KPK Siapkan Sidang Komisi Etik

Sidang Komisi Etik KPK bisa sampai memutuskan memecat Antasari.

PIMPINAN kolektif Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan membentuk sebuah tim yang akan bertugas mengumpulkan informasi dan data terkait kasus yang menimpa Ketua KPK nonaktif Antasari Azhar yang kini tersangka kasus pembunuhan Direktur PT Putra Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnaen.

"Tim tersebut akan mengumpulkan informasi yang diduga memuat adanya pelanggaran etik oleh Antasari," kata Juru Bicara KPK, Johan Budi, di kantornya, Kamis (14/5). Di bawah pengawasan langsung Deputi Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat (PIPM) dan diketuai Direktur Pengawasan Internal KPK, informasi dan data yang berhasil dikumpulkan tim tersebut akan menjadi acuan bagi sidang Komisi Kode Etik yang akan segera dibentuk KPK.

"Komisi tersebut akan mengidentifikasi jenis pelanggaran sesuai dengan UU KPK yang berlaku dan menerapkan sanksinya," kata Johan. Dikatakan Johan, proses internal yang terjadi di KPK tersebut terlepas dari proses penyelidikan yang dilakukan kepolisian.

"Proses di kepolisian jalan terus, dan pengawasan internal di KPK juga tetap diberlakukan, tidak saling mengganggu," katanya. Menurut Johan, tidak menutup kemungkinan, hasil dari penyelidikan Komisi Etik akan mendahului proses kepolisian.

"Memang, bisa saja, sebelum Antasari dinyatakan bersalah di pengadilan, karena ada pelanggaran kode etik, KPK bisa segera meminta pemerintah memberhentikan Antasari selamanya," kata Johan.

Dijelaskan Johan, pembentukam Komisi Etik ini untuk menunjukkan pada masyarakat luas, bahwa KPK tidak diam dalam menghadapi kasus Antasari Azhar. "Masyarakat harus tahu bahwa KPK juga punya kode etik sendiri yang harus dipatuhi oleh segenap pimpinan dan orang yang bekerja di KPK," katanya.

Pelaksana Tugas Kepempimpinan Kolektif KPK M Yasin mengatakan, beberapa kode etik yang termuat di UU KPK antara lain, KPK Diduga Abaikan Pengakuan Ranendra Dangin
by : M. Yamin Panca Setia
ICW pertanyakan KPK yang tidak menindaklanjuti dugaan aliran dana korupsi RNI ke Megawati Soekarnoputri.

KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) sebenarnya telah mengetahui jika aliran dana Rp500 juta telah diberikan Ranendra Dangin ke Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati, saat penyidikan di KPK.

Sejak kasus itu disidik KPK, Ranendra yang menjadi terdakwa kasus korupsi impor gula kerja sama Bulog dengan PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI), sudah menginformasikan soal pemberian dana yang kabarnya untuk kampanye Megawati tersebut.

"Betul (pengakuan Ranedra telah memberikan uang Rp500 juta ke Megawati). Uang itu memang diberikan untuk PDIP. Pengakuan itu juga diutarakan Ranendra saat diperiksa KPK. Dia juga ngomong begitu, saat diperiksa KPK," kata bekas kuasa hukum Ranendra, Tomy Sihotang saat dihubungi Jurnal Nasional, kemarin (14/5).

Namun, saat masih mendampingi Ranendra, Tomy mengaku tidak mengetahui dana itu diberikan Ranendra untuk kepentingan kampanye Megawati di Pemilihan Presiden 2004 atau 2009. "Saya tidak tahu. Tapi, dia sebenarnya sudah pernah ngomong di KPK," katanya.

Tomy yang juga kecewa dengan Ranendra karena belum membayar uang jasa sebagai pengacara itu menilai, Ranedra harus membuktikan pengakuannya tersebut karena PDIP sudah membantah pernyataannya. "Kalau PDIP kan sudah membantah, Ranendra harus membuktikan, benar gak uang itu di kasih. Atau akal-akalan dia saja. Kalau dia tidak bisa melaporkan, maka itu adalah fitnah," ujarnya.

