KPK Tangkap Anggota KPPU, Diduga Terima Rp 500 Juta
Anggota Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Mohammad Iqbal, Selasa (16/9) sekitar pukul 18.20, ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi di Hotel Aryaduta, Jakarta Pusat. Mantan Ketua KPPU ini diduga menerima suap sebesar Rp 500 juta yang disimpan dalam tas hitam dari pengusaha Billy Sindoro.
Selain Iqbal dan Billy, KPK juga menangkap tiga orang lainnya, yaitu asisten Billy berinisial BD, sopir Iqbal berinisial BR, dan G, office boy Hotel Aryaduta.
Saat tiba di Gedung KPK dengan mobil Toyota Kijang sekitar pukul 19.50, Iqbal tak menjawab pertanyaan wartawan. Ketika dibawa memasuki Gedung KPK, pria yang memakai baju batik warna putih-biru dan celana warna gelap ini, sambil tersenyum dan geleng-geleng kepala, hanya mengatakan, ”Tidak tahu deh... tidak tahu deh... tidak tahu.”
Billy dibawa dengan mobil terpisah dari Iqbal. Ia hanya diam saja dan langsung masuk ke Gedung KPK. Demikian juga dengan tiga orang lainnya.
Ketua KPK Antasari Azhar mengatakan, Billy membawa sebuah tas berwarna hitam yang ternyata berisi uang Rp 500 juta. Transaksi dilakukan dalam lift hotel. ”Uang itu diduga suap terkait perkara di KPPU,” ujarnya.
Antasari telah memerintahkan tim KPK untuk melakukan upaya lain guna memperkuat bukti yang dimiliki, seperti penggeledahan atau penyitaan. Saat ditanya apakah Kantor KPPU akan digeledah, ia menjawab, hal itu bisa saja dilakukan. ”Tetapi, tidak bisa dijelaskan secara rinci karena dapat membuat pihak lain menghilangkan barang bukti. Kasus ini kemungkinan juga berkembang,” kata Antasari lagi.
Ia juga mengatakan bahwa status Iqbal, Billy, dan tiga orang lainnya akan ditentukan dalam 1 x 24 jam setelah ditangkap.
Ia juga menegaskan, KPK merasa perlu mengumumkan penangkapan ini untuk menghindari kesimpangsiuran. Kasus ini juga berdiri sendiri, tidak terkait dengan kasus lain yang sedang ditangani komisi ini.
Terkait penangkapan Iqbal itu, anggota KPPU, Anna Maria Tri Anggraini, Selasa malam di Jakarta, mengakui, kredibilitas KPPU sedang diuji. Kredibilitas itu tetap berada pada masing-masing pribadi sehingga publik sebaiknya tidak menggeneralisasi perilaku semua anggota KPPU.
Anna kaget terkait dengan penangkapan itu. Ia semula tak bisa berkata-kata, tidak percaya atas penangkapan itu.
Menurut Anna, yang menjadi Ketua Tim Pemeriksa Kasus Astro, sejak Selasa siang tim KPPU, termasuk Iqbal, memeriksa salah satu perkara yang terjadi di Kupang. Karena janji menemui seseorang, Iqbal berpamitan meninggalkan ruang pemeriksaan.
”Saya tak menyangka kalau dia pergi menemui orang itu. Kalau betul terkait Astro, saya bakalan ikut diperiksa, nih,” ujarnya.(nwo/osa)
Sumber: Kompas, 17 September 2008
------------------------
Anggota KPPU Ditangkap
Eksekutif Grup Lippo diduga memberi uang Rp 500 juta terkait dengan kasus Astro.
Mohammad Iqbal, anggota Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), kemarin sore tertangkap tangan saat menerima uang Rp 500 juta dari Billy Sundoro, salah satu petinggi di Grup Lippo. Tim petugas Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap keduanya saat mereka ada di dalam lift Hotel Aryaduta, Jakarta Pusat, sekitar pukul 18.00 WIB.
