KPK Tertibkan Pengadaan Barang
Jadi Sumber Korupsi Terbesar di Departemen
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berupaya menertibkan pengadaan barang di berbagai lembaga pemerintah. Langkah terbaru, KPK akan meminta semua dokumen pengadaan barang dan jasa di seluruh departemen/kementerian. Juru Bicara KPK Johan Budi S.P. mengatakan, dokumen itu bakal dijadikan database untuk mengawasi pengadaan barang dan jasa.
"KPK saat ini aktif mengawasi pengadaan barang dan jasa. Terutama yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak. Misalnya pengadaan barang dan jasa di Depkes. Tujuannya, pelayanan kesehatan lebih murah," ungkapnya kemarin (20/8). Dia yakin bahwa departemen mau kooperatif dengan upaya KPK tersebut. "Kami yakin mereka mau membantu kami," ungkapnya.
Menurut dia, KPK meminta dokumen pengadaan barang dan jasa setelah menemukan banyak kejanggalan dalam berbagai proyek pemerintah. Yang paling menonjol adalah penyelewengan di Depkes. Sekitar 80 persen penanganan korupsi di KPK juga terkait dengan penyelewengan pengadaan barang dan jasa.
Contoh paling konkret adalah pengadaan alat kesehatan untuk wilayah Indonesia Timur pada 2003 yang menelan dana Rp 190 miliar. Berdasar penelitian, penyidik menemukan banyak kejanggalan. Contohnya, dalam pengadaan clinical chemistry autoanalyzer, harga kontrak yang disepakati Rp 629 juta. Tapi, pengadaan alat itu disubkontrakkan lagi sehingga harga yang ditawarkan hanya Rp 357 juta.
Namun, saat pemegang subkontrak membeli di agen, harganya lebih murah lagi, yakni Rp 178 juta. "Untuk jenis itu saja, kami menghitung ada selisih Rp 450 juta," jelas Johan. Contoh lain dalam pengadaan hypothermia unit. Harga kontraknya Rp 454 juta, tapi setelah disubkontrakkan jadi Rp 180 juta. Sedangkan harga di agen justru lebih miring, yakni hanya Rp 103 juta.
Pengadaan remote controlled X-ray juga memiliki selisih besar. Harga kontraknya Rp 2,5 miliar, tapi di agen hanya Rp 1,2 miliar. "Selisihnya Rp 1,3 miliar," tegasnya. (git/oki)
Sumber: Jawa Pos, 21 Agustus 2009