KPK Tetapkan Anggodo sebagai Terdakwa
Dijerat Empat Pasal Berlapis
Janji Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk segera menjerat Anggodo Widjojo dibuktikan kemarin sore. Setelah memeriksanya lebih dari lima jam, lembaga antikorupsi tersebut akhirnya menjebloskan adik buron Anggoro Widjojo itu ke bui.
Anggodo tiba di KPK sekitar pukul 12.45. Sebagaimana biasanya, Anggodo tampil rapi dengan mengenakan jas gelap dan kemeja putih. Dia dijadwalkan menjalani pemeriksaan lanjutan di tingkat penyelidikan. Ini dilakukan karena pada pemeriksaan yang dijadwalkan Selasa (12/1) lalu Anggodo absen. Dia berdalih shock karena seusai pemeriksaan Senin (11/1), ada kericuhan antara mahasiswa dan wartawan yang menyambut kepulangannya. Dia juga beralasan kakinya masih sakit akibat peristiwa itu.
Sekitar pukul 16.00, ada kabar bahwa penyelidik melimpahkan kasus Anggodo yang diduga terlibat dalam dugaan menghalang-halangi penyidikan kasus korupsi Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) di KPK ke meja penyidikan. Status Anggodo saat itu meningkat menjadi tersangka.
Juru Bicara KPK Johan Budi S.P. membenarkan soal peningkatan status Anggodo. Menurut Johan, Anggodo dijerat empat pasal berlapis, yakni pasal 15, pasal 21 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta pasal 53 dan junto pasal 55 KUHP. Sejumlah pasal itu mengatur sepak terjang Anggodo yang berupaya menghalang-halangi penyidikan korupsi di KPK.
Penanganan kasus itu juga berlangsung alot. Awalnya, kasus tersebut ditangani kepolisian. Karena penyelidikan beberapa pekan tak membuahkan hasil, polisi memilih lempar handuk dan menyerahkan penanganan kasusnya ke KPK.
Sepak terjang Anggodo terlihat gamblang setelah Mahkamah Konstitusi (MK) memutar rekaman penyadapan antara dirinya dan sejumlah pejabat penegak hukum. Di antaranya Wakil Jaksa Agung Abdul Hakim Ritonga, Jamintel Wisnu Subroto, penyidik Mabes Polri, sampai pimpinan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) I Ketut Sudiharsa.
Kala itu Anggodo berupaya keras agar kakaknya, Anggoro Widjojo, lolos dari kasus korupsi yang ditangani KPK. Kasus itu juga berbuntut terhadap kriminalisasi dua pimpinan KPK, Chandra M. Hamzah dan Bibit Samad Riyanto.
Sekitar pukul 17.30 penanganan kasus itu bertambah maju. KPK memutuskan menjebloskan pria yang juga memiliki nama Tionghoa Ang Tju Nek tersebut ke Rutan Cipinang. Mobil tahanan pun disiapkan di depan lobi KPK.
Sejumlah pegawai KPK pun menunda pulang. Mereka memilih melihat pria yang sempat merepotkan tempatnya bekerja itu masuk mobil tahanan. Banyak juga yang bersiap-siap mengabadikan gambar Anggodo. Kemudian, Anggodo bersama penyidik, petugas Brimob, dan pengacaranya keluar. Mereka beriringan mengantarkan Anggodo menuju mobil yang akan menuju tahanan itu.
Hanya sepotong komentar keluar dari Anggodo. "Saya bingung mengapa ditetapkan tersangka," jelasnya sambil berupaya melintasi kerumunan wartawan. Pengacara Anggodo, Bonaran Situmeang, mengeluhkan sikap penyidik yang menetapkan kliennya sebagai tersangka.
"Kami melihat bahwa hukum berlaku untuk orang yang tak berdaya. Presiden seharusnya melihat ini," jelasnya. Dia mengaku surat yang dilayangkan ke kliennya untuk menjalani penyelidikan. Kenyataannya, hanya beberapa saat, statusnya berubah menjadi penyidikan.
Dia juga heran dengan pasal yang dijeratkan untuk kliennya itu. "Sangkaannya pasal 21, tapi untuk yang mana?" ucapnya. Dalam penyidikan, terang dia, penyidik tak menunjukkan barang bukti untuk kliennya. Bonaran juga tak akan mengajukan penangguhan penahanan. "Sudah tidak ada gunanya penangguhan. Penangguhan penahanan itu hanya untuk pimpinan KPK kan," sindir Bonaran.
Dia juga mengungkapkan bahwa dalam penanganan kasus itu KPK tak perlu memanggil Wisnu dan Ritonga. "Apa kaitannya?" kata pria berkumis lebat itu. Apakah penyelidikan kasus itu perlu dilanjutkan terhadap Ari Muladi juga? Bonaran menegaskan bahwa KPK juga perlu bertindak tegas terhadap Ari Muladi. "Yang pasti, klien kami tak pernah mendatangi gedung KPK," ujarnya.
Tak berselang lama, Ketua KPK Tumpak Hatorangan Panggabean menjelaskan soal alasan penahanan tersebut. Menurut dia, KPK sudah lama menangani kasus itu. Pihaknya juga telah menemukan dua alat bukti yang cukup dalam penanganan kasus. Yang paling gamblang terkait rekaman penyadapan dan pemeriksaan sejumlah saksi dalam kasus itu.
"Yang bersangkutan dengan sengaja langsung atau tidak langsung merintangi atau menggagalkan penyidikan kasus korupsi," ucapnya. Korupsi yang dimaksud adalah pemberian suap oleh Anggoro Widjojo dalam rangka pengadaan SKRT terhadap anggota Komisi Kehutanan Yusuf Erwin Faisal, serta pengadaan SKRT.
Anggodo, terang Tumpak, juga berusaha menyuap pimpinan KPK dalam penanganan kasus itu. Namun, belakangan terungkap bahwa usaha itu gagal. "Namanya percobaan itu gagal. Pimpinan KPK juga sama sekali tak berkehendak untuk menerimanya," jelas mantan jaksa tersebut. Untuk mengembangkan kasus itu, KPK akan memanggil sejumlah pihak. "Yang jelas, semua yang dibutuhkan dalam penyidikan akan kami panggil," ucapnya. (git/iro)
Sumber: Jawa Pos, 15 Januari 2010