Saat itu Billy menyerahkan tas berwarna hitam kepada Iqbal, dan tim KPK masuk langsung meminta mereka membuka tas. "Setelah dicek, isinya uang sebesar Rp 500 juta," kata Ketua KPK Antasari Azhar kepada wartawan di ruang pers kemarin malam.
Iqbal dan Billy pun langsung diboyong ke kantor KPK. Iqbal, yang mengenakan baju batik hijau kecokelatan, hanya tersenyum menanggapi pertanyaan wartawan atas kasus tertangkap tangan tersebut. Sedangkan Billy berusaha menghindari wartawan.
Bersama mereka, tim KPK juga membawa asisten pribadi Billy berinisial BD, sopir Iqbal berinisial BR, dan seorang petugas Hotel Aryaduta berinisial G. Kelimanya kemudian menjalani pemeriksaan secara maraton.
Menurut Antasari, timnya kini sedang mengumpulkan bukti-bukti lainnya. Saat ini KPK baru memiliki alat bukti berupa uang Rp 500 juta. Antasari mengatakan penangkapan Iqbal itu terkait dengan perkara yang ada di Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Namun, Antasari mengaku belum bisa memastikan kasusnya. "Kami akan tentukan dalam 1 x 24 jam."
Sumber Tempo di KPK mengatakan uang yang diterima Iqbal dari Billy Sundoro diduga terkait dengan kasus dugaan monopoli Astro atas penayangan Liga Inggris. Billy adalah Presiden Direktur PT First Media, anak usaha Lippo yang menjual layanan Astro di Indonesia. Tahun lalu siaran Liga Inggris yang hanya disiarkan di Astro dipersoalkan oleh stasiun televisi berbayar seperti Indovision, Telkomvision, dan Indosat Mega Media. Mereka mengadukan kasus ini ke Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Bulan lalu Komisi itu memutuskan Astro tidak terbukti melakukan monopoli tayangan Liga Inggris.
Ihwal penangkapan Iqbal, Direktur Komunikasi Komisi Pengawas Persaingan Usaha Junaidi mengaku tak tahu-menahu. "Kami coba konfirmasi ke KPK, kami belum dapat informasi resmi dari KPK," kata Junaidi kepada Tempo kemarin malam. Iqbal adalah mantan Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha periode 2001-2002 yang menjadi majelis hakim pemutus kasus Astro itu.
Sedangkan penangkapan Billy sudah diketahui Grup Lippo. "Pak Billy ditangkap karena diduga menyuap anggota KPPU Rp 500 juta," kata sumber Tempo di Grup Lippo. Billy duduk sebagai salah satu eksekutif di Grup Lippo, perusahaan milik James Tjahaya Riady. Ia juga dikenal sebagai orang kepercayaan pengusaha tajir itu.
Soal dugaan Komisi Pengawas Persaingan Usaha memutus memenangkan Astro karena diduga menyuap anggota Komisi tersebut, Junaidi membantahnya. "Apa yang diputus sesuai dengan fakta dan bukti yang ada," ujarnya. Cheta Nilawaty | Sutarto, Wahyudin Fahmi | Maria Hasugian
Bola Panas Liga Inggris
Komisi Pemberantasan Korupsi kemarin menangkap anggota Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Mohammad Iqbal, saat menerima suap Rp 500 juta dari Billy Sundoro, Presiden Direktur First Media. Transaksi itu berlangsung di dalam lift Hotel Aryaduta, Jakarta Pusat. Selain Iqbal dan Billy Sundoro, turut ditangkap tiga orang lainnya, yakni sopir Iqbal dan sopir Billy serta seorang karyawan hotel. Menurut Ketua KPK Antasari Azhar, kasus suap ini berkaitan dengan perkara di KPPU.
KRONOLOGI PERKARA
28 Februari 2006:
Stasiun televisi berbayar Astro Nusantara mulai mengudara, dioperasikan oleh PT Direct Vision. Astro Nusantara adalah kerja sama antara Astro All Asia Network Plc (Astro Malaysia) dan Grup Lippo.
Agustus 2007:
Astro menjadi satu-satunya stasiun televisi berbayar yang menayangkan Liga Inggris di Indonesia. Mereka membeli "hak monopoli" itu dari ESPN Star Sport.