Aliran dana Rp500 juta yang mengalir ke Megawati baru diketahui publik saat Ranendra mengungkapkan informasi tersebut persidangan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Senin (11/5).

Pengeluaran dana Rp500 juta itu sudah dimasukkan ke dalam laporan keuangan RNI. Karena itu, dalam persidangan yang digelar di Ranendra mempertanyakan mengapa dana Rp500 juta itu tidak dimasukkan ke dalam kerugian negara.

Saat itu, Ranendra bertanya kepada Ahli Badan Pengawas Pembangunan dan Keuangan (BPKP), Agustina Arumsaridi, yang dihadirkan dalam sidang sebagai saksi ahli. "Apakah saudara ahli tahu kalau pengeluaran Rp500 juta untuk bantuan kampanye bagi Ibu Mega tahun 2004 di Yogya," kata Ranendra yang juga menjabat sebagai Direktur Keuangan RNI.

Namun, Ranendra tidak menjelaskan lebih detail mengenai dana untuk kampanye Megawati tersebut. Dia berjanji akan membuka pengakuannya secara detail di persidangan.

Pengakuan Ranendra tersebut telah dibantah pihak PDIP. Sekretaris Jenderal PDIP Pramono Anung menyatakan, Megawati tidak pernah tahu soal dana tersebut. "Terlalu naif bagi Ibu Mega untuk berhubungan dengan kepala keuangan ketika itu," kata Pramono Selasa (12/5).

Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Danang Widoyoko mempertanyakan alasan KPK yang tidak menindaklanjuti pengakuan Ranendra yang mengungkap dana Rp500 juta mengalir ke Megawati.

"Keterlaluan kalau KPK kemudian itu (pengakuan Ranendra) tidak dijadikan barang bukti, atau barang kali pengakuan itu bisa juga dugaan. Barang kali juga itu hanya pernyataan Ranendra saja. Tidak ada bukti yang dipergunakan," katanya.

Namun, Danang menyatakan, harusnya KPK mem-follow up pengakuan Ranendra tersebut. Dia menilai, kesaksian Ranendra di pengadilan Tipikor harus menjadi bukti awal untuk menindaklanjuti lebih dalam kasus tersebut.

Ranendra diduga telah menggelapkan uang untuk kepentingan pribadi mencapai Rp3,8 miliar. Dia dijerat pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.pimpinan dan penyidik di KPK tidak boleh bermain golf dengan pihak-pihak yang berpotensi menimbulkan conflict of interests, tidak memanfaatkan ruang publik untuk membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan tugas KPK, dan sebagainya.

"KPK keras dalam hal ini, sanksinya mulai dari yang ringan sampai yang berat, berupa pemecatan," kata Yasin. Komisi Etik itu sendiri terdiri dari unsur pimpinan KPK, penasihat, dan narasumber yang berasal dari luar KPK. Dijelaskan Yasin, pembentukan tim pengumpul informasi dan Komisi Etik ini sudah ada dalam UU KPK.

"Dalam UU tersebut kan dijelaskan, bila KPK menghadapi kasus yang diindikasikan adanya pelanggaran kode etik, maka berhak dibentuk komisi ad hoc untuk memeriksa kasus tersebut dan memberikan sanksinya," katanya.  

Yasin menjamin, walaupun Komisi Etik tersebut terdiri dari pimpinan KPK sendiri, tidak akan timbul konflik kepentingan. "Rumusannya kan sudah jelas ada di UU. Jadi komisi tersebut tinggal melaksanakannya," katanya. Soal pengumpulan informasi dan data tim, bisa diperoleh dari pihak mana saja. Tidak menutup kemungkinan meminta informasi kepada Antasari Azhar sendiri dengan tidak mengganggu proses penyelidikan kepolisian.[by : Yanuar Jatnika]

Sumber: Jurnal nasional, 15 Mei 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan