KPK Pastikan Direktur Masaro Dicekal
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Mochammad Jasin menegaskan bahwa Direktur PT Masaro Radiokom Anggoro Wijaya sudah dicekal sejak beberapa waktu yang lalu. "Dia masih dicekal. Masa berlaku surat cekal masih belum habis," ujar Jasin saat dihubungi tadi malam.
Penegasan Jasin itu diberikan menanggapi keterangan Direktur Penyidikan dan Penindakan Keimigrasian Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia R. Muchdor. Menurut Muchdor, sejauh ini belum ada pencekalan atas Anggoro Wijaya.
Padahal yang bersangkutan sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan alat sistem komunikasi radio terpadu (SKRT) di Departemen Kehutanan pada 2007. “Belum ada permintaan cekal dari KPK sampai saat ini," ujar Muchdor.
Anggoro Wijaya ditetapkan sebagai tersangka pada Selasa malam lalu. Ia dianggap terlibat karena diduga memberikan uang suap kepada sejumlah anggota DPR terkait dengan proyek senilai Rp 180 miliar ini.
Selain dari pengembangan kasus lain, dugaan korupsi ini bermula dari hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada 2007. Pemeriksa menemukan ada seperangkat alat komunikasi radio yang disebut-sebut di lapangan tapi kenyataannya tidak ada. Setelah dilacak, diketahui terdapat kerugian negara akibat pengadaan peralatan fiktif itu sebesar Rp 13 miliar.
Juru bicara KPK, Johan Budi S.P., mengatakan sumber penyidikan kasus ini tak hanya dari audit BPK serta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. “Ada juga laporan dari perorangan,” ujarnya.
PT Masaro Radiokom merupakan pihak swasta yang menjadi rekanan Departemen Kehutanan dalam pengadaan alat sistem radio komunikasi terpadu tersebut. Perusahaan ini agen tunggal peralatan radio bermerek Motorola.
KPK juga telah memeriksa Menteri Kehutanan Malem Sambat Kaban sebagai saksi berkaitan dengan kasus ini pada Oktober tahun lalu. Menurut Kaban, pengadaan sistem komunikasi radio terpadu sudah berjalan sejak 1989 dan akan berlanjut hingga 2010. "Proyek tersebut bukan gagasan saya semasa menjadi Menteri Kehutanan," katanya. CHETA NILAWATY | TOMI ARYANTO
Sumber: Koran Tempo, 25 Juni 2009