September 2007:
Tiga stasiun televisi berbayar, Indovision, Telkomvision, dan PT Indosat Mega Media (IM2), mengadukan PT Direct Vision ke Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dengan dugaan praktek monopoli siaran Liga Inggris.
Agustus 2008:
Astro Nusantara guncang. Negosiasi pembagian kepemilikan tak tuntas, kerja sama antara Grup Lippo dan Astro Malaysia dalam pengembangan Astro Nusantara terancam berakhir.
21 Agustus 2008:
Astro Malaysia melaporkan Lippo ke polisi atas perkara dugaan tindak pidana penipuan dan penggelapan.
29 Agustus 2008:
KPPU memutuskan bahwa PT Direct Vision dan Astro Nusantara tidak memonopoli siaran Liga Inggris. Pihak yang dinilai bersalah melakukan persaingan tak sehat adalah ESPN Star Sport dan Astro induk.
16 September 2008:
Anggota KPPU, Mohammad Iqbal (anggota sidang majelis perkara dugaan monopoli penguasaan siaran Liga Inggris), tertangkap tangan oleh KPK menerima tas berisi uang Rp 500 juta dari Billy Sundoro, Presiden Direktur PT First Media Tbk, anak usaha Lippo yang menaungi perusahaan penjual layanan Astro.
Akhir Seorang Mantan Aktivis
Mohammad Iqbal dikenal sebagai salah satu aktivis mahasiswa Institut Teknologi Bandung angkatan 78, menjadi pemimpin KPPU sejak berdiri pada 2001 sampai 2002. Tahun lalu Iqbal dan petinggi KPPU lainnya sempat dikabarkan meminta dana ke perusahaan Rusia, Altimo, yang berminat membeli saham Indosat. Tapi dia membantah hal tersebut.
Saat itu beredar fotokopi surat yang dikeluarkan KPPU, ditujukan kepada Kepala Perwakilan Altimo di Jakarta, Soeharto. Isinya, KPPU meminta dana bantuan perkara untuk meneliti kasus dugaan monopoli Temasek Holding di Indosat.
NASKAH: DODY HIDAYAT / SETRI YASRA / CHETA NILAWATY / AGOENG WIJAYA INFOGRAFIK: MACHFOED GEMBONG FOTO: ANTARA (DIOLAH)
Sumber: Koran Tempo, 17 September 2008
----------------------
KPK Tangkap Anggota KPPU
Diduga Terima Suap Putusan Kasus Astro
Para pejabat negara, tampaknya, tidak pernah jera menerima suap. Kali ini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membongkar dugaan suap yang melibatkan Mohammad Iqbal, anggota Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Iqbal tertangkap tangan petugas KPK setelah menerima suap sekitar Rp 500 juta.
Iqbal ditangkap sekitar pukul 18.20 di Hotel Aryaduta. Di hotel dalam kawasan Jalan Prapatan, Jakarta, itu, Iqbal bersama sopirnya, BR, menemui pengusaha berinisial BS. Belakangan diketahui, BS adalah Billy Sindoro, presiden direktur (Presdir) PT First Media Tbk, sebuah perusahaan penyedia jasa layanan broadband internet dan televisi kabel milik Grup Lippo.
Iqbal dan sopirnya ditangkap di lobi hotel. Itu dilakukan setelah Iqbal bertransaksi dengan Billy. Iqbal menerima tas hitam di dalam lift. Begitu diperiksa, tas tersebut berisi uang tunai sekitar Rp 500 juta.
Setelah membekuk Iqbal, petugas KPK menangkap Billy di sebuah kamar di lantai 17 hotel tersebut. Menurut sejumlah saksi, petugas turun dari lift dengan membawa Billy dan seorang asistennya berinisial BD. Saat penangkapan, petugas KPK dibantu polisi yang bersenjata lengkap.
Iqbal dan Billy lantas digelandang petugas menuju ke gedung KPK di Jalan Rasuna Said. Iqbal mengenakan batik warna cokelat. Billy mengenakan kemeja putih. Mereka masuk ke gedung KPK dengan pengawalan ketat.
