KPK Masih Selidiki Keterlibatan Freddy; Reformasi Etika Dimulai dari DPR
Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK masih menyelidiki kemungkinan Menteri Kelautan dan Perikanan Freddy Numberi menikmati dana nonbudgeter Departemen Kelautan dan Perikanan. Penyelidik menganalisis kemungkinan itu berdasarkan keterangan Freddy saat diperiksa di KPK.
Selain itu, Freddy pun pernah diperiksa sebagai saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.
Demikian dikatakan Wakil Ketua KPK Bidang Penindakan Tumpak Hatorangan Panggabean di Kejaksaan Agung, Selasa (24/7), saat ditanya tentang perkataan mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Rokhmin Dahuri bahwa Freddy tahu mengenai dana nonbudgeter di Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP).
Kuasa hukum Freddy, Tumpal Halomoan Hutabarat, membantah tuduhan Rokhmin itu. Pak Freddy tak pernah menggunakan dana nonbudgeter DKP untuk kepentingan pribadi, katanya.
Diakui Tumpal, ada dana nonbudgeter DKP yang dipakai kliennya, yakni untuk serah terima jabatan Duta Besar Republik Indonesia untuk Italia dan mengisi rumah dinas Menteri Kelautan dan Perikanan. Namun, penggunaan dana itu tak sepengetahuan Freddy.
Namun, bila Freddy akan diperiksa kembali, Tumpal menyerahkan sepenuhnya pada kewenangan KPK. Dana yang dipakai itu juga sudah diganti, ujarnya.
Tiga anggota DPR
Soal tiga anggota DPR yang kasusnya diteruskan Badan Kehormatan (BK) DPR pada KPK, karena diduga menerima dana nonbudgeter DKP, Tumpak Hatorangan mengatakan, rekomendasi BK hanya sebagai masukan untuk penyelidikan KPK. Sejauh mana yang disampaikan BK DPR bisa dipenuhi alat buktinya. Di pengadilan yang bicara alat bukti, ujarnya.
Apakah ketiga anggota DPR itu bisa dikatakan menerima gratifikasi, Tumpak Hatorangan menjawab, KPK masih akan melihat sejauh mana penerimaan dana itu berhubungan dengan jabatan dan kewajiban anggota DPR itu.
Secara terpisah, Wakil Ketua BK DPR Topane Gayus Lumbuun mengingatkan, bagi anggota DPR, kode etik yang mengikat mereka diberlakukan sejak 29 September 2004. Untuk pejabat publik, penegakan etika memang seharusnya dimulai dari DPR.
Menurut dia, rekomendasi BK terkait penerimaan dana nonbudgeter DKP oleh anggota DPR disampaikan kepada pimpinan DPR. Pimpinan DPR akan menindaklanjuti, termasuk berkoordinasi dengan KPK dan mengumumkan rekomendasi BK DPR.
Pemeriksaan BK, lanjut anggota F-PDIP DPR itu, adalah untuk menyentuh sisi budaya hukum dan terkait reformasi hukum serta etika yang kini dilangsungkan di negeri ini. Reformasi etika dimulai dari DPR sebab lembaga itu adalah representasi rakyat, ujarnya. (idr/tra)
Sumber: Kompas, 25 Juli 2007