KPK Proses 16 Politikus Terkait Skandal BI
Penegak hukum yang terlibat belum tersentuh.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bidang Pengawasan Haryono menegaskan pihaknya sedang memproses 16 nama yang diserahkan oleh Badan Kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat terkait dengan kasus aliran dana Bank Indonesia. Itu jadi bukti tambahan, kata Haryono kemarin.
Namun, katanya, hingga saat ini bukti-bukti yang dimiliki KPK dianggap belum cukup untuk menetapkan nama-nama yang diserahkan itu sebagai tersangka. Hasil penyidikan akan diolah dulu dan disampaikan kepada pimpinan Komisi.
Sebelumnya, KPK telah meminta Direktorat Jenderal Imigrasi melakukan pencekalan terhadap 17 nama yang diduga terlibat dalam kasus dugaan penyelewengan dana ini.
Sebagian besar mereka adalah pejabat dan bekas pejabat BI, yakni Aulia Pohan, Aslim Tadjuddin, Bun Bunan Hutapea, Dany Indartoseno, Asnar Ansyari, Baridjussalam Hadi, Hendro Budianto, Iwan R. Prawiranata, R. Kuntowibisono, Lukman Bunyamin, Maman H. Soemantri, Paul Sutopo, Ratnawati Priyono, Sudradjad Djiwandono, Sjahril Sabirin, dan Roswita Roza.
Satu-satunya nama yang berasal dari kalangan DPR adalah Antony Zeidra Abidin, bekas anggota Komisi Keuangan dan Perbankan yang kini menjabat Wakil Gubernur Jambi. Hamka Yamdu, anggota DPR yang juga sempat diperiksa KPK, hingga saat ini masih berstatus saksi dan tak masuk daftar cekal.
Menurut Wakil Ketua KPK Bidang Penindakan Chandra M. Hamzah, pencekalan terhadap 17 nama itu dilakukan setelah penyidik melakukan tindakan serupa terhadap tiga tersangka dalam kasus tersebut. Para tersangka itu adalah Gubernur Bank Indonesia Burhanuddin Abdullah, Direktur Hukum BI Oey Hoey Tiong, serta Kepala Perwakilan Bank Indonesia Surabaya Rusli Simanjuntak.
Meski banyak mendapatkan apresiasi, langkah KPK itu dinilai belum menyentuh semua pihak yang diduga terlibat. Teten Masduki dari Indonesia Corruption Watch, misalnya, mendesak KPK menyeret pula nama-nama dari kalangan DPR selain Antony. Dana BI itu kan mengalir ke banyak orang di DPR dan juga aparat penegak hukum, katanya.
Dalam kasus senilai Rp 100 miliar ini, dana yang diambil dari kas Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia itu memang diberikan ke banyak pihak. Selain Rp 31,5 miliar yang ditujukan ke anggota DPR di Komisi Keuangan dan Perbankan, Rp 68,5 lagi digunakan sebagai dana bantuan hukum bagi penyelesaian kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Dalam laporan audit Badan Pemeriksa Keuangan, yang menjadi dasar pengungkapan kasus ini, disebutkan bahwa dana bantuan hukum itu ada yang diberikan langsung kepada para bekas pejabat BI yang terbelit kasus BLBI. Sebagian lagi digunakan untuk membayar ongkos pengacara, dan yang lainnya masuk ke kantong para penegak hukum.
Jaksa Agung Hendarman Supandji pun menegaskan pihaknya akan mempersilakan penyidik KPK melakukan pemeriksaan bila ada jaksa yang diduga turut menerima dana BI. Saya izinkan. Kami tidak tinggal diam, katanya akhir pekan lalu. TOMI | AQIDA | CHETA
Sumber: Koran Tempo, 18 Februari 2008