Selain menggiring keduanya ke KPK, petugas juga menggiring tiga orang lainnya. Mereka adalah BR (sopir Iqbal), BD (asisten pribadi BS), dan seorang office boy hotel tersebut. Selanjutnya, mereka tengah menjalani pemeriksaan oleh penyidik KPK.
Ketua KPK Antasari Azhar menyatakan belum menetapkan status lima orang tersebut. "Sekarang masih ada waktu 1 x 24 jam untuk menentukan apakah mereka menerima suap," jelas Antasari di gedung KPK beberapa saat setelah penangkapan itu.
Antasari tak mau menjelaskan lebih lanjut dalam konteks apa Iqbal menerima suap. "Ya, secara rinci tengah dalam pengusutan," katanya.
Sebelum peristiwa penangkapan itu, Antasari saat berbuka bersama wartawan mengatakan bahwa dalam Ramadan ini KPK tidak berhenti bekerja. "Bulan ini memang ada kasus baru yang kami tangani," terang Antasari. Ternyata, beberapa saat setelah pernyataan itu, KPK meringkus penyelenggara negara yang menerima suap.
Antasari mengatakan, saat ini KPK sedang mengumpulkan alat bukti sebanyak-banyaknya untuk mengembangkan kasus tersebut. Apakah sudah ditetapkan menjadi tersangka? "Kalau bisa malam ini (sudah ditetapkan), paling lambat besok pagi (pagi ini, Red)," katanya.
Di tempat sama, Juru Bicara KPK Johan Budi menambahkan, penangkapan Iqbal didasarkan pada pengaduan masyarakat. "Laporan itu menginformasikan ada anggota KPPU yang akan menerima uang dari pengusaha di (Hotel) Aryaduta,'' tutur Johan. Berbekal laporan itu, KPK pun langsung mengintai hotel di kawasan Tugu Tani tersebut.
Johan menegaskan, KPK sejak awal tidak menjadikan Iqbal dan Billy sebagai target penangkapan. "Kami hanya menindaklanjuti pengaduan masyarakat,'' jelas mantan wartawan itu. Dia mengucapkan terima kasih kepada masyarakat yang melaporkan informasi tersebut.
Tak Pantas Terima Uang
Penangkapan M. Iqbal benar-benar mengagetkan sejumlah kolega sesama anggota KPPU. Iqbal yang selama ini dikenal jujur dan berdedikasi tinggi ternyata justru menghancurkan citra lembaga yang dibentuk sembilan tahun lalu tersebut.
''Hancur sudah... hancur sudah... hancur sudah citra kami. Habislah sudah KPPU," ujar anggota KPPU Erwin Syahril kepada Jawa Pos yang dimintai tanggapan atas penangkapan Iqbal tadi malam.
Akibat kesalahan salah seorang anggotanya tersebut, lanjut Erwin, KPPU tidak akan dipercaya lagi menjadi pengawas persaingan usaha yang kredibel. Sebab, keputusan yang diambil KPPU ternyata bisa dibayar dengan sejumlah uang dari pihak tertentu.
Meski mengaku bukan salah seorang anggota majelis KPPU yang memeriksa kasus Astro, Erwin menganggap Iqbal tidak sepantasnya menerima duit dari siapa pun terkait kasus yang ditanganinya.
Erwin menduga bahwa pihak yang menyuap Iqbal adalah mereka yang dimenangkan dalam sengketa bisnis televisi berbayar itu. Namun, dia mengaku belum bisa meraba ada faktor kepentingan apa sehingga Iqbal harus disuap. ''Saya juga masih bingung kepentingannya seperti apa. Tapi, secara etis, kalau terbukti menerima suap, Pak Iqbal harus mundur sebagai anggota KPPU. Meskipun pencopotan anggota KPPU itu urusan presiden,'' jelasnya.
Ketua KPPU Syamsul Maarif mengatakan belum mengetahui secara jelas kejadian yang menimpa Muhammad Iqbal. Namun, dia mengatakan sudah tahu bahwa salah seorang anggota KPPU ditangkap KPK. Dia akan mempelajari terlebih dahulu hal-hal yang berkaitan dengan masalah tersebut. ''Saya akan mencoba tanya dulu karena belum mengetahui persis penangkapan tersebut," katanya.
