KPK Tagih Laporan Pelesir ke AS
Keberangkatan sejumlah pejabat hukum RI ke Amerika atas sponsor Kedutaan Besar Amerika Serikat (AS) akhir Juni lalu dipersoalkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Lembaga antikorupsi itu mengultimatum akan memproses secara hukum bila mereka melampaui batas waktu laporan akhir bulan ini.
Wakil Ketua KPK Haryono Umar mengungkapkan, bila melebihi batas waktu yang ditentukan, bisa saja penyidik KPK memproses mereka dengan tudingan menerima gratifikasi. Alasannya, pemberian tiket keberangkatan plus fasilitas penginapan kepada pejabat negara yang tidak dilaporkan sama halnya gratifikasi. "Paling lambat akhir bulan ini harus ada laporan ke kami (KPK, Red)," jelasnya.
Informasi yang dihimpun Jawa Pos, saat menghadiri undangan ke Amerika itu, para pejabat tersebut menerima fasilitas tiket seharga USD 6.500 dan fasilitas hotel bintang lima. Sesuai pasal 12B UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dijelaskan, setiap penerimaan oleh penyelenggara negara harus dilaporkan ke KPK paling lambat 30 hari setelah penerimaan.
Dia mengungkapkan, para pejabat yang belum melaporkan itu adalah mereka yang bertugas di lingkungan Mahkamah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK), DPR RI, Kejaksaan Agung (Kejagung), dan Mabes Polri.
Dalam undangan itu, memang ada sejumlah aktivis LSM yang bergerak di bidang hukum. Kedudukan mereka bukan sebagai pejabat tinggi negara. Dengan demikian, KPK tidak punya kewajiban meminta laporan sesuai amanat UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sejauh ini, kata Haryono, pihaknya baru menerima laporan dari lima pejabat yang turut menghadiri undangan tersebut. Mereka adalah Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Anwar Nasution, anggota DPR Zulkifli Mansyur, hakim Pengadilan Tipikor I Made Hendra Kusuma, serta dua pejabat KPK, yakni Wakil Ketua KPK Bibit Samad Riyanto dan dirinya sendiri (Haryono Umar). "Yang lain belum lapor meski sudah dikirimi surat pada 30 Juni 2008," jelasnya. "Sekarang tinggal beberapa hari. Masih ada kesempatan untuk melaporkan," tambahnya.
Haryono berharap para pejabat hukum itu memberikan contoh hukum yang baik kepada masyarakat. Salah satunya mengikuti amanat undang-undang.
Dia menilai, para pejabat tersebut tidak akan menerima undangan dari pemerintah Amerika mana kala tidak menduduki jabatan sebagai penyelenggara negara. "Tidak mungkin mereka diundang kalau bukan pejabat," ucapnya.
Dia menambahkan, para pejabat di daerah justru lebih patuh. Beberapa bupati dan wali kota bahkan lebih tertib dengan melaporkan undangan yang mereka terima. ''Ada yang ke Tiongkok, Singapura, mereka langsung lapor,'' tambahnya.
Apakah para pejabat tidak boleh menerima undangan? Menurut Haryono, hal tersebut boleh-boleh saja, tapi tidak menghapus kewajiban membuat laporan para penyelenggara negara. "Laporan tersebut akan diproses KPK, kita buat SK (surat keputusan) bahwa gratifikasi adalah milik yang bersangkutan (tak disita negara, Red)," jelasnya. (git/ein/agm)
Sumber: Jawa Pos, 28 Juli 2008