke YPPI. Pasti ada pihak yang menjadi inisiator membawa permohonan itu ke BI, ungkap pria asal Garut tersebut.
Teten juga mengungkapkan, dana BI ke YPPI belum turun. Ketika YPPI menagih, oleh BI, utang tersebut dikonversikan menjadi sewa tanah di Kemang. Dalam surat bernomor 8/20/GUB/DPI-Rhs tanggal 1 Juni 2006, terungkap ada pertemuan antara Burhanuddin Abdullah dengan Anwar Nasution.(agm/ein/kim)
Sumber: Jawa Pos, 5 Februari 2008