Mantan Ketua KPPU Sutrisno Iwantono berharap, informasi dugaan suap yang melibatkan Iqbal tersebut tidak benar. ''Kita harus menjunjung asas praduga tidak bersalah,'' ujarnya di Jakarta kemarin.
Namun, bila ternyata dugaan tersebut benar, dia sangat menyayangkan dampaknya terhadap kredibilitas KPPU. ''Akan sulit lagi untuk membangun kepercayaan yang sudah dibina sejak masa kepemimpinan saya,'' katanya.
Ketua HKTI itu menambahkan, sebenarnya KPPU memiliki kode etik bagi para anggotanya untuk berhubungan dengan pengusaha. ''Sebenarnya pertemuan langsung dengan pengusaha-pengusaha yang sedang diperiksa sebisa mungkin dihindari. Kemudian, kalau memang harus bertemu, itu dilakukan di kantor dalam suasana yang formal,'' ungkapnya.
Kode etik tersebut disusun sejak KPPU berdiri pada 1999. Lembaga itu dibentuk berlandasan UU 25/1999 mengenai Larangan Monopoli dan Praktik Persaingan Usaha Tidak Sehat. (git/wir/iw/agm)
Sumber: Jawa Pos, 17 September 2008
-------------------------
Gara-gara Berebut Liga Inggris
Mengapa First Media terlibat? First Media adalah perusahaan penyedia jasa layanan broadband internet dan jaringan televisi berbayar alias televisi kabel di Indonesia. Perusahaan yang dimiliki Grup Lippo itu berdiri sejak 1994. Semula perusahaan itu bernama PT Broadband Multimedia. Dalam jaringan televisi kabel, First Media memiliki KabelVision. Produk itu sejak Juli 2007 digabung dengan Digital1 dan berganti nama menjadi HomeCable.
Sejatinya, PT Direct Vision (DV) masih bertalian darah dengan KabelVision. Sebab, First Media menguasai 100 persen saham PT Ayunda Prima Mitra. Ayunda itulah yang kemudian menguasai 49 persen saham PT DV -pemegang hak siar Astro. Sisa 51 persen saham PT DV dikuasai perusahaan telekomunikasi asal Malaysia, Astro All Asia Network (AAAN). Sayang, perkembangan terakhir AAAN justru meninggalkan Direct Vision dan bergabung dengan Aora TV.
Pada 29 Agustus 2008, KPPU mengadakan sidang final kasus Astro atas dugaan monopoli siaran liga Inggris. Saat itu banyak yang menduga PT DV akan dikenai sanksi oleh KPPU. Namun, itu tak terjadi. PT DV tetap aman. Bahkan, siaran liga Inggris yang akan hijrah ke Aora TV diharuskan tetap berada di PT DV. Hal itulah yang ditengarai menjadi dasar kepentingan terjadinya praktik suap kepada anggota KPPU.
Saat itu, KPPU menyatakan bahwa PT DV dan AAAN tidak terbukti melanggar pasal 16 UU No 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Isinya, pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak lain di luar negeri yang memuat ketentuan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
Dalam putusannya, KPPU hanya menganggap PT DV sebagai kendaraan Astro untuk menjalankan bisnis di Indonesia.
KPPU justru menimpakan kesalahan kepada ESPN Star Sport (ESS) dan All Asia Multimedia Network (AAMN). Menurut KPPU, akibat perjanjian dua kelompok usaha tersebut, tercipta iklim persaingan usaha yang tidak sehat.
Berdasar perjanjian itu, AAMN mendapat hak istimewa untuk menunjuk stasiun televisi di negara mana pun yang berhak memperoleh hak siar eksklusif liga Inggris. KPPU meminta perjanjian itu direvisi agar pemberian hak siar bisa lebih kompetitif. (wir/iw/eri/agm)
Sumber: Jawa Pos, [ Rabu, 17 September 2